Sudah Saatnya Memperkuat Ekosistem Pangan Lokal

M. Ikhsan Shiddieqy
Oleh M. Ikhsan Shiddieqy
23 September 2025, 06:05
M. Ikhsan Shiddieqy
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan demonstrasi yang berakhir ricuh pada 28-31 Agustus lalu telah mengganggu proses distribusi pangan di dalam negeri. Kondisi ini menunjukkan, kelangsungan tata niaga pangan sangat bergantung pada jalur distribusi.

Distribusi pangan merupakan proses yang sangat kompleks. Di dalamnya melibatkan banyak pihak dengan proses yang tidak singkat. Proses yang panjang ini tidak termasuk proses produksi di sektor hulu yang juga memakan waktu lama. Kompleksitas tersebut membuat distribusi pangan menjadi sangat rentan.

Menu makanan yang ada di atas piring kita terdiri dari bahan pangan yang telah menempuh perjalanan berbeda. Bahkan, setiap jenis bumbu yang digunakan, bukan tidak mungkin berasal dari tempat yang beragam. Masing-masing memiliki cerita dan pengalaman berbeda hingga tiba di atas piring kita.

Dalam semangkuk sop daging, misalnya, banyak negara dan manusia terlibat di dalamnya. Daging bisa saja berasal dari bakalan sapi potong yang berasal dari Australia. Sayur kol dan wortel mungkin ditanam di Wonosobo atau Malang. Bawang putih berasal dari Tiongkok.

Pupuk yang digunakan untuk menanam sayur juga kemungkinan berasal dari Rusia. Penggemukan sapi juga menggunakan jagung dan bungkil kedelai yang bisa saja berasal dari Amerika Serikat. Belum lagi alat dan mesin pertanian yang digunakan berasal dari tempat berbeda-beda pula.

Tantangan Distribusi

Susanne Freidberg dalam bukunya Fresh, A Perishable History (2009) mengingatkan, pangan yang segar dan sehat merupakan keinginan semua orang. Namun, mata rantai yang panjang membuatnya menjadi sulit. Tantangan besar dalam mata rantai pangan adalah menjaga pangan tetap segar dan sehat.

Berbagai teknologi dan inovasi terus bermunculan untuk menjaga kualitas pangan. Mulai dari teknologi pendingin yang dianggap terobosan besar pada awal abad ke-20, lalu beragam inovasi pada proses pengemasan pangan, hingga aplikasi nano-coating yang digunakan pada buah dan sayuran.

Alternatif lain dalam menjaga kesegaran dan keamanan pangan dapat dilakukan dengan memperkuat pangan lokal. Artinya, pangan yang dikonsumsi merupakan pangan berasal dari kawasan terdekat. Pangan ini melibatkan lebih sedikit orang dalam mata rantainya.

Pangan lokal memiliki food miles yang lebih singkat dibanding pangan lainnya. Food miles yaitu jarak yang ditempuh oleh produk pangan dari tempat ditanam hingga tempat dimakan (from farm to fork). Food miles tidak hanya mempengaruhi kualitas pangan, tetapi juga harga dan dampak lingkungan

Semakin jauh asal pangan, semakin tinggi pula kemungkinan emisi yang dihasilkan. Bayangkan, berapa banyak emisi transportasi yang dihasilkan untuk membawa pangan dari satu negara ke negara lain. Jalur darat distribusi pangan dalam satu negara juga tidak kalah kompleks.

Sebagian besar jalur darat untuk distribusi pangan menggunakan jalur yang sama dengan moda transportasi untuk mobilitas manusia. Hal ini membuat distribusi pangan menjadi rentan mengalami gangguan. Oleh karenanya, upaya memperpendek food miles dapat menjadi alternatif.

Di sejumlah negara, konsumsi pangan lokal dikampanyekan secara masif karena dianggap lebih sehat, ramah lingkungan, dan dapat memberdayakan ekonomi lokal. Gerakan ini muncul di berbagai negara dan organisasi dengan nama beragam, misalnya Eat What We Grow atau Local Food Initiatives.

Pertanian Keluarga

Indonesia memiliki sumber pangan lokal yang sangat beragam. Bahkan, pangan-pangan di sejumlah daerah sudah menjadi kearifan lokal yang berkembang turun temurun. Hal ini perlu diperkuat dengan meningkatkan produksi di sektor hulu dan meningkatkan konsumsinya di tengah masyarakat.

Ketergantungan pada satu jenis pangan sebagai pemenuhan pangan justru akan memperlemah ketahanan pangan masyarakat. Selain itu, memperkuat pangan lokal berarti membuka peluang ekonomi yang lebih besar bagi petani dan produsen pangan di sebuah kawasan. 

Sejalan dengan ini, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pernah menjadikan konsep family farming sebagai satu model solusi ketahanan pangan. Konsep ini menjadi tema peringatan Hari Pangan Sedunia pada 2014. Kemudian, PBB mengadopsinya dalam The UN Decade of Family Farming 2019-2028.

Family farming atau pertanian keluarga merupakan konsep pertanian yang dikelola oleh keluarga dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Pada masyarakat pedesaan di Indonesia, pertanian keluarga berperan signifikan dalam menyediakan pangan lokal yang beragam dan tentunya lebih aman.

Dengan mendukung pangan lokal dan family farming, Indonesia dapat menciptakan ekosistem pangan yang lebih kuat, mandiri, dan berkelanjutan. Kombinasi keduanya akan memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan keluarga petani, serta mengurangi dampak lingkungan akibat distribusi pangan yang panjang. 

Dukungan kebijakan yang konsisten, infrastruktur, dan pendampingan menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan adopsi pangan lokal. Terakhir, hal penting dan juga berat, adalah edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi produk lokal dan bagaimana hal ini berdampak positif terhadap ekonomi dan lingkungan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
M. Ikhsan Shiddieqy
M. Ikhsan Shiddieqy
Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...