Tantangan Tata Kelola Korporasi ASEAN di Pasar Global
Dalam dunia bisnis global yang semakin terhubung, Corporate Governance (CG) atau tata kelola perusahaan yang baik telah menjadi salah satu pilar utama dalam menciptakan keberlanjutan dan memitigasi risiko jangka panjang. Sebagai alat ukur utama, ESG rating (Environmental, Social, and Governance) dan CG assessment digunakan untuk menilai komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan dan standar tata kelola yang baik.
Meskipun keduanya bertujuan serupa, yakni mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik yang lebih baik, terdapat perbedaan signifikan dalam metodologi dan fokus penilaian. Pada akhirnya dapat menimbulkan ketidakkonsistenan terkait penilaian dalam aspek governance.
Artikel ini akan membahas pentingnya sinkronisasi antara parameter governance dalam ESG rating dan ASEAN CG Scorecard yang telah diterapkan di kawasan ASEAN. Artikel ini juga akan menggali tantangan yang dihadapi serta alternatif solusi yang bisa diambil untuk menciptakan penilaian yang konsisten dan transparan di pasar global.
Perbedaan Fokus Penilaian
ESG rating mengukur kinerja perusahaan dalam tiga pilar utama: Environmental (lingkungan), Social (sosial), dan Governance (tata kelola). Dalam aspek governance, ESG menilai perusahaan berdasarkan sejumlah kriteria secara luas, seperti transparansi pengelolaan, keberagaman pengurus, kebijakan etika, pengelolaan risiko, dan integritas perusahaan. Penilaian ini bersifat holistik, dengan fokus pada dampak jangka panjang perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan serta menilai komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan dan prinsip etika.
Sementara itu, CG assessment, seperti yang dilakukan dalam ASEAN Corporate Governance (CG) Scorecard, lebih terfokus pada lima area utama: struktur dewan, hak pemegang saham, pengungkapan informasi, audit dan transparansi, serta pengelolaan konflik kepentingan. Penilaian ini lebih berfokus pada aspek regulasi lokal yang diterapkan di negara-negara ASEAN, mencerminkan kebutuhan perusahaan yang beroperasi dalam wilayah ini. Perbedaan fokus dan cakupan penilaian ini memunculkan ketidakkonsistenan yang membingungkan bagi investor yang ingin membandingkan perusahaan antarnegara.
Konsistensi
Ketidakkonsistenan ini sangat mengganggu, mengingat perbedaan standar yang digunakan oleh lembaga pemeringkat ESG dan CG berbeda. Sebagai contoh, beberapa lembaga pemeringkat ESG lebih menekankan pada keberagaman dewan komisaris dan direksi atau pengelolaan risiko. Sementara lembaga lainnya lebih fokus pada transparansi atau integritas perusahaan. Hasilnya, perusahaan yang sama bisa mendapatkan skor berbeda secara diametral, sesuai metodologi.
Selain itu, perbedaan regulasi antarnegara ASEAN memperburuk ketidakjelasan ini. Negara-negara dengan standar yang lebih ketat dalam hal transparansi dan tata kelola, seperti Singapura, sering kali mendapatkan skor lebih tinggi dalam ASEAN CG Scorecard dibandingkan dengan negara-negara dengan regulasi yang lebih longgar, seperti Indonesia. Ini memperburuk ketidakpastian bagi investor dan kesulitan dalam membandingkan perusahaan di wilayah ASEAN.
Sebagai gambaran, suatu perusahaaaan di Indonesia, meskipun dapat meraih skor tinggi dalam ASEAN CG Scorecard, masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi standar governance ESG rating. Kendatipun perusahaan di Indonesia telah menunjukkan upaya signifikan dalam meningkatkan tata kelola perusahaan, tetapi ESG rating global mengharapkan komitmen yang lebih luas terkait keberlanjutan sosial, serta pengelolaan dampak lingkungan yang lebih komprehensif.
