Mengatasi Sisi Gelap Media Sosial di Tengah Pandemi
Pandemi Covid-19 membawa kejutan yang luar biasa bagi semua pihak. Berbagai kebijakan untuk mencegah penularan dan mengantisipasi dampak yang ditimbulkannya telah diterapkan di seluruh dunia.
Ada pembatasan mobilitas masyarakat dan kontak fisik antar-individu dalam jangka waktu yang cukup lama. Saat ini, ketika vaksinasi telah dilaksanakan, pelonggaran mulai dilakukan. Ucapan terima kasih perlu kita sematkan atas kerja keras semua pihak, terutama dokter dan tenaga kesehatan yang berada digaris depan dalam situasi krisis tersebut.
Pandemi Covid-19 membawa pelajaran berharga khususnya terkait perlunya digitalisasi dan interaksi sosial di ruang digital. Media sosial meningkat secara luar biasa. Alasan di balik itu yakni media sosial menyediakan ruang yang terbuka luas bagi pertemuan, interaksi, penyebarluasan informasi, serta berbagai tujuan lain yang mampu memenuhi kebutuhan interaksi sosial manusia.
Namun sebagai sebuah ruang yang terbuka, selama pandemi corona, media sosial juga memiliki sisi gelap. Volume informasi tentang Covid-19 yang kontradiktif dan ambigu yang begitu besar tersebar dengan cepat dan luas.
Hal ini mengakibatkan kebingungan, polarisasi dalam masyarakat serta krisis lain yang sebenarnya tidak perlu, misalnya panic buying. Situasi sebaran informasi yang begitu cepat dan meluas ini populer dikenal sebagai infodemics.
Tentu infodemics perlu mendapat perhatian yang serius, karena akibat yang ditimbulkan juga berbahaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, kehadiran lembaga resmi negara diruang digital sangat diperlukan. Setidaknya, lembaga resmi negara diharapkan mampu meminimalisasi berbagai dampak negatif di atas.
Selama pandemi Covid-19, Wijaya & Handoko (2021) menunjukan bahwa government social media account atau GSMA sangatlah populer dalam berbagai percakapan mengenai Covid-19. Di Indonesia, GSMA yang sangat populer dalam percakapan Covid 19 di Twitter adalah @KemenkesRI dan @BNPB_Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Islm et al (2021) menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat luas dalam percakapan dengan GSMA didorong oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik: dari mendapatkan informasi yang benar sampai untuk mobilisasi dukungan sumberdaya selama pandemi. Belajar dari krisis kesehatan ini, kehadiran GSMA dalam perbincangan dengan topik kesehatan merupakan kebutuhan mutlak untuk membangun kepercayaan masyarakat dan mendorong pola hidup sehat.
Bagaimana memperkuat kehadiran GSMA?
Tidak ada pilihan lain kecuali hadir dan terlibat dalam percakapan dalam lingkungan digital. Tentu saja tidak sekadar dalam konteks melawan hoaks dan misinformasi. Lebih dalam lagi yakni engage atau terlibat dalam mempromosikan hidup sehat, mencegah penularan penyakit, dan membangun kesadaran akan pentingnya pola hidup sehat.
Sampai sejauh mana keterlibatan GSMA dalam percakapan ini dapat dilihat dari nilai reciprocal vertex and edge pairs ratio yang menunjukkan sejauh mana percakapan dengan warganet terbangun dengan baik.
Dalam membangun kehadiran GSMA di lingkungan digital, perlu langkah-langkah yang tepat serta strategis agar tujuan dapat tercapai. KIM (2016) merumuskan beberapa langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut.
Langkah mendasar yaitu rumusan visi dan misi misi yang terukur, audit komunikasi sebelumnya serta kebijakan, prosedur internal serta struktur organisasi yang mencukupi untuk menjalankan promosi kesehatan melalui ruang digital. Ketika fondasi dasar yang menunjukan keputusan dan kemauan untuk hadir dalang lingkungan digital telah terbangun, maka langkah selanjutnya lebih bersifat teknis.
Pertama, social listening dengan memanfaatkan big data untuk merumuskan stakeholders, key person, serta tema-tema dalam kata kunci dari percakapan di media sosial. Tahap ini merupakan langkah penting untuk merumuskan strategi dalam membangun percakapan di media sosial.
Kedua, pengembangan strategi desain komunikasi digital yang menentukan konten, tone berkomunikasi dan bagaimana sisi kreatif dalam keterlibatan percakapan diterapkan. Tone berkomunikasi ini merupakan salah satu hal yang perlu dan wajib dirumuskan agar keterlibatan dalam percakapan di media sosial dapat berjalan dengan baik.
Langkah berikutnya yaitu penerapan dan monitoring secara periodik. Hal ini untuk mengukur sejauh mana percakapan terbangun dan interaksi yang bersifat purposefull bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Langkah terakhir adalah melakukan evaluasi berdasarkan big data percakapan dengan memanfaatkan indikator indikator yang sesuai.
Kehadiran di ruang digital merupakan pilihan untuk membangun wajah organisasi baik dari lembaga publik maupun swasta. Bagi lembaga publik, kehadiran di ruang digital ini akan meningkatkan interaksi antara lembaga dengan masyarakat luas, dan membantu lembaga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Bahkan interaksi digital ini telah terbukti mampu mendorong terwujudnya perubahan bagi masyarakat luas.
**
Referensi:
Islm, T., Meng, H., Pitafi, A. H., Zafar, A. U., Sheikh, Z., Mubarik, M. S., & Liang, X. (2021). Why DO citizens engage in government social media accounts during COVID-19 pandemic? A comparative study. Telematics and Informatics, 62, 101619.
Wiiava, S. W., & Handoko, I. (2021). Examining a Covid-19 Twitter Hashtag Conversation in Indonesia: A Social Network Analysis Approach. 2021 15th International Conference on Ubiquitous Information Management and Communication (IMCOM).
KIM, C. M. Social media campaigns: Strategies for public relations and marketing. Routledge, 2016. 1315652374.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.