Tumbuh 5,04 Persen, Ekonomi Indonesia Menunjukkan Stabilitas Struktural
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,04 persen secara year on year (yoy) dan 1,43 persen secara kuartalan pada kuartal III 2025. Pertumbuhan ini mengalami sedikit perlambatan dari 5,12 persen pada kuartal sebelumnya namun tetap mencerminkan ekspansi menyeluruh.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud menjelaskan, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan III 2025, berdasarkan harga berlaku sebesar Rp6.060 triliun, serta atas dasar harga konstan Rp3.444,8 triliun.
“Sehingga, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2025 dibandingkan dengan triwulan III 2024 atau secara year on year tumbuh 5,04 persen,” ujarnya.
Sementara itu, menurut ekonom global Shan Saeed, hal ini bukanlah tanda perlambatan, melainkan fase mid-cycle consolidation. Yakni, sebuah jeda sehat dalam lintasan pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan.
“Ini bukan perlambatan, tapi konsolidasi sehat di tengah siklus ekonomi yang tetap konstruktif,” ujar Shan Saeed selaku Global Chief Economist di Juwai IQI melalui keterangan resmi, Rabu (5/11).
“Indonesia sedang menunjukkan stabilitas struktural yang jarang dimiliki negara berkembang lain di kawasan,” imbuh Saeed.
Dengan proyeksi pertumbuhan penuh tahun sekitar 5-5,8 persen, Saeed menilai Indonesia tetap menjadi jangkar ketenangan makroekonomi di ASEAN. Terlebih, berkat kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang disiplin serta fundamental domestik yang kuat.
Sejumlah indikator utama menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia siap untuk kembali berakselerasi pada akhir tahun. PMI manufaktur naik ke 51,2 pada Oktober, ini memperpanjang fase ekspansi selama 25 bulan berturut menandakan pesanan baru dan aktivitas ekspor sehat.
Surplus perdagangan sebesar USD3,2 miliar pada September menandai 65 bulan berturut-turut posisi neraca positif, didukung ekspor logam EV seperti nikel, tembaga, dan kobalt.
Di sisi pariwisata, jumlah wisatawan mancanegara mencapai 11,2 juta selama Januari–September, sudah melampaui total 2023. Angka ini diperkirakan menembus 14 juta di akhir tahun dan memberi kontribusi sekitar 1,2 poin persentase terhadap PDB sektor jasa.
Sementara itu, Indeks Penjualan Ritel tumbuh 3,1 persen (yoy) pada September, dengan inflasi stabil di 2,86 persen pada Oktober (yoy), menunjukkan daya beli masyarakat tetap solid.
“Dengan PMI di atas 50, surplus perdagangan yang berkelanjutan, dan momentum pariwisata akhir tahun, saya memperkirakan PDB kuartal IV bisa mendekati 5,5–5,6 persen. Indonesia tetap berada di jalur pertumbuhan yang sehat,” kata Saeed yang berbasis di Kuala Lumpur.
Konsumsi dan Ekspor Jadi Mesin Ganda Pertumbuhan
Saeed menekankan bahwa konsumsi domestik dan ekspor adalah dua pilar utama yang menopang ekspansi ekonomi Indonesia. Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 53,8 persen PDB, tetap kuat dengan Indeks Keyakinan Konsumen di 103,2 pada September. Musim liburan dan bonus akhir tahun diperkirakan akan memperkuat momentum ini.
Di sisi eksternal, ekspor naik 11,4 persen (yoy) pada September menjadi USD23,7 miliar, didorong bahan bakar mineral (+18 persen), besi dan baja (+15 persen), serta mesin (+12 persen). Sementara itu, impor yang naik 7,2 persen (yoy) menunjukkan aktivitas produksi dan investasi yang dinamis.
Nilai tukar rupiah stabil di kisaran Rp15.350 per dolar AS, lebih kuat dibandingkan mata uang kawasan lain.
“Semua kredit patut diberikan kepada Bank Indonesia,” ujar Saeed. “BI telah berhasil menjaga stabilitas struktural rupiah tanpa menekan pertumbuhan kredit,” kata Ekonom jebolan University of Chicago, salah satu universitas ekonomi terkemuka dunia.
Sinergi Fiskal dan Moneter Jadi “Wild Card” Ekonomi RI
Saeed menilai bahwa salah satu kekuatan tersembunyi Indonesia terletak pada sinergi kebijakan fiskal dan moneter. Defisit fiskal diperkirakan hanya 1,9 persen dari PDB, menunjukkan disiplin anggaran di bawah kerangka konsolidasi fiskal. Realisasi belanja infrastruktur mencapai 75,3 persen hingga September, menandakan efek pengganda yang akan muncul di kuartal IV.
Di sisi moneter, suku bunga acuan BI7DRR di 6,00 persen berhasil menjaga stabilitas rupiah sekaligus menahan inflasi inti di kisaran 1,9–2,0 persen. Pertumbuhan kredit yang mencapai 9,4 persen (yoy) menandakan kebijakan moneter tetap pro pasar.
“Kombinasi kebijakan fiskal yang disiplin dan moneter yang kredibel adalah senjata rahasia Indonesia,” kata Saeed.
Sinergi keduanya, imbuh dia, mampu menciptakan bantalan kebijakan yang memperkuat ketahanan ekonomi sekaligus menarik arus investasi asing langsung dan portofolio.
