Isu Sawit Jadi Fokus Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-Swiss

Happy Fajrian
2 Maret 2021, 16:51
sawit, minyak kelapa sawit, swiss, indonesia, perdagangan bebas
ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.
Pekerja menimbang tandan buah segar sawit di sebuah RAM Kelurahan Purnama Dumai, Riau, Rabu (3/2/2021).

Isu sawit masih menjadi perhatian di kawasan Eropa. Saat ini, sawit menjadi fokus perjanjian perdagangan bebas Indonesia dengan Swiss, untuk menentukan apakah bea masuk terhadap minyak kelapa sawit dari Indonesia dapat diturunkan.

Swiss bersama anggota European Free Trade Association (EFTA) lainnya, yakni Islandia, Norwegia, dan Liechtenstein, menandatangani kesepakatan perjanjian bebas dengan Indonesia pada 2018. Di bawah kesepakatan itu, kedua belah pihak akan menurunkan hingga menghapuskan bea masuk impor produk-produk industri.

Advertisement

Untuk minyak kelapa sawit, Swiss akan menurunkan bea masuk antara 20% hingga 40% untuk impor hingga 12,5 ribu ton per tahun, namun hanya jika minyak sawit Indonesia telah memenuhi standar keberlanjutan.

Parlemen Swiss meratifikasi kesepakatan itu pada 2019. Namun muncul referendum “Hentikan Minyak Sawit” yang didukung oleh partai hijau, aktivis lingkungan dan LSM anti-globalisasi Swiss. Referendum rencananya dilaksanakan pada Minggu 7 Maret 2021.

“Saya menolak kesepakatan perdagangan bebas karena meniadakan kewajiban bea cukai untuk mencegah persaingan yang tidak adil dari negara berbiaya rendah,” kata Willy Cretegny, produsen anggur organik di Swiss yang memprakarsai referendum, seperti dikutip Reuters, Selasa (2/3).

Meski demikian, jajak pendapat terbaru oleh peneliti pasar GFS Bern for broadcaster SRG, 52% responden mengatakan mereka bermaksud untuk mendukung kesepakatan perdagangan bebas.

Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia, yang digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan bahan bakar nabati.

Namun minyak sawit mendapat sorotan dari para aktivis dan konsumen hijau, yang menganggap produk itu bertanggung jawab atas berkurangnya lahan hutan, kebakaran, dan eksploitasi pekerja.

"Mereka mengarah pada masyarakat yang membuang-buang sumber daya. Standar untuk melindungi lingkungan atau kesehatan dan keselamatan masyarakat juga hilang di sepanjang jalan," ujar Cretegny.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement