Hari Film Nasional: Remuknya Bisnis Bioskop Pasca-Setahun Pandemi

Cahya Puteri Abdi Rabbi
30 Maret 2021, 20:47
Pengunjung menonton film di Cinema XXI Garut, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (12/12/2020). Pemerintah Kabupaten Garut mengizinkan bioskop kembali beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
ANTARA FOTO/Candra Yanuarsyah/agr/hp.
Pengunjung menonton film di Cinema XXI Garut, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (12/12/2020).

Bisnis bioskop mengalami pukulan keras akibat pandemi Covid-19 yang kini telah berlangsung selama lebih dari setahun. Di momen peringatan hari film nasional, kondisi bisnis bioskop masih terpuruk karena masyarakat masih takut datang.

Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin pun membenarkan hal itu. Padahal bioskop sudah diizinkan beroperasi kembali dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat sejak Oktober 2020.

“Penonton masih sepi, film juga belum banyak. Masih belum signifikan perubahannya sejak tahun lalu,” kata Djonny kepada Katadata.co.id, Selasa (30/3).

Ia mengatakan meskipun program vaksinasi sudah berjalan, namun belum bisa membuat masyarakat berani untuk mengunjungi bioskop karena jumlah vaksinasi yang dilaksanakan belum mencapai 60%. “Vaksinasinya belum banyak, kalau sudah 60-70% baru kami punya harapan besar untuk masyarakat bisa kembali ke bioskop,” ujar dia.

Ia mengatakan kepercayaan masyarakat masih rendah dan masih takut untuk mengunjungi bioskop dalam kondisi pandemi. Dia menduga ketakutan masyarakat karena ditakut-takuti bahwa penularan Covid-19 dapat dengan mudah terjadi di ruangan bioskop yang tertutup.

“Restoran saja yang berhadap-hadapan dan bebas ngobrol banyak yang mau datang kok. Bioskop ini kan sudah dibatasi, protokol kesehatannya juga jelas, dan semua menghadap layar, tidak ada yang ngobrol. Tolong jangan ada black campaign terhadap bioskop,” kata Djonny.

BIOSKOP DI GARUT MULAI BEROPERASI
BIOSKOP DI GARUT MULAI BEROPERASI (ANTARA FOTO/Candra Yanuarsyah/agr/hp.)

Selain rendahnya kepercayaan masyarakat, tidak ada film yang masuk ke bioskop juga menjadi salah satu faktor industri bioskop sulit bangkit di masa pandemi. Ia mengatakan tidak ada film nasional yang akan tayang di bioskop dalam waktu dekat.

“Untuk film nasional stoknya sudah habis. Banyak yang tidak berani masuk bioskop. Pasarnya bisa saya katakan sempit, jadi mereka takut rugi, gimana kalau tidak ada penontonnya?” kata Djonny.

Sedangkan untuk film asing Djonny mengatakan ada beberapa yang sudah tayang dan akan tayang, diantaranya Godzilla vs Kong dan Stand by Me: Doraemon 2.

Menurut laporan filmindonesia.or.id (FI), laju pertumbuhan layar dan bioskop pada 2020 melambat. Jumlah layar hanya naik 1,7% menjadi 2.145 layar dan bioskop bertambah 1,8% menjadi 517 bioskop. Simak databoks berikut:

Bisnis Bioskop Merugi Rp 150 juta per Bulan

Dengan kunjungan penonton yang masih rendah, dua perusahaan pemilik jaringan bioskop terbesar di Indonesia, Cinema XXI dan CGV, pun terus membukukan kerugian yang sangat besar. “Dua-duanya rugi, tidak ada yang untung. Kerugian bisa mencapai 150 juta/bulan,” katanya.

PT Graha Layar Prima Tbk, pengelola jaringan bioskop CGV melaporkan hingga kuartal III 2020 penjualan turun hingga 77,2% dari Rp 1,03 triliun pada periode yang sama 2019 menjadi hanya Rp 234,49 miliar. Alhasil perusahaan pun merugi hingga Rp 303,04 miliar dari sebelumnya laba sebesar Rp 54,62 miliar.

CGV tercatat sudah mulai mengoperasikan kembali bioskop-bioskopnya sejak Oktober 2020, mulai di kota Bandung, kemudian menyusul beberapa daerah lainnya di Indonesia secara bertahap dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Protokol tersebut di antaranya staf dan penonton wajib memakai masker di seluruh area bioskop, pengecekan suhu tubuh, sistem pelacakan pengunjung dengan QR Code dan secara manual, mengurangi kapasitas pengunjung, pembersihan tempat duduk sebelum dan sesudah penayangan film.

Kemudian menyediakan gel pembersih tangan (hand sanitizer), transaksi pembayaran tiket dan makanan digital (cash free), serta makan dan minum hanya diperbolehkan di ruang bioskop namun masker wajib dikenakan kembali.

Menurut Djonny, daya beli masyarakat masih rendah karena beberapa mengalami kesulitan ekonomi selama pandemi. Oleh karena itu GPBSI berharap adanya bantuan dari pemerintah seperti keringanan biaya listrik.

“Kalau bisa pemerintah bantu untuk listrik, karena biaya operasional bioskop paling besar di listrik, hampir 60%. Belum lagi biaya sewa mal yang mahal, jadi dengan keringanan biaya ini saya yakin bisa membantu bioskop bangkit secara perlahan,” katanya.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...