Modus Korporasi Kemplang Bea Keluar, Ekspor CPO Disamarkan jadi Fatty Matter
Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgasus OPN) Polri bersama Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkap pelanggaran ekspor yang dilakukan PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Operasi gabungan ini berhasil membongkar modus baru penghindaran kewajiban ekspor pada komoditas kelapa sawit dan produk turunannya.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budi Utama menjelaskan pelanggaran dilakukan dengan memberikan pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang tidak sesuai dengan izin ekspor.
“Setelah dilakukan analisis mendalam, ditemukan bahwa pemberitahuan izin ekspor tidak sesuai dengan barang yang sebenarnya dikirim eksportir,” kata Djaka dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Kamis (6/11).
Menurut Djaka, PT MMS mengklaim mengekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) yakni limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit. Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan barang senilai Rp 28,7 miliar itu bukan limbah, melainkan fatty matter, produk turunan CPO bernilai tinggi.
Dengan cara ini, PT MMS menghindari bea keluar dan ketentuan larangan terbatas (lartas) ekspor.
Menurut DJP, perbedaan antara nilai ekspor yang dilaporkan dan harga sebenarnya berpotensi menyebabkan kerugian penerimaan negara hingga Rp 140 miliar.
“Kami sudah melakukan pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT MMS dan tiga afiliasinya, yakni PT LMS, PT LPMT, dan PT SUNN,” ujar Dirjen Pajak Bimo Wijayanto.
Sejak Januari hingga Oktober 2025, DJP mencatat 25 wajib pajak termasuk PT MMS yang melaporkan ekspor fatty matter senilai total Rp 2,08 triliun, seluruhnya berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Selain kasus 87 kontainer tersebut, DJBC juga tengah menyelidiki dugaan pelanggaran serupa terhadap 200 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok (senilai Rp 63,5 miliar) dan 50 kontainer di Pelabuhan Belawan (Rp 14,1 miliar).
Kronologi Pengungkapan Kasus
Wakil Kepala Satgasus OPN Polri Novel Baswedan menjelaskan, dugaan pelanggaran ini berawal dari hasil temuan dan analisis awal tim Satgasus.
Awalnya Polri mengidentifikasi adanya indikasi penyimpangan dalam kegiatan ekspor produk turunan kelapa sawit.
“Informasi tersebut kemudian kami sampaikan ke DJBC Kemenkeu untuk ditindaklanjuti dengan pengawasan dan pemeriksaan lapangan," katanya.
Hasil pengembangan oleh Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok menunjukkan jumlah kontainer yang terlibat meningkat dari 25 menjadi 87 kontainer, semuanya milik PT MMS.
Dalam tujuh dokumen PEB, perusahaan melaporkan ekspor fatty matter seberat 1.802,71 ton, yang seharusnya tidak dikenai bea keluar maupun lartas ekspor.
Sebagai tindak lanjut, pada 22–27 Oktober 2025, dilakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel barang untuk diuji di Laboratorium Bea dan Cukai serta Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor (IPB), disaksikan oleh tim Satgasus Polri.
Selanjutnya, pada 29–30 Oktober 2025, digelar rapat pembahasan hasil uji laboratorium yang dihadiri perwakilan DJBC, DJP, dan Satgasus OPN Polri.
“Dari hasil pembahasan, terindikasi kuat bahwa produk ekspor yang dilaporkan sebagai fatty matter bukanlah fatty matter,” kata Novel.
Novel mengatakan, hasil pemeriksaan masih ditangani dan diteliti lebih lanjut oleh DJBC Kemenkeu. Saat ini, otoritas bea dan cukai tengah mendalami pihak-pihak terkait serta mengumpulkan bukti untuk memastikan klasifikasi barang dengan tepat.
“Temuan ini akan menjadi dasar penetapan sanksi administratif atau penegakan hukum atas dugaan tindak pidana di bidang kepabeanan,” kata Novel.
