Naik 6,4%, Utang Luar Negeri RI Tembus Rp 7.100 T pada Kuartal I 2025


Bank Indonesia mencatat, utang luar negeri atau ULN Indonesia pada kuartal I 2025 mencapai US$ 430,4 miliar atau setara Rp 7.130 triliun (kurs Jisdor akhir Maret Rp16.566 per Dolar AS). ULN ini naik 6,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, antara lain didorong oleh penarikan utang pemerintah.
“Perkembangan posisi ULN ini bersumber dari sektor public,” Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (16/5).
Meski begitu, BI memastikan struktur ULN Indonesia tetap sehat didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,6%, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,7% dari total ULN.
“Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN,” ujar Denny.
Denny menjelaskan, peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian.
ULN Pemerintah Naik 7,6%
BI juga melaporkan, posisi ULN pemerintah pada kuartal I 2025 yang mencapai US$ 206,9 miliar, naik 7,6% secara tahunan. Pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal IV 2024 sebesar 3,3%.
Denny menjelaskan, perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional. “Ini seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi,” ujar Denny.
Ia menegaskan, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan mengelola ULN secara hati-hati, terukur, dan akuntabel untuk mewujudkan pembiayaan yang efisien dan optimal.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan untuk mendukung sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan porsi 22,4%. Sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengambil porsi 18,5%, sedangkan sektor jasa pendidikan 16,5%, konstruksi 12,0%, dan transportasi dan pergudangan (8,7%).
“Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah,” kata Denny.
ULN Swasta Terus Turun
Sementara itu, BI mencatat ULN swasta terus menurun. Pada kuartal I 2025, posisi ULN swasta tercatat sebesar US$ 195,5 miliar atau turun 1,2% secara tahunan.
“Penurunan ini lebih rendah dibandingkan kontraksi kuartal sebelumnya sebesar 1,6% secara tahunan,” kata Denny.
Perkembangan ini terutama didorong oleh ULN bukan lembaga keuangan yang mencatat turun 0,9% secara tahunan. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan kontraksi 1,7% secara tahunan pada triwulan IV 2024.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan dan penggalian. Hal ini dengan pangsa mencapai 79,6% dari total ULN swasta.
“ULN swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,4% terhadap total ULN swasta,” ujar Denny.