DPR Minta Pemerintah Siapkan Redenominasi Rupiah dengan Hati-hati dan Terbuka
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) menyiapkan rencana redenominasi rupiah secara matang sebelum diimplementasikan. Redenominasi merupakan penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengubah nilai mata uang tersebut.
Persiapan yang matang diperlukan agar rencana redenominasi rupiah tidak mengganggu stabilitas ekonomi. Karena itu, pemerintah dan BI perlu menjelaskan secara terbuka proses serta dampaknya kepada masyarakat.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Mohamad Hekal menilai langkah pemerintah memasukkan redenominasi dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029 merupakan inisiatif baik. Namun, ia menekankan pentingnya persiapan yang matang.
“Menurut saya ini tidak ada masalah. Kami menunggu saja kalau sudah resmi diajukan oleh pemerintah dan BI,” kata Hekal kepada Katadata.co.id, Rabu (12/11).
Hekal menyebut wacana penyederhanaan angka nol di rupiah sudah lama muncul. Namun, implementasinya membutuhkan waktu panjang.
“Ini (redenominasi) masih jauh. Kalau dikomentari sekarang terlalu spekulatif,” ujarnya.
BI Diminta Publikasikan Kajian Redenominasi
Anggota Komisi XI DPR Mulyadi juga menyoroti pentingnya transparansi BI dalam mempersiapkan redenominasi, terutama di tengah perkembangan sistem pembayaran digital di Indonesia.
“BI sudah berimprovisasi terus untuk memperkuat instrumen transaksi cashless. Saya ingin sekali melihat kajian resmi dari Bank Indonesia,” kata Mulyadi dalam rapat kerja Komisi XI dengan BI, Rabu (12/11).
Menurutnya, BI perlu menjelaskan secara terbuka dampak dan proses pelaksanaan redenominasi agar masyarakat tidak salah paham.
“Masyarakat mempertanyakan bagaimana prosesnya dan bagaimana dampaknya terhadap aktivitas transaksi sehari-hari,” tambahnya.
Butuh Stabilitas Ekonomi dan Politik
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menegaskan, redenominasi hanya bisa dilakukan jika kondisi ekonomi nasional benar-benar stabil.
“Redenominasi itu membutuhkan prasyarat yang spesifik. Kinerja pertumbuhan harus solid, inflasi rendah, dan stabilitas politik serta keamanan terjaga,” ujar Misbakhun.
Ia menilai rencana ini memerlukan waktu transisi yang panjang serta sosialisasi masif agar masyarakat tidak bingung.
“Kalau memang mau dibahas di tahun 2026, maka undang-undangnya harus disiapkan dengan baik. Idealnya, saat itu pertumbuhan ekonomi sudah di atas 5% dan inflasi tetap rendah,” katanya.
