Agripreneur Muda: Motor Inovasi dan Kemandirian Ekonomi Pertanian

Aventus Purnama Dep
Oleh Aventus Purnama Dep
1 November 2025, 06:05
Aventus Purnama Dep
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indonesia sejak lama dikenal sebagai negara agraris, dengan sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, hingga kehutanan. Pertanian berperan penting menjaga ketahanan pangan, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan desa. Bahkan saat pandemi Covid-19, sektor ini tetap tumbuh positif ketika sektor lain terkontraksi.

Namun, berbagai masalah masih menghambat kemajuan pertanian, seperti keterbatasan lahan, rendahnya produktivitas, minimnya adopsi teknologi, dan berkurangnya tenaga kerja. Tantangan paling serius adalah menurunnya minat generasi muda, karena pertanian kerap dianggap kotor, melelahkan, dan kurang bergengsi dibanding industri atau jasa.

Data Sensus Pertanian 2023 menunjukkan hanya 6,18 juta orang atau 21,93% petani berusia 19-39 tahun, sedangkan mayoritas (66,44%) berusia di atas 45 tahun. Dominasi petani tua ini menandakan regenerasi terhambat, sementara keberlanjutan pertanian sangat bergantung pada kehadiran pemuda.

Jika tren ini berlanjut, ketahanan pangan dan masa depan pertanian Indonesia akan terancam. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi, modernisasi, serta dukungan kebijakan yang mampu menjadikan pertanian sebagai pilihan karier yang menarik, menjanjikan, dan berdaya saing.

Dalam konteks inilah, agripreneur muda memegang peran penting. Mereka bukan hanya penerus petani, tetapi juga penggerak transformasi menuju pertanian modern, inovatif, dan kompetitif di tingkat nasional maupun global.

Bonus Demografi dan Tantangan Regenerasi Petani

Indonesia saat ini tengah berada dalam fase bonus demografi, yaitu kondisi ketika penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif. Periode ini diperkirakan berlangsung antara 2020 hingga 2035, dengan jumlah usia produktif mencapai lebih dari 60% dari total populasi. Bonus demografi dapat menjadi peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi apabila dikelola dengan baik, namun juga berpotensi menjadi beban apabila tidak dimanfaatkan secara tepat.

Jumlah anak usia 10-24 tahun di Indonesia pada tahun 2025 adalah sekitar 66,95 juta jiwa, yang merupakan gabungan dari kelompok umur 10-14 tahun, 15-19 tahun, dan 20-24 tahun, menurut data yang dirangkum dari (BPS, 2025). Sayangnya, banyak di antara mereka lebih memilih bekerja di sektor industri dan jasa yang dianggap lebih modern, bersih, serta bergengsi dibandingkan dengan pertanian. Persepsi negatif ini membuat regenerasi petani kian sulit, sementara ketahanan pangan nasional bisa terancam apabila tren tersebut berlanjut.

Temuan Mulema et al. (2020) menunjukkan bahwa hambatan utama keterlibatan pemuda dalam agribisnis meliputi keterbatasan modal, rendahnya keuntungan, dan orientasi pribadi. Kondisi ini sejalan dengan realitas di Indonesia yang menuntut adanya inovasi pembiayaan, penguatan jejaring pasar, serta strategi pembangunan yang mampu membuat sektor pertanian lebih menarik bagi generasi muda.

Peran Agripreneur Muda dalam Transformasi Pertanian

Agripreneur muda adalah generasi yang tidak hanya bertani, tetapi juga mengelola usaha pertanian secara inovatif, kreatif, dan berorientasi bisnis. Mereka melihat pertanian sebagai peluang menjanjikan, bukan sekadar pekerjaan subsisten.

Dengan semangat kewirausahaan, pemuda memanfaatkan teknologi digital, mekanisasi, dan pengolahan produk untuk menciptakan nilai tambah. Langkah ini menjadikan pertanian lebih modern, efisien, dan kompetitif.

Program ENABLE-TAAT di Kenya, Nigeria, dan Uganda membuktikan bahwa pemuda mampu meningkatkan pendapatan secara signifikan sekaligus memperkuat ketahanan pangan (Adeyanju et al., 2023). Penelitian Mmbengwa et al. (2021) menegaskan bahwa motivasi dan kreativitas menjadi faktor penting keberhasilan agribisnis.

Di Indonesia, generasi muda mengoptimalkan e-commerce, media sosial, dan strategi branding produk lokal. Upaya ini tidak hanya memperluas pasar, tetapi juga meningkatkan daya saing pertanian nasional di tengah persaingan global.

Hambatan yang Dihadapi Agripreneur Muda

Agripreneur muda di Indonesia menghadapi berbagai hambatan yang menghambat perkembangan usaha mereka. Masalah akses permodalan menjadi faktor utama karena prosedur pinjaman perbankan masih dianggap rumit dan tidak ramah bagi pemula. Selain itu, pendidikan kewirausahaan pertanian masih terbatas baik dari segi teori maupun praktik, sehingga kemampuan generasi muda dalam mengelola usaha belum sepenuhnya terasah.

Faktor lain yang turut memengaruhi adalah stigma sosial yang menganggap pertanian sebagai pekerjaan kurang bergengsi. Kondisi ini menurunkan minat pemuda untuk terjun ke sektor pertanian, meski peluang usaha cukup besar. Ditambah lagi, keterbatasan infrastruktur pertanian seperti irigasi, gudang penyimpanan, dan akses jalan membuat kegiatan produksi serta distribusi tidak berjalan efisien.

Penelitian Merung et al. (2019) di Manado menyarankan model bisnis kanvas berbasis jejaring sosial sebagai alternatif solusi. Model ini menekankan penciptaan nilai produk, penguatan kompetensi wirausaha muda, pembangunan infrastruktur, serta inovasi sosial. Meski demikian, model tersebut masih perlu divalidasi lebih lanjut agar sesuai dengan kebutuhan pasar. Hambatan-hambatan ini membuat generasi muda ragu memilih pertanian sebagai karier, padahal peran mereka sangat penting dalam transformasi menuju pertanian modern.

Strategi Penguatan Peran Agripreneur Muda

Untuk menjawab tantangan agripreneur muda, perlu strategi penguatan yang terarah. Salah satunya membangun citra positif pertanian melalui pendidikan dan kampanye publik agar dipandang sebagai profesi modern dan bernilai ekonomi.

Akses permodalan juga harus dipermudah, misalnya melalui KUR pertanian dengan prosedur sederhana atau pengembangan lembaga keuangan mikro komunitas sebagai alternatif.

Penguatan kapasitas dapat dilakukan lewat pelatihan dan inkubasi berbasis teknologi. Faridatussalam et al. (2023) menegaskan bahwa metode learning by doing efektif menumbuhkan mental kewirausahaan pada pemuda.

Selain itu, sinergi multipihak sangat penting. Pemerintah, universitas, koperasi, swasta, dan startup agritech perlu berkolaborasi untuk menyediakan pasar, teknologi, dan pendampingan yang relevan.

Laia et al. (2025) menekankan pentingnya keberanian mengambil risiko dan menciptakan peluang baru. Dengan strategi komprehensif, agripreneur muda dapat menjadi motor transformasi pertanian yang modern, kompetitif, dan berkelanjutan.

Program Pemerintah untuk Mendorong Agripreneur Muda

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah meluncurkan program Petani Milenial, YESS (Youth Entrepreneurship and Employment Support Services), serta Pertanian Modern berbasis teknologi. Program ini memberikan akses modal, pelatihan, pendampingan, hingga infrastruktur bagi pemuda untuk terjun ke sektor pertanian.

Selain itu, dukungan kebijakan hadir melalui Perpres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional (PKN) yang menekankan strategi pentahelix dalam membangun ekosistem kewirausahaan. Pendekatan ini mengintegrasikan peran pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media untuk mempercepat tumbuhnya wirausaha muda.

Kondisi pemuda Indonesia cukup menantang, karena data Sakernas 2021 menunjukkan 63% pengangguran berasal dari kelompok usia muda. Pandemi Covid-19 semakin memperburuk situasi ini. Meski demikian, tingginya minat berwirausaha menjadi peluang besar untuk menekan angka pengangguran.

Hambatan utama tetap ada, seperti keterbatasan kompetensi kewirausahaan, minimnya dukungan keluarga, sempitnya akses permodalan, dan kesulitan menembus pasar. Kondisi ini menuntut kebijakan yang tidak hanya menyediakan program, tetapi juga memastikan keberlanjutan dan relevansi dengan kebutuhan pemuda.

Menjawab tantangan tersebut, pemerintah menyusun Strategi Nasional (Stranas) Kewirausahaan Pemuda. Stranas memuat lima strategi: membangun kompetensi kewirausahaan, membuka akses pasar, memperluas permodalan, meningkatkan dukungan keluarga dan masyarakat, serta memperkuat kelembagaan agar tercipta iklim usaha kondusif.

Pelaksanaan Stranas menekankan sinergi multipihak, keberlanjutan, adaptasi teknologi, serta kesesuaian kondisi daerah. Peran pemerintah pusat dan provinsi lebih pada fasilitasi, sementara kabupaten/kota fokus di lapangan. Agar berhasil, dibutuhkan komitmen berupa dukungan anggaran, pemantauan, dan evaluasi. Dengan momentum bonus demografi, penguatan kewirausahaan pemuda menjadi peluang strategis untuk menciptakan lapangan kerja, menekan pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Agripreneur muda berperan penting dalam regenerasi petani dan transformasi pertanian Indonesia. Dengan inovasi dan dukungan kebijakan, mereka dapat mengatasi hambatan dan menjadi fondasi kemandirian ekonomi pertanian. Keberhasilan mereka akan menentukan ketahanan pangan dan daya saing bangsa di masa depan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Aventus Purnama Dep
Aventus Purnama Dep
Mahasiswa Magister Sains Agribisnis Institut Pertanian Bogor

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...