Candi Borobudur dan Fenomena Double Edge Sword Effect

Luki Safriana
Oleh Luki Safriana
21 April 2021, 13:36
Luki Safriana
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Sejumlah wisatawan berada di lapangan Kenari kompleks Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jateng, Minggu (18/4/2021). Menghadapi libur Lebaran 2021, pihak TWC Borobudur telah melayangkan surat permohonan penambahan kuota pengunjung kepada gugus tugas penanganan COVID-19 dari 4.000 orang menjadi 10.000 orang.

Indonesia patut berbangga telah mencatatkan sembilan situs bersejarah yang diakui UNESCO dan ditetapkan dalam International Council For Monuments and Sites. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan pertama dengan jumlah situs bersejarah paling banyak di antara negara lainnya. Setelah Indonesia, urutan selanjutnya disusul oleh Vietnam sebanyak delapan situs, Phillipina (6), Thailand (5), Malaysia (4), Kamboja dan Laos (3), Myanmar (2), dan Singapura satu situs. 

Pada Sidang Umum UNESCO 2017 yang ke-39, Fransesco Bandarin, Asisten Dirjen Bidang Budaya UNESCO, mengakui dan menilai bahwa Indonesia adalah negara super power dalam bidang budaya. Pernyataan ini turut dipertajam oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Muhadjir Effendy, bahwa tidak ada negara yang memiliki kekayaan warisan budaya seperti Indonesia.

Dengan kekayaan tersebut, Indonesia harus melakukan pengelolaan yang berkelanjutan agar warisan budaya dapat memberikan dampak pada perekonomian nasional secara terus-menerus dan nyata.

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memiliki tantangan tersendiri dalam mengelola situs warisan budaya. Pada akhir 2020, Presiden Joko Widodo mengarahkan Kementerian Pariwisata untuk mengembangkan lima destinasi super prioritas yaitu Danau Toba, Likupang, Borobudur, Mandalika, dan Labuan Bajo. Di antara kelima destinasi tersebut, kawasan Borobudur memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki situs bersejarah yang telah diakui oleh UNESCO, yaitu Candi Borobudur.

Borobudur Double Edge Sword Effect

Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Lingkungan geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi dengan ketinggian 265 dpl.

Dalam buku Cultural Tourism, Hillary du Cross dan Bob McKercher menjabarkan sebuah fenomena double edge sword effect. Ini adalah fenomena yang terjadi dalam manajemen pengelolaan aset budaya bangsa, ketika aspek perlindungan dan konservasi bertentangan dengan aspek jumlah wisatawan. Fenomena ini dapat menjadi ancaman serius kedepannya dalam hal pengelolaan aset. Di Indonesia, fenomena tersebut sangat relevan dengan kawasan Borobudur.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa terdapat masalah serius yang mengancam Candi Borobudur yaitu struktur candi. Struktur Candi Borobudur mendapatkan tekanan besar karena adanya kunjungan wisatawan yang berlebihan.

Pada tahun 2019, terdapat lebih dari 3,3 juta wisatawan yang mengunjungi Candi Borobudur atau setara dengan 8.000 wisatawan per hari. Mengacu pada hasil studi Balai Konservasi Borobudur, kawasan puncak Candi Borobudur idealnya hanya mampu menampung maksimal 128 orang per sekali kunjungan setiap harinya.

Di sisi lain, dengan adanya Bandar Udara Yogyakarta International Airport sejak Agustus 2020 juga memiliki potensi dalam menambah jumlah wisatawan yang datang ke Yogyakarta. Terminal bandara memiliki 219.000 meter per segi dengan kemampuan menampung 20 juta orang per tahun, sementara terminal Adisutjipto memiliki luas 17.000 meter dengan kemampuan menampung 1,6 juta orang per tahun.

Dengan 13 kali lebih banyak daya tampung penumpang di terminal Yogyakarta, jumlah wisatawan berpotensi bertambah setidaknya tiga kali lipat dari sebelumnya. Dengan adanya kereta api menuju bandara yang telah beroperasi, diprediksi turis lokal pun akan terus menguat jumlahnya.

Masa Depan dan Potensi Situs Warisan Budaya

Candi Borobudur memang unik, ikonik dan monumental. Bangunan warisan budaya dunia tersebut telah dua kali dipugar yakni, pemugaran I (1907-1911) oleh Theodoor Van Erp dan pemugaran II (1973-1983) oleh Pemerintah Indonesia dan UNESCO. Melansir situs resmi Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kondisi candi Buddha terbesar di dunia itu memprihatinkan sejak tahun 1960-an, sehingga pemugaran yang telah dilakukan dua kali adalah suatu bentuk usaha yang patut diapresiasi pada era Presiden Soeharto.

Pengelolaan situs warisan budaya dunia seperti Candi Borobodur menjadi pelajaran yang penting. Hal ini diharapkan dapat menginspirasi manajemen pengelola aset budaya lainnya agar memperhatikan kapasitas jumlah wisatawan dan jadwal kunjungan untuk menghindari kerusakan aset budaya tersebut.

Salah satu solusi yang kini mulai intensif dihadirkan untuk mengatasi “pertambahan drastis” jumlah wisatawan adalah dengan sistem “pecah ombak”. Dimana terdapat proses distribusi wisatawan agar tidak berpusat pada satu titik area kunjungan. Sementara itu, Pemerintah Daerah masih terus mematangkan konsep yang dinamakan “Bedah Menoreh” tersebut.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah, Prasetya Aribowo, menjelaskan bahwa konsep tersebut akan menjadi kawasan wisata pendukung Candi Borobudur dan sekitarnya di kemudian hari. Kawasan ini mencakup tiga daerah yaitu Kecamatan Bener, Kecamatan Salaman, dan Tritis.

Hal yang terjadi pada Candi Borobudur saat ini sangat mungkin terjadi pada situs warisan budaya dunia lainnya. Pola promosi Candi Borobudur memiliki potensi yang positif dan dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja yang signifikan.

Suksesnya penyelenggaraan Borobodur Marathon menjadi salah satu potensi yang dapat mendongkrak hadirnya wisatawan domestik dan mancanegara untuk datang. Penegasan betapa pentingnya sinergi solidaritas yang kuat antara pemerintah daerah setempat, Kemendikbud, Kemenparekraf, PUPR dan masyarakat adalah kunci utama agar double edge sword effect tidak menjadi bumerang bagi pengelolaan situs warisan budaya terkait.

Inilah saat yang tepat bagi bangsa Indonesia mengambil tanggung jawab dari mandat leluhur untuk menjaga warisan budayanya. Tanggung jawab ditempuh agar terjaganya kelestarian untuk anak, cucu dan kehidupan berikutnya.

Selamat Hari Warisan Budaya Sedunia 2021

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Luki Safriana
Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...