Peternak Sebut Harga Ayam Naik karena Turunnya Pasokan Imbas Pandemi
Gabungan Organisasi Peternak Ayam (Gopan) menyebutkan naiknya harga ayam hingga menyebabkan inflasi lantaran minimnya jumlah peternak kembali bekerja setelah merugi terpukul pandemi corona. Alhasil pasokan ayam menjadi terbatas di pasar dan mengerek harga di tingkat konsumen.
Sekretaris Jenderal Gopan, Sugeng Wahyudi mengatakan bahwa secara umum peternak belum sembuh dari jatuhnya harga secara ekstrim pada kurun waktu Januari-Juli. Imbasnya, peternak yang merugi masih enggan kembali beraktivitas.
"Saat itu di bulan April harga hancur-hancuran sehingga animo peternak untuk budidaya sedikit turun, karena itu suplai anak ayam disesuaikan dengan permintaan," kata Sugeng kepada Katadata.co.id, Senin (6/7). "Tapi mulai hari ini sudah normal artinya yang tadinya tinggi per hari ini sudah turun harga di kandang".
Sugeng menjelaskan, saat ini harga ayam hidup atau live bird di kandang berada pada kisaran Rp 19.500-20.000 dengan berat 1,6 kilogram (kg). Harga ini termasuk ideal karena peternak masih bisa meraup untung namun harga pada tingkat konsumen tak melambung tinggi.
(Baca: Harga Telur Ayam Hingga Rokok Naik, BI Ramal Inflasi Juli 0,04%)
Sedangkan harga di tingkat konsumen berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) per hari Senin (6/7) malam terendah berada di Provinsi Sulawesi Barat Rp 29.250 per kg dan tertinggi di Provinsi di Provinsi Papua Barat Rp 47.400. Untuk rata-rata harga ayam secara nasional mencapai Rp 39.250.
"Saya kira ini akan kembali lagi ke normal kisarannya Rp 18.000-20.000, itu sudah posisi normal yang semuanya bisa menikmati. Harga di tingkat peternak tidak begitu tinggi dan pada tingkat konsumen akhir juga begitu," kata dia.
Lebih lanjut, Sugeng memastikan kondisi pasokan ayam pada peternak masih mencukupi sehingga dipastikan tidak akan terjadi kelangkaan pasokan di seluruh daerah. Kondisi semakin diuntungkan dengan stabilnya harga pakan ayam belakangan ini.
Kendati demikian, Sugeng mengeluhkan turunnya permintaan ayam di pasar tradisional. Hal ini ditengarai lantaran adanya kabar pasar tradisional menjadi salah satu tempat penularan virus corona.
(Baca: Inflasi Juni 0,18, Dipicu Kenaikan Harga Daging Ayam Ras di 86 Kota)
"Adanya penularan virus corona di pasar pasti itu berpengaruh dan berkaitan dengan permintaan. Orang mau ke pasar jadi takut, jadi itu mengurangi daya beli ayam sekitar 30-40%," kata dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juni 2020 sebesar 0,18%. Komoditas penyumbang inflasi bulan tersebut yakni melonjaknya harga daging ayam ras di 86 kota. Menurut kelompok pengeluarannya, makanan, minuman, dan tembakau menjadi kelompok yang mengalami inflasi tertinggi yakni 0,47% serta memberi andil 0,12%.
Pada kelompok tersebut, beberapa komoditas yang memberi andil di antaranya yakni kenaikan daging ayam ras sebesar 0,14%. "Pergerakan harga daging ayam ras meningkat selama bulan Juni di 86 kota. Kenaikan tertinggi terjadi di Gunungsitoli 41% dan Lhokseumawe 37%," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi video, Rabu (1/7).
(Baca: Pasokan Ayam Hidup Berkurang, Harga di Tingkat Peternak Berangsur Naik)