Serba-serbi Wacana Purbaya Redenominasi Rupiah, Rp 1.000 Jadi Rp 1

Tia Dwitiani Komalasari
9 November 2025, 11:49
Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Jumat (2/1/2025). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat ditutup menguat 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.197 per dolar AS didorong
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Jumat (2/1/2025). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat ditutup menguat 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.197 per dolar AS didorong oleh intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar valuta asing (valas).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengusulkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029. Salah satunya, yakni RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) yang menyederhanakan mata uang, misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Berdasarkan laman Bank Indonesia bi.go.id, redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal mata uang tanpa mengubah daya belu, harga barang dan jasa, maupun nilai tukar terhadap mata uang lain. Contohnya adalah Rp 1.000 menjadi Rp 1, namun nilai barang, gaji, dan tabungan tetap sama.

Redenominasi rupiah ini sebenarnya pernah diusulkan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pada Era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Namun, wacana tersebut hingga saat ini belum diimplementasikan.

Berikut serba-serbi redenominasi rupiah, seperti dihimpun oleh Katadata, Minggu (9/11): 

1. Purbaya kembali usulkan redenominasi rupiah

Usulan redenominasi kembali muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029. Dalam PMK ini, RUU ini ditargetkan dapat rampung pada 2027.

Dalam PMK yang diteken Purbaya sejak 10 Oktober dan diundangkan pada 3 November 2025 ini, ada empat urgensi pembentukan RUU Redenominasi. Pertama, efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional. Kedua, untuk menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional.

Adapun urgensi ketiga adalah untuk menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat. Keempat, meningkatkan kredibilitas rupiah. 

2. Pernah diusulkan di era SBY

Bank Indonesia sebenarnya sudah sejak lama menyiapkan  rencana redenominasi. Usulan RUU tersebut juga telah disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo kepada unsur Pimpinan DPR dan Badan Legislasi (Baleg) dan telah menjadi prioritas Prolegnas tahun 2013.

"Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu, masalah desain dan tahapan-tahapannya, itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya," kata Gubernur BI Perry Warjiyo pada Juni 2023.

Namun demikian, belum ada kelanjutan dari usulan tersebut.

3. Alasan redenominasi masih belum diterapkan

Perry mengatakan redenominasi masih mempertimbangan tiga faktor terutama menyangkut masih tingginya tekanan eksternal. Pertama, kondisi makro ekonomi yang bagus. Kedua, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan stabil.

Ketiga, kondisi sosial dan politik yang kondusif dan mendukung. BI menilai, momentum yang tepat perlu mempertimbangkan kondisi terkini terkait adanya efek rambatan dari eksternal terutama pelemahan ekonomi global. "Demikian juga stabilitas sistem keuangan kita kan kondisinya stabil, tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar," kata Perry.

4. Ditolak MK

Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menolak permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang diajukan advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Permohonan itu terkait wacana redenominasi rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 94/PUU-XXIII/2025 ini diputus pada Rabu, 17 Juli 2025. Dalam amar putusan, Ketua MK Suhartoyo menegaskan pengaturan nominal mata uang bukanlah norma konstitusional yang bisa diuji di MK.

"Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum," tulis putusan MK dikutip Jumat (18/7).

Zico sebelumnya menggugat Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c UU Mata Uang, yang mengatur kewajiban pencantuman angka dan huruf pada pecahan rupiah. Ia menilai, aturan itu tidak mendukung kebijakan redenominasi yang bertujuan menyederhanakan jumlah nol dalam mata uang.

Menurut Zico, terlalu banyak nol dalam denominasi rupiah membuat transaksi menjadi tidak efisien dan rentan kesalahan, terutama di era pembayaran digital. Ia bahkan mengaku pernah salah transfer saat bertransaksi menggunakan QRIS.

Zico juga menganggap, jumlah nol yang besar di mata uang rupiah berdampak pada citra Indonesia di kancah internasional. Ia menganggap, sulitnya menukarkan rupiah di luar negeri dan lemahnya nilai tukar membuat daya beli warga negara Indonesia tergerus di pasar global.

5. Untung rugi redenominasi rupiah

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohamad Faisal menjelaskan, penyederhanaan digit mata uang akan meningkatkan kredibilitas nilai tukar. Penghapusan tiga nol misalnya, akan membuat rupiah secara psikologis lebih kuat.

"Mempermudah teknis transaksi juga. Jika nominalnya lebih sedikit, maka akan lebih mudah dalam hal pencatatan akuntansinya," kata Faisal, Senin (19/6).

Urgensi untuk penyederhanaan proses akuntansi inilah yang juga menjadi alasan Kementerian Keuangan pada 2019 lalu mengusulkan adanya RUU redenominasi dalam rencana strategis 2020-2024. Redenominasi akan membantu menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan dalam APBN. Alasan lainnya, redenominasi diharapkan dapat mendorong efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, mengurangi risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena jumlah digitnya lebih sedikit.

Meski demikian, Faisal melihat redenominisasi tak melulu menghasilkan dampak baik. Risiko ekses negatif seperti lonjakan harga-harga barang atau jasa, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap uang yang mereka pegang, hingga kepanikan jika proses perubahan tersebut tidak direncanakan dan disosialisasikan dengan matang.

"Apalagi, jumlah penduduk kita banyak, mencapai lebih 200 juta dan mereka memegang uang, di sisi lain sebagian besar mereka berpendidikan menengah bawah, tantangan besarnya di situ," kata Faisal.

 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari, Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...