Menuju Bali Bebas Emisi pada 2045

Fabby Tumiwa
Oleh Fabby Tumiwa
20 November 2025, 06:05
Fabby Tumiwa
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Di tengah berlangsungnya COP30 di Brasil pada akhir 2025 ini, ketika negara-negara berkumpul untuk meningkatkan ambisi iklim global dan memperkuat aksi mitigasi, Bali justru mendapat pengingat keras tentang urgensi transisi energi di tingkat lokal. 

Warga Bali tak mungkin lupa bahwa pada tahun 2025 ini mereka mengalami pemadaman total selama 12 jam. Blackout melumpuhkan aktivitas warga dan menghentikan layanan publik. Restoran, hotel, hingga pusat perbelanjaan harus menghentikan layanan, kerugian ekonomi yang signifikan. Peristiwa ini, seperti juga pemadaman pada 2018 karena gangguan interkoneksi, adalah peringatan keras yang membuktikan sistem kelistrikan Bali amat rapuh.

Kerapuhan ini berpangkal pada ketergantungan pada energi fosil. Dengan kebutuhan listrik Bali mencapai 1.461 MW, sebanyak 76% pasokan listrik Bali dipasok BBM, gas dan batu bara. Sisanya dipasok oleh kabel interkoneksi Jawa-Bali yang listriknya juga bersumber dari PLTU. Kebutuhan ini juga bertumbuh 7%-8% setiap tahun membuat Bali harus menambah 50-100 MW kapasitas per tahun jika tidak ingin pertumbuhan ekonomi jangka panjang terganggu. 

Pemadaman listrik hanya simptom yang menunjukkan kerentanan energi. Pertumbuhan permintaan yang tidak seimbang atau terjadinya gangguan pasokan bisa membuat pemadaman listrik terjadi kapan saja.

Untuk mengatasi kerentanan ini, rakyat dan pemerintah Bali mencanangkan Bali bebas emisi 2045. Targetnya ambisius: emisi gas rumah kaca kelistrikan Bali menjadi nol-bersih sehingga sistem kelistrikan 100% berbasis energi terbarukan pada 2045. Ini bukan sekadar visi, melainkan keharusan strategis untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan memperkuat daya tarik Bali sebagai destinasi wisata hijau.

Bali dan juga Indonesia punya potensi energi terbarukan yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya hari ini dan di masa depan. Riset IESR menunjukkan Bali berpotensi mencapai dekarbonisasi 15 tahun lebih cepat dibanding target nasional. Kombinasi antara ketersediaan sumber daya energi terbarukan, teknologi yang semakin handal dan terjangkau, memungkinkan pengembangan sistem kelistrikan melakukan dekarbonisasi dan melompat langsung dari energi fosil ke energi terbarukan.

Bali tidak perlu melalui fase transisi menggunakan gas dan menghindari penambahan pembangkit fossil baru tapi dapat mengoptimalkan potensi energi terbarukan. Ada dua alasan penting. 

Pertama, biaya teknologi energi bersih khususnya PLTS dan battery turun drastis. Kombinasi kedua teknologi ini memberikan penyediaan listrik yang andal dan kompetitif.

Kedua, pembangunan infrastruktur gas akan menciptakan risiko carbon lock-in yang mengintai. Jika hari ini membangun infrastruktur gas besar-besaran, kita berpeluang terjebak dalam ketergantungan pada energi fosil untuk jangka waktu lama—seperti halnya PLTU batu bara yang kini membebani masa depan dan mengancam iklim dunia.

Peluang untuk melakukan lompatan ini ada. Modal terbesar adalah sinar matahari yang melimpah, tersedia sepanjang tahun. Tenaga surya memiliki potensi 21 GW. Sisanya ada angin 515 MW dan panas bumi 127 MW. Jika dimanfaatkan secara maksimal, digabungkan dengan efisiensi energi, proyeksi kebutuhan listrik Bali tahun 2045 sebesar 44,71 TWh bisa dipenuhi sepenuhnya dengan energi terbarukan.

Untuk mencapai target tersebut, Peta Jalan Bali Net-Zero 2045 disusun dan telah diluncurkan pada 15 Juli 2025 oleh Gubernur Bali. Dokumen ini memiliki rencana rinci empat tahap. Tahap awal fokus pada pengembangan PLTS atap dan pembangkit-pembangkit energi terbarukan skala kecil di desa-desa untuk mensubstitusi permintaan listrik. 