Sebagai hasilnya, meskipun perusahaan dimaksud dapat memenuhi standar tata kelola sesuai ASEAN CG Scorecard, mereka juga secara konsisten menyesuaikan kebijakan sosial dan lingkungan yang lebih mendalam. Alhasil, mendapatkan penilaian ESG terkini (Maret 2025) dengan rating AA sesuai MSCI Rating, sekaligus menjadi ESG champion di Indonesia. Namun, terkait parameter governance ESG rating menghasilkan skor yang rendah, berbanding terbalik dengan hasil penilaian ASEAN CG Scorecard yang mereka peroleh.
Pentingnya Sinkronisasi
Sinkronisasi antara ESG rating dan CG assessment sangat penting untuk mengatasi ketidakkonsistenan ini. Dengan adanya sinkronisasi yang lebih baik, perusahaan akan lebih mudah memahami standar tata kelola yang diharapkan dan tahu langkah-langkah yang perlu diambil untuk memenuhi harapan pasar global, domestik, dan lokal.
Ini juga akan memberikan manfaat besar bagi investor. Dengan standar yang lebih konsisten dan transparan, investor akan lebih mudah membandingkan kinerja tata kelola perusahaan di seluruh belahan bumi ini, yang akan mengurangi risiko investasi dan memfasilitasi keputusan yang lebih terinformasi.
Untuk mencapai sinkronisasi yang lebih baik, beberapa langkah strategis perlu diambil: Pertama, pengembangan pedoman internasional yang terpadu. Lembaga internasional seperti OECD dan ASEAN Corporate Governance Scorecard Taskforce serta lembaga rating ESG perlu berkolaborasi untuk merancang pedoman yang dapat mengintegrasikan standar ESG dalam CG Scorecard. Hal ini akan memungkinkan perusahaan di ASEAN memenuhi harapan global tanpa mengorbankan kepatuhan terhadap regulasi lokal. Penelitian oleh OECD tentang prinsip-prinsip CG (2015) memberikan pedoman yang dapat menjadi dasar untuk integrasi tersebut.
Kedua, penggunaan teknologi digital. Pemerintah dan lembaga regulasi di ASEAN dapat mengembangkan platform digital yang terintegrasi untuk menyatukan data dari kedua penilaian ini. Platform ini akan membantu investor dan perusahaan mengakses informasi yang lebih transparan dan akurat, memudahkan perbandingan antar perusahaan, dan mempercepat proses keputusan investasi. Teknologi digital dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses penilaian ESG dan CG.
Ketiga, kolaborasi sektor publik dan swasta. Kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta sangat penting untuk menciptakan regulasi yang lebih seragam dan mendukung penerapan standar ESG dan tata kelola perusahaan yang lebih baik di seluruh kawasan ASEAN. Inisiatif seperti ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) dapat memainkan peran kunci dalam menciptakan dialog antara sektor publik dan swasta untuk memajukan standar ini.
Keempat, edukasi dan pelatihan. Meningkatkan pemahaman perusahaan dan investor mengenai pentingnya tata kelola yang baik serta keberlanjutan adalah langkah kunci untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memiliki pemahaman yang memadai untuk beroperasi di pasar yang semakin kompleks ini. Pendidikan dan pelatihan mengenai standar ESG dan CG akan memastikan bahwa segenap pemangku kepentingan mengikuti tuntutan pasar yang semakin berkembang dan turbulence.
Konsistensi Sistem Penilaian
Sinkronisasi yang lebih baik antara ESG rating dan CG assessment bukan hanya pilihan, tetapi suatu kebutuhan mendesak dalam dunia bisnis yang semakin global. Melalui langkah-langkah konkret yang disebutkan di atas, pasar akan menjadi lebih transparan dan efisien. Perusahaan-perusahaan di ASEAN akan memiliki peluang yang lebih besar untuk menarik investasi internasional, sementara investor akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kualitas tata kelola yang diterapkan oleh perusahaan.
Dengan sinkronisasi yang lebih baik, pasar bisnis ASEAN akan lebih transparan, akuntabel, dan siap untuk menghadapi tantangan global di masa depan. Hal ini akan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, serta memperkuat daya saing perusahaan ASEAN di pasar global. Tanpa penyelarasan yang tepat, perusahaan ASEAN terus berada dalam dilema evaluasi yang bias, unggul di satu sisi, tersandung di sisi lainnya.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.
