Kremlin dan Barat Berebut Aset Migas di Tengah Perang Rusia – Ukraina
Rusia dan negara-negara Barat saat ini tengah memperebutkan sejumlah aset migas di Rusia dan juga di Eropa seiring perseteruan keduanya dalam perang di Ukraina.
Pemerintah Rusia belum lama ini mengambil alih aset Rusia dari Fortum Finlandia dan Uniper Jerman, yang keduanya mengoperasikan pembangkit listrik di Rusia. Kremlin, sebutan pemerintah Rusia, memperingatkan akan menyita lebih banyak aset energi dan migas lainnya.
Adapun saham kedua perusahaan energi itu ditempatkan dalam kendali sementara Rosimushchestvo, agen properti pemerintah federal Rusia, dan akan dijalankan oleh manajer dari Rosneft.
Kremlin mengatakan bahwa keputusan itu diambil sebagai respons atas “tindakan agresif negara-negara yang tidak bersahabat” dan mencerminkan sikap pemerintah Barat terhadap aset asing perusahaan Rusia.
Banyak perusahaan asing berusaha keluar dari Rusia di tengah sanksi Barat menyusul invasi Moskow ke Ukraina pada Februari 2022, tetapi tidak dapat melepaskan aset mereka karena pembatasan hukum atau keuangan.
Berikut adalah daftar beberapa perusahaan energi yang diambil alih oleh pemerintah Barat atau Rusia, atau yang masih kesulitan untuk menjual asetnya di Rusia:
1. Gazprom Germania
Pada November 2022, Jerman menasionalisasi Gazprom Germania, anak usaha perusahaan raksasa gas Rusia, Gazprom, yang keluar tanpa penjelasan.
Perusahaan itu berganti nama menjadi Sefe, yang merupakan akronim dari Securing Energy For Europe, dan pemerintah Jerman menyuntikkan € 6,3 miliar atau lebih dari Rp 101 triliun untuk rekapitalisasi dengan persetujuan Komisi Eropa.
Gazprom Germania memiliki total aset € 8,3 miliar (Rp 135 triliun) dan total ekuitas € 2,2 miliar (Rp 35 triliun) pada 2020.
2. Rosneft
Jerman, melalui regulator sektor energinya, menempatkan dua divisi Jerman dari Rosneft Rusia, Rosneft Deutschland dan RN Refining & Marketing GmbH, di bawah perwalian pada musim gugur 2022.
Sebagai bagian dari pengaturan, Jerman telah mengambil alih saham Rosneft di tiga kilang, yakni 54,17% saham di PCK Schwedt, 24% saham di MiRO, dan 28,57% saham di Bayernoil. Secara hukum, Rosneft tetap menjadi pemilik tetapi tidak memiliki cara untuk mengendalikan asetnya selama di bawah perwalian Jerman.
Majelis rendah parlemen Jerman pada 20 April menyetujui perubahan Undang-Undang Keamanan Energi yang akan memungkinkan penjualan cepat saham Rosneft di kilang Schwedt tanpa perlu menasionalisasinya.
Rosneft mengambil tindakan hukum terhadap perwalian dan mencari kompensasi atas kerugian finansial yang dideritanya selama enam bulan pertama perwalian itu.
Perusahaan mengatakan itu adalah penyulingan terbesar ketiga di Jerman dengan total kapasitas hingga 12,8 juta ton per tahun yang merupakan lebih dari sepersepuluh dari kapasitas negara.
3. Fortum
Perusahaan penyedia utilitas Finlandia mengatakan akan mencari jalan keluar yang terkendali dari Rusia setelah invasi Moskow ke Ukraina, tetapi juga menandai risiko pengambilalihan dalam laporan tahunannya untuk tahun 2022.
Fortum Divisi Rusia memiliki tujuh pembangkit listrik termal di wilayah Ural dan Siberia Barat, dan portofolio pembangkit tenaga angin dan matahari di Rusia bersama dengan mitra usaha lokal.
Perusahaan, yang mayoritas dimiliki oleh pemerintah Finlandia, mencatat total kerugian sebesar € 1,7 miliar (Rp 27 triliun) terkait dengan operasinya di Rusia untuk tahun 2022.
Fortum mengakuisisi TGK-10 Rusia, penghasil panas dan listrik di wilayah St. Petersburg, pada 2008 seharga sekitar € 2 miliar. Pada 2018, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan Fortum telah menginvestasikan sekitar € 4,5 miliar di Rusia.
4. Uniper/Unipro
Rusia menempatkan produsen energi Unipro, 83,73% dimiliki oleh Uniper Jerman di bawah administrasi negara. Uniper telah mendekonsolidasikan Unipro pada akhir 2022 dan mengklasifikasikannya sebagai bisnis yang dihentikan, dengan alasan hilangnya kendali meskipun memiliki saham mayoritas.
Perusahaan menghapus buku sebesar US$ 4,4 miliar sebagai akibat dari dekonsolidasi dan menempatkan nilai Unipro secara simbolik sebesar € 1, yang mencerminkan kemungkinan peluang untuk menjual bisnis tersebut.
Uniper mengakuisisi perusahaan listrik Rusia OGK-4, yang kemudian berganti nama menjadi Unipro, seharga € 4,2 miliar pada 2007, dan menginvestasikan sekitar € 2,5 miliar untuk membangun kapasitas pembangkit baru.
Pada tahun 2021, Unipro menghasilkan laba operasi yang disesuaikan sebesar € 230 juta. Uniper juga telah mengambil penurunan nilai sebesar € 1 miliar untuk eksposur keuangannya ke pipa gas Nord Stream 2.
5. Wintershall Dea
Perusahaan minyak dan gas Jerman Wintershall Dea, mayoritas dimiliki oleh pembuat bahan kimia Jerman BASF, mengatakan pengambilalihan aset Fortum dan Uniper oleh Rusia tidak mempengaruhinya, tetapi menambahkan bahwa kebijakan Moskow tidak dapat diprediksi.
Wintershall Dea sebelumnya telah mendekonsolidasikan operasinya di Rusia, yang sebelum invasi Moskow ke Ukraina menyumbang lebih dari setengah produksi minyaknya di seluruh dunia.
Asetnya di Rusia termasuk 35% saham di ladang gas Yuzhno-Russkoye, dan memiliki dua proyek produksi gas alam Achimov di Siberia. Wintershall Dea juga telah mencatatkan 15% sahamnya di pipa gas Nord Stream 1 yang rusak akibat ledakan misterius September lalu.
BASF mencatatkan penghapusbukuan aset senilai € 7,3 miliar untuk tahun 2022 karena keputusan Wintershall Dea untuk menarik diri dari Rusia.
6. OMV
Grup energi Austria OMV mengatakan pada bulan Februari mereka tidak melihat cara untuk menjual sahamnya di ladang gas Rusia Yuzhno-Russkoye karena pembatasan hukum di Rusia.
OMV membayar € 1,75 miliar untuk saham di ladang Yuzhno-Russkoye, salah satu yang terbesar di Rusia, pada 2017, pada saat itu mengatakan dapat menambah produksi sebesar 100.000 barel setara minyak (boe) per hari.
Perusahaan ini juga merupakan salah satu dari lima pendukung keuangan Nord Stream 2 dengan nilai investasi mencapai € 1 miliar.