Program ekonomi pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) sama-sama menawarkan angin surga kebijakan ekonomi yang populis di Pemilihan Presiden (Pilpres 2019). Persoalannya, duet Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan lebih sulit menjajakan agendanya karena publik akan membandingkan dengan kinerja pemerintahan saat ini. Bagaimana peluang pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggaet suara pemilih lewat program ekonominya?
Pekan lalu, kedua pasangan calon resmi menyerahkan visi dan misi kampanye serta program aksi mereka ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Misi yang disampaikan mencakup tujuan pembangunan di sektor ekonomi dan kesejahteraan, lingkungan hidup dan sosial, manusia dan kebudayaan, hukum dan keadilan, serta pertahanan dan keamanan. Misi tersebut lantas diuraikan lebih rinci dan riil menjadi beberapa program aksi.
Dalam visi untuk sektor ekonomi, Jokowi-Ma'ruf menancapkan tujuan peningkatan kualitas manusia Indonesia, struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing serta pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Sementara Prabowo-Sandi mencanangkan misi mendorong ekonomi dari sumber pertumbuhan baru, menjaga harga kebutuhan pokok dan daya beli masyarakat, serta mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial ekonomi.
Adapun program aksi sektor ekonomi yang ditetapkan Jokowi-Ma'ruf antara lain peningkatan nilai tambah dari infrastruktur, menyokong revolusi industri 4.0, mempertajam reformasi struktural ekonomi dan fiskal, redistribusi aset, mengembangkan produktivitas dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi, reformasi sistem jaminan perlindungan sosial, pemanfaatan Dana Desa, serta mengembangkan potensi ekonomi daerah.
Sementara program aksi bidang ekonomi Prabowo-Sandi antara lain meningkatkan kesejahteraan petani, meningkatkan upah minimum untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, meningkatkan iuran dana pensiun, menciptkan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan usaha dengan menghapus birokrasi yang menghambat dan reformasi perpajakan agar lebih merangsang gairah berusaha dan meningkatkan daya saing.
(Baca: Perbandingan Visi Misi Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi)
Secara umum, meski ada perbedaan dalam rumusan dan fokus perhatian, tetapi tema yang diangkat tetap serupa seperti menjaga pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Persamaan lainnya, semua pasangan calon menjanjikan kebijakan populis seperti resdistribusi aset, reformasi sistem jaminan perlindungan sosial, meningkatkan upah minimum, dan daya beli masyarakat.
Menurut Direktur Penelitian Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, saat kampanye, misi dan program ekonomi setiap pasangan capres-cawapres lazimnya akan memberikan angin surga. Ia mencontohkan program aksi ekonomi Presiden Joko Widodo saat kampanye di Pilpres 2014 -yang terkenal dengan sebutan Nawa Cita- menjanjikan Indonesia berswasembada pangan dalam tiga tahun masa pemerintahannya.
Tak cuma swasembada beras, Jokowi bahkan menjanjikan akan menghentikan impor pangan kalau terpilih menjadi presiden. Tapi realitasnya, sampai sekarang janