Strategi Pantik Sektor Properti yang Dihantui Retained Earning Minus

Hellington
Oleh Hellington
1 November 2023, 10:14
Hellington
Katadata/Bintan Insani

Pada November 2023, pemerintah memberikan insentif kepada sektor properti untuk meningkatkan permintaan di sektor tersebut. Insentif meliputi penggratisan pajak untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar melalui mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100%.

Artinya, setiap pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar, tak akan dikenakan PPN karena 100% akan ditanggung pemerintah. Pada 2024, insentif tersebut dipangkas menjadi 50%, yang berarti konsumen akan dikenai biaya PPN sebesar 50%.

Selain PPN DTP, pemerintah memberikan insentif untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), berupa bantuan biaya administrasi sebesar Rp 4 juta per pembelian untuk setiap MBR. Artinya, masyarakat yang masuk ke dalam golongan berpenghasilan rendah akan mendapatkan bantuan untuk membayar administrasi sebesar Rp 4 juta, saat melakukan pembelian rumah.

Anggaran yang disiapkan sebesar Rp 3,2 triliun untuk membiayai pelbagai insentif tersebut. Anggaran untuk membiayai skema insentif PPN DTP disiapkan dengan perincian: Rp 300 miliar untuk periode bebas PPN 100% pada November-Desember 2023; dan bebas PPN 50% sebesar Rp 1,7 triliun untuk 2024.

Sedangkan untuk membiayai skema bantuan biaya administrasi bagi MBR, pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp 300 miliar untuk periode November-Desember 2023 dan sebesar Rp 900 miliar untuk 2024.

Sebelumnya, pemerintah pernah memberikan insentif PPN DTP sebagai bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Maret-Desember 2021. Skema insentif itu berlanjut pada 2022 dengan jumlah sebesar 50% dari insentif PPN DTP 2021.

Pemberian insentif pada 2021 dianggap berhasil menggairahkan kembali sektor properti yang terhantam pandemi sejak 2020. Sejumlah emiten sektor properti mencetak pertumbuhan pendapatan seperti di bawah ini:

Badai Sektor Properti Belum Berlalu

Pelbagai insentif dibutuhkan untuk mendukung sektor properti. Mengapa? Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja yang signifikan. Ada 185 subsektor turunan yang dapat menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja produktif Indonesia.

Namun, pandemi Covid-19 melemahkan sektor ini. Kebijakan bekerja dari rumah (work from home/WFH) menurunkan permintaan atas produk residensial (rumah dan apartemen), produk komersial (ruko, ruang usaha, shop house, perkantoran), dan hospitality (mal, hotel dan lifestyle center), baik sewa maupun penjualan proyek.

Padahal, pendapatan perusahaan properti salah satunya bergantung pada jasa sewa gedung dan layanannya yang meliputi perkantoran, mal, hotel, dan lifestyle center. Pendapatan ini diklasifikasikan ke dalam pendapatan berulang atau disebut recurring income.

Sementara itu, perusahaan properti yang bergantung pada pendapatan dari penjualan proyek atau development income, kebanyakan mengalami kesulitan dalam memasarkan produk dan cenderung menunda launching proyek baru. 

Seperti dalam infografik di bawah ini yang menunjukkan turunnya permintaan properti komersial akibat pandemi Covid-19. Jenis permintaan tersebut mulai menurun hingga di bawah 0% pada kuartal I-2020. Saat itu, pertumbuhan indeks permintaan properti komersial berada di level -0,02%. Angkanya turun makin dalam menjadi -0.07% pada kuartal II-2020.

Turunnya permintaan dari seluruh segmen, terutama kategori sewa, membuat indeks permintaan properti komersial terpuruk. Segmen convention hall, hotel, dan apartemen yang mengandalkan pendapatan sewa, mengalami pelemahan permintaan terdalam. Ketiganya mengalami kemerosotan hingga -100%, -72,5%, dan -24,8% pada kuartal II-2020 dibandingkan kuartal sebelumnya.

Pemulihan ekonomi yang lambat pascapandemi, membuat situasi memburuk. Akibatnya, perusahaan properti secara keseluruhan mengalami kondisi financial distress.

Menelisik laporan keuangan berbagai perusahaan properti di BEI, banyak perusahaan properti yang melaporkan rugi bersih, arus kas negatif, rasio profitabilitas negatif, rasio solvabilitas memburuk, modal kerja negatif bahkan mencatatkan laba ditahan (retained earning) negatif.

Halaman:
Hellington
Hellington
Analis Anggaran Madya, Direktorat PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan
Editor: Dini Pramita

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...