Foto: Balada Kaum Urban dalam Sekotak Kontrakan
Sudah enam bulan Alfredo tinggal di sebuah kontrakan. Tapi jangan dibayangkan ini merupakan tempat tinggal layaknya indekos pada umumnya yang memiliki ruang cukup lega dengan beberapa perlengkapan di dalamnya. Pria 23 tahun ini tinggal dalam sebuah kotak 2 x 1 meter.
Sebagai pengemudi ojek online, ia merasa penghasilannya tak seberapa. Akan berat jika harus mengeluarkan uang setengah juta rupiah lebih setiap bulannya untuk menyewa kontrakan yang lebih nyaman. Karena itu dia pun tak terpikir untuk mengambil cicilan rumah (KPR).
Alfredo bagian dari kaum urban yang bertempat tinggal ala kadarnya untuk “meluruskan” badan. Bersamanya ada 59 orang di rumah bercat putih yang tertutup rapat oleh pagar hitam kokoh. Total ada 64 kamar seukuran 2 x 1 meter yang tersebar di dua lantai. Penghuninya sebagian besar dari Sumatra dan Jawa. Kamar Alfredo bernomor 2116.
Kontrakan bilik yang melintang tanpa ada cahaya matahari itu dibandrol Rp 300 hingga 400 ribu per bulan. Hanya ada satu AC 2PK di setiap lantai dan kasur 200 x 90 x 10 centimeter di setiap kamar yang berasal dari pemilik kosan.
Kosan box ini lahir karena para milenial lebih suka tinggal dalam satu hunian yang memiliki beberapa fasilitas, instan, dan murah. Apalagi penghasilan mereka tidak sepadan dengan kenaikan harga rumah.
Lihat saja Idho (27) ketika pertama kali di Jakarta bingung mencari tempat tinggal lantaran tarif kosan atau penginapan mahal. “Dengan gaji Rp 3 juta sebulan, sayang untuk membayar tempat tinggal Rp 800 ribu per bulan atau menyicil KPR,” kata pria asal Lampung tersebut.
Inilah balada sebagian kaum urban milenial di Ibu Kota Jakarta.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Alfredo, 23, pengemudi ojek online. Dia sudah enam bulan di kosan box. Sebagai pekerja yang tidak mendapatkan penghasilan menentu, Alfredo belum berani mengambil cicilan rumah (KPR) atau pindah ke tempat yang lebih mahal.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Rifal berprofesi sebagai beauty advisor. Pemuda 29 ini sudah tinggal enam bulan di kosan box. Baginya, sulit sekali masuk ke tempat ini karena peminatnya begitu banyak.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Wandi sudah tinggal dua tahun di kosan box. Biaya yang murah menjadi alasan utama wiraswasta 26 tahun ini bertahan di sana. "Sudah begitu, penghasilan Rp 5 juta per bulan. Aku belum bisa mencicil KPR dengan tanggungan yang kupunya," ujar dia.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Rahmat, 24, berprofesi sebagai satpam di sebuah kantor di Jakarta. Dia baru sebulan menginap di kosan box ini. "KPR di Jakarta mahal banget, mending beli di kampung aja. Sudah murah, juga dekat dengan keluarga." ujarnya.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Jeklin (22) bekerja di bidan sudah tinggal di kosan box selama satu tahun. Selain murah alasan dia tinggal di kosan karena banyak kaum urban seperti dirinya sehingga terasa seperti keluarga baginya.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Idho, 27, seorang sales handphone. Dia sudah tinggal di kosan box selama dua tahun. Baginya, kamar 2 x 1 meter ini cukup nyaman dan unik, selain tarifnya yang memang murah. "Makanya aku betah. November nanti hendak ke Lampung, sebulan. Tapi aku tetap bayar uang sewa" katanya.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Wiraswasta ini mengaku tinggal di kosan box sekadar untuk beristirahat. "Lihat, duduk saja tidak bisa, nyaman sih engga. Niatnya cuman mau tidur aja di sini," ujar Edo Kiko, 33.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Panca dan Fani. Usia mereka tak berbeda, 18 tahun, tinggal bersama di kamar 2 x 1 meter. Mereka mengatakan tidak ingin pindah ke apartemen, walau sempat berhasrat. "Itu enggak bisa dijadikan investasi jangka panjang," kata Panca. "Kakaku juga melarang. Kami sudah sering mencoba kosan lain yang eksekutif dan ke hotel berbintang, tapi memang nyamannya di sini."