Setelah itu, masuk integrasi energi angin, biomassa, penyimpanan energi (baterai) dan penguatan jaringan tenaga listrik. Dalam jangka panjang, mempersiapkan opsi hidrogen dan amonia hijau untuk menggantikan gas fosil. Peta jalan ini memberi arah, agar transformasi berjalan bertahap namun konsisten.

Transformasi sistem kelistrikan melalui visi Bali bebas emisi di 2045 dimulai di Nusa Penida, yang menargetkan 100% energi terbarukan pada 2030. Kebutuhan listrik sekitar 20 MW di 2030 akan disuplai PLTS, PLTB, baterai, dan pembangkit biomassa. Ke depan, integrasi teknologi energi laut bisa dilakukan jika teknologinya semakin handal dan kompetitif. Jika berhasil, model mini grid bersih di Nusa Penida bisa direplikasi ke wilayah lain.

Tetapi jalan transisi tak diharapkan selalu mulus. Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran penting bahwa masa depan tidak pasti dan perencanaan sistem kelistrikan tidak mudah mengantisipasinya. Di kala itu permintaan listrik merosot tajam karena aktivitas ekonomi menurun. 

PLN mengalami kelebihan pasokan daya sehingga membatasi pemasangan PLTS Atap baru. Ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya perencanaan infrastruktur kelistrikan yang adaptif terhadap kondisi pasar dan kebutuhan jangka panjang.

Tantangan lainnya adalah rencana dan eksekusi pengembangan infrastruktur kelistrikan di Bali tidak dalam kendali pemerintah provinsi tapi ada di tangan PLN dan Kementerian ESDM. Rencana pengembangan infrastruktur kelistrikan dari mereka, tidak selalu selaras dengan visi Bali Net-Zero 2045 dan 100% energi terbarukan, dengan pertimbangan yang kompleks. Hal ini membutuhkan kolaborasi, dialog yang terus menerus, kerja sama dan penyelarasan antara pemerintah provinsi Bali dengan PLN dan Kementerian ESDM.

Berbagai tantangan bisa diatasi jika lima faktor penting yang mendukung pencapaian visi ini dilaksanakan. Pertama, komitmen politik yang konsisten dari pemerintah daerah dan masyarakat. Transisi bukan hanya tugas gubernur, tapi juga legislatif, desa adat, pelaku usaha, hingga masyarakat. 

Kedua, sinergi dengan kebijakan nasional, khususnya RUPTL PLN yang wajib memberi ruang yang lebih besar bagi pengembangan energi terbarukan. Ketiga, sektor pariwisata, sebagai tulang punggung ekonomi Bali, bisa menjadi pionir adopsi PLTS atap secara besar-besaran. 

Keempat, transformasi energi bersih membutuhkan investasi besar. Pemerintah pusat harus menyiapkan paket insentif fiskal dan memobilisasi kerja sama dengan lembaga keuangan internasional untuk pendanaan konsesi dan blended finance. Kelima, koordinasi antarpihak dan pemantauan melalui evaluasi berkala yang bisa diakses publik, agar semua pihak percaya dan ikut mengawal pencapaian visi ini.

Kesuksesan Bali, yang didukung nilai-nilai Tri Hita Karana, dapat berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca dunia, yang setiap tahun dinegosiasikan pada konferensi perubahan iklim yang saat ini tengah berlangsung di Brasil (10-21 November 2025) yang mencapai tahun ke-30 setelah diratifikasi tahun 1994. 

Di 2030, dunia juga masih harus menurunkan emisi gas rumah kaca 40% dari emisi di 2010. Indonesia sendiri harus mencapai puncak emisi kelistrikan sebelum 2030, jika ingin konsisten dengan target temperatur di bawah 2 derajat yang diamanatkan oleh Paris Agreement.

Langkah Bali juga dapat menjadi inspirasi bagi provinsi lain seperti NTB, NTT, atau Sulawesi mempercepat transisi energi. Ini bukan sekedar mengurangi emisi tapi langkah strategis untuk memperkuat ketahanan energi lokal melalui demokratisasi pemanfaatan energi terbarukan, mengurangi risiko fluktuasi harga komoditas energi global, membuka lapangan kerja hijau, menekan biaya kesehatan akibat polusi dan meningkatkan kemandirian daerah, serta mendukung pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden Prabowo.

Transisi energi, walaupun sukar dan membutuhkan proses yang kompleks, tapi bukan utopia. Bali telah memulainya. Yang dibutuhkan kini adalah komitmen politik yang kokoh, konsistensi mengutamakan pemanfaatan energi terbarukan, dan gotong royong semua pihak untuk menuntaskan perjalanan ini.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Fabby Tumiwa
Fabby Tumiwa
CEO Institute for Essential Services Reform (IESR)

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...