Menelisik Pengabaian Hak Anak dari Bermain

Saskia Rosita Indasari
Oleh Saskia Rosita Indasari
5 April 2024, 15:14
Saskia Rosita Indasari dan Mickhael Rajagukguk
Katadata/Bintan Insani
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention on The Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak). Ini mempertegas keikutsertaan pemerintah dalam memenuhi hak anak di Indonesia.

Hak Tumbuh Kembang, menjadi satu dari empat hak anak yang beririsan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomor 4 tentang Pendidikan Berkualitas. Salah satu bagian penting dari hak tumbuh kembang tersebut adalah bagaimana anak dapat memperoleh ruang, kesempatan, dan jaminan, untuk mengembangkan kemampuannya melalui ragam metode, termasuk bermain, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 29 dan 31 Konvensi Hak Anak.

Namun sangat disayangkan bahwa hak dasar anak tersebut tidak diperoleh anak secara utuh. Riset berbasis asesmen melalui studi cohort yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) melalui program Build Our Kids’ Success (BOKS) pada awal tahun 2023, menjadi salah satu bukti masih belum terpenuhinya hak anak. Penelitian dilakukan di Kabupaten Manggarai dan Provinsi DKI Jakarta dengan melibatkan 382 responden, dari 49 sekolah penerima manfaat program.

Kelayakan dan Keterbatasan Fasilitas untuk Bermain Masih Menjadi Tantangan 

Dari penelitian itu, diketahui terdapat peningkatan akses terhadap fasilitas dan peralatan olahraga yang aman di kedua wilayah, yaitu dari 18,1% menjadi 41,9%. Indikator fasilitas dan peralatan olahraga yang disebut aman tersebut ditinjau dari ketersediaan, kualitas, proses edukasi oleh guru, serta intensitas akses anak terhadap fasilitas dan peralatan tersebut.

Di DKI Jakarta, keterbatasan lahan untuk bermain dan melaksanakan aktivitas fisik oleh anak di sekolah-sekolah menjadimasalah utama, di samping ada sebagian kecil sekolah yang mengalami kendala dalam memfasilitasi peralatan olahraga yang layak. Salah satu staf Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta mengatakan ketersediaan lapangan olahraga di Jakarta sering tidak memadai, karena terbatasnya lahan.

Sementara masalah yang dialami sekolah di Kabupaten Manggarai lebih pada kondisi lapangan yang tidak layak dan aman. Bahkan sebagian besar masuk kategori area yang curam. Selain itu, salah satu kepala sekolah di Manggarai mengatakan kalau fasilitas olahraga di sekolah memang belum lengkap.

“Pemanfaatan Dana BOS tergantung sekolah, dan cenderung hanya digunakan untuk menggaji guru,” ungkap salah satu staf di Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai.

Tidak jauh berbeda dengan di sekolah, sebagian besar anak juga masih belum memperoleh haknya untuk dapat mengakses lapangan atau tempat bermain di lingkungan sekitar. Parameter yang disebut nyaman dan aman tersebut dilihat dari penilaian anak terhadap ketersediaan dan kualitas fasilitas, akses ke lokasi, dan waktu tempuh menuju ke lokasi tersebut.

Namun, setelah melakukan konfirmasi melalui diskusi grup terfokus bersama anak dan orang tua pada kesempatan terpisah, anak lebih sering bermain di rumah ataupun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) pada konteks Jakarta.

Sementara, beberapa fasilitas RPTRA ditemukan sudah tidak layak pakai, sebagaimana pengakuan anak-anak. Hal ini tidak sejalan dengan definisi RPTRA sendiri, yang pada praktiknya justru tidak aksesibel dan aman bagi anak. Yang memprihatinkan, anak-anak yang tidak dapat mengakses RPTRA di sekitar rumahnya, acapkalibermain di jalan.

Salah satu murid di Jakarta mengatakan wahana bermain di RPTRA di dekat rumahnya sudah banyak yang rusak, aroma pesing juga menguar di sana. Sementara untuk ke RPTRA yang lebih jauh, mereka harus berhadapan dengan kendaraan yang lalu lalang. Maka untuk bermain-main mereka memilih di gang.

Pada konteks Kabupaten Manggarai jauh lebih parah, masih sangat sedikit fasilitas ruang ramah anak untuk beraktivitas fisik atau bermain di lingkungan sekitar. Bahkan masyarakat juga melontarkan kekecewaannya terhadap pemerintah setempat yang sangat minim perhatian kepada desa tersebut.

Penelitian tersebut menyimpulkan, bahkan di provinsi dan kota yang telah memperoleh penghargaan Kota Layak Anak seperti Jakarta sekalipun, masih luput untuk memenuhi hak dasar anak, khususnya dalam bermain atau mengeksplorasi minat bakat mereka melalui fasilitas-fasilitas yang mendukung.

Membaca Kembali Fokus Prioritas Anggaran Agar Berpihak pada Pengembangan SDM Anak

Fokus prioritas anggaran baik dari APBD maupun Dana BOS harusnya dapat lebih memihak kepada pengembangan SDM anak melalui fasilitas bermain yang layak, tanpa mengesampingkan pembiayaan honorarium atau pengembangan SDM guru. Indikasi praktik penyelewengan dari pengadaan fasilitas, melalui Dana BOS misalnya, dapat diminimalisir dengan sistem pengawasan dan akuntabilitas manajemen sekolah yang tertata baik.

Kemendikbud Ristek, pada konteks sekolah, perlu melakukan peninjauan kembali dan menyesuaikan kebutuhan sekolah, tanpa perlu membatasi ruang gerak anggaran terhadap pengadaan-pengadaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh sekolah.

Di samping itu, partisipasi dari para pemangku kepentingan sekolah, mulai dari pengawas sekolah hingga ke tingkat Dinas Pendidikan wilayah setempat, dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, untuk memastikan program dan pengadaan tepat sasaran dengan kebutuhan sekolah, khususnya dalam pemenuhan hak anak melalui fasilitas penunjang aktivitas fisik.

Pun demikian dengan pemerintah daerah, yang perlu memprioritaskan kembali penganggaran bagi tumbuh kembang anak melalui fasilitas yang layak dan ramah anak di lingkungan sekitar.

Tentunya butuh keberanian dan komitmen kuat dari pemerintah setempat untuk dapat merealisasikan pemenuhan hak anak, sebagaimana program BOKS dalam meningkatkan intensitas aktivitas fisik, mendistribusikan peralatan olahraga dan permainan tradisional, hingga mendukung edukasi gizi seimbang kepada anak-anak di sekolah dampingan.

Kolaborasi pemerintah bersama stakeholder terkait tentu sangat dibutuhkan sebagai bentuk dukungan pengembangan kemampuan kognitif, fisik, sosial, dan emosional anak, melalui fasilitas olahraga dan bermain yang layak.

***
Saskia Rosita Indasari– BOKS Project Team Leader, Wahana Visi Indonesia

Saskia Rosita Indasari
Saskia Rosita Indasari
BOKS Project Team Leader, Wahana Visi Indonesia
Editor: Dini Pramita

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...