Biaya dan Manfaat Produksi Listrik Tanpa Batu Bara

Komaidi Notonegoro
Oleh Komaidi Notonegoro
28 Desember 2020, 15:09
Komaidi Notonegoro
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020). Kementerian ESDM menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) Juli 2020 sebesar US$52,16 per ton turun sebesar US$0,82 per ton atau 1,54 persen dibandingkan Juni 2020 sebesar US$52,98 per ton, penurunan tersebut disebabkan minimnya permintaan ekspor batu bara untuk pasar global khusunya China dan India.

Potensi meningkatnya biaya produksi sektor-sektor ekonomi akibat biaya pembangkitan listrik tersebut tentu tidak sejalan dengan upaya pemerintah yang sedang meningkatkan daya saing industri nasional. Sebagaimana telah diketahui, melalui Perpres No.40/2016 pemerintah berupaya meningkatkan daya saing industri nasional melalui penurunan harga gas untuk sektor industri yang sampai saat ini tampak masih terus diupayakan.

Tidak hanya biaya listrik yang meningkat, risiko lain yang penting diantisipasi pengambil kebijakan yakni nilai tambah ekonomi. Keterkaitan antar-sektor, baik forward linkage maupun backward linkage, dari sektor batu bara dengan sektor-sektor ekonomi yang lain juga berpotensi hilang.

Beberapa hal yang sebelumnya tercipta dari keterkaitan ekonomi sektor batu bara yang berpotensi hilang dalam pembangkitan listrik di antaranya yaitu penyerapan tenaga kerja, penerimaan pajak dan PNBP, dan pertumbuhan ekonomi baik untuk daerah penghasil maupun pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam beberapa kondisi, aspek lingkungan dan ekonomi relatif tidak sejalan dan sulit untuk dicapai secara bersamaan. Seringkali pengambil kebijakan dihadapkan pada kondisi yang harus memilih satu di antara keduanya.

Meskipun tidak menjadi formulasi yang baku, tampak terdapat formula bahwa jika pengambil kebijakan mengedepankan aspek lingkungan maka secara tidak langsung akan mengorbankan aspek lingkungan dan sebaliknya. Sebagai contoh, untuk memenuhi baku mutu emisi pembangkitan yang ditetapkan Peraturan Menteri LKH No P.15/2019 saja akan menambah Biaya Pokok Produksi (BPP) PLTU eksisting sekitar Rp 105 per kWh atau setara dengan tambahan beban subsidi listrik sekitar Rp 12 triliun per tahun.

Berdasarkan kondisi tersebut, pengurangan dan/atau penghilangan batu bara dalam kegiatan pembangkitan listrik di Indonesia berpotensi memberikan biaya dan manfaat. Pada satu sisi, kebijakan tersebut bermanfaat pada kualitas lingkungan hidup yang lebih baik. Di sisi lain, ada potensi peningkatan biaya pembangkitan listrik yang akan ditransmisikan pada biaya produksi dari sebagian besar sektor-sektor ekonomi di Indonesia. Dampak selanjutnya, daya beli masyarakat berpotensi berkurang akibat meningkatnya harga barang dan jasa secara simultan.

Mencermati kondisi tersebut, saya menilai mengikuti tren global yang mengarah pada pemanfaatan EBT dalam beberapa waktu terakhir adalah positif. Akan tetapi yang lebih penting dan substansial dari semua itu adalah kesiapan semua, terutama pengambil kebijakan, dalam mengantisipasi risiko dari perubahan tren global tersebut. Dalam konteks rencana pengurangan dan/atau penghilangan batu bara dalam pembangkitan listrik, yang lebih penting apakah Indonesia sudah siap termasuk dalam upaya memitigasi dan meminimalkan risikonya.

Kita semua telah sama-sama tahu bahwa biaya penyediaan listrik dari EBT lebih mahal dari listrik yang diproduksikan dengan batu bara. Pilihan yang tersedia yakni menyerahkan pada mekanisme bisnis dan membiarkan konsumen membayar harga listrik lebih mahal. Atau, menerbitkan kebijakan yang dapat mendorong harga listrik EBT lebih kompetitif agar konsumen tetap dapat memperoleh tenaga listrik dengan harga yang terjangkau. Semua pilihan tentu akan berpulang pada pengambil kebijakan, sementara masyarakat sebagai konsumen relatif tidak memiliki pilihan.

Halaman:
Komaidi Notonegoro
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...