Mengenal Tax Havens, Membedah Panama Papers

Yustinus Prastowo
Oleh Yustinus Prastowo
11 April 2016, 15:33
No image
Arief Kamaluddin | Katadata

Siapa saja yang dikategorikan tax havens?

Kita sering berpikir tax havens adalah teritori yang sangat jauh dari kita. Faktanya, tax havens semakin marak seiring dengan globalisasi. Bahkan kaitan pajak dan globalisasi sangat erat karena efisiensi pajak merupakan motif utama modal mencari keuntungan maksimal.

OECD pada 1998 mengeluarkan dokumen Anti-Harmful Tax Competition dan menyusun daftar hitam negara suaka pajak. Sejak saat itu genderang perang terhadap tax havens dimulai. Menurut IMF, setidaknya diidentifikasi 60 teritori suaka pajak. Tujuh tax havens terbaik (Hoyt:2007) adalah Switzerland, Liechtenstein, Austria, Panama, Saint Kitts and Nevis, Belize, Hong Kong.

Sedangkan 11 tax havens terbaik untuk melindungi asset (Hadnum:2011) adalah Jersey (Channel Island / European Mediterania), Liechtenstein, The Cayman Island, St Kitt Nevis, Panama, Gilbatar, Isle of Man, Bermuda, Bahamas, Austria, New Zealand. (Baca: Unit Khusus Pajak Telisik Ribuan Nama WNI dalam Panama Papers).

Dalam taraf tertentu, Irlandia juga merupakan low tax regime karena pemberlakuan “double irish” yang mengenakan pajak sangat rendah untuk perusahaan yang berkedudukan di Irlandia namun kontrol manajemen dilakukan di luar Irlandia. Belanda juga dikenal dengan Dutch Sandwich yang tidak mengenakan pajak terhadap pembayaran royalti dan bunga sehingga sering digunakan sebagai tempat pendirian special purpose vehicle (SPV).

Adakah data dan fakta yang mencengangkan terkait tax havens?

  • 33 persen FDI berasal dari tax havens.
  • Pada 2010 Barbados, Bermuda, dan the British Virgin Islands menerima FDI 5,11 persen dari FDI global, melebihi German (4,77 persen) atau Jepang (3,76 persen). Investasi ketiga negara ini mencapai 4,54 persen terhadap investasi global, melebihi German (4,8 persen).
  • Pada 2010 BVI merupakan investor terbesar kedua ke Cina (14 persen), setelah Hong Kong (45 persen), dan di atas Amerika (4 persen). Bermuda merupakan investor terbesar ketiga di Chile (10 persen).
  • Mauritius adalah investor terbesar ke India 24 persen, sedangkan Cyprus (28 persen), BVI (12 persen), Bermuda (7 persen) dan Bahama (6 persen) adalah investor terbesar ke Russia.
  • BVI berpenduduk 19 ribu orang tetapi memiliki 830 ribu perusahaan terdaftar dan 300 ribu perusahaan cangkang.
  • Cayman memiliki 70 ribu perusahaan, 430 bank, 720 perush asuransi, 7000 fund, padahal tercatat hanya 5.400 pegawai dan terdapat satu alamat dengan 18 ribu perusahaan. Cayman memiliki asset 1,3 x GDP Norwegia dan total assetnya sebesar 700 x GDP.
  • Swiss menyimpan US$ 2.300 miliar dana asing.
  • Amerika kehilangan potensi pajak sebesar Rp 6 ribu triliun karena Rp 30 triliun laba perusahaan diparkir di luar negeri.

Siapa saja yang pernah memanfaatkan jasa Tax Havens?

Yang paling hangat adalah Apple, Google, Starbuck, dan Amazon. Sebelumnya Airbus, Mark Spencer, Vodafone, Coca Cola, Cisco, Pfizer, LTCM, Parmalat, Refco, Enron, Northern Rock. Pada 2008, seekor anjing bernama Gunter terdaftar bersama 1.400 orang pemilik trusts di Leichenstein, untuk menghindari pajak Jerman. Juni 2008, pegawai senior bank UBS Swiss mengaku telah membantu hindari pajak orang Amerika senilai US$ 20 miliar dengan biaya US$ 200 juta.

Apa yang dilakukan untuk menangkal Tax Havens?

Inisiatif yang pernah dilakukan adalah Financial Action Task Force (1989), membentuk OECD Forum on Harmful Tax Practices dan OECD Global Forum, Tax Information Exchange Agreement (2001), dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan (2013) yang diinisiasi OECD dan G-20.

Berapa potensi pajak orang Indonesia di Tax Havens?

Menurut penelitian Tax Justice Network (2010), lebih dari US$ 331 miliar (setara Rp 4.500 triliun) asset orang Indonesia berada di tax havens dan menurut Global Financial Integrity (2014), sedikitnya terdapat Rp 200 triliun aliran dana ilegal keluar Indonesia setiap tahunnya. Lembaga lain seperti McKinsey pernah menyebut jumlah asset orang Indonesia di luar negeri mencapai Rp 4.000 triliun.

Halaman:
Yustinus Prastowo
Yustinus Prastowo
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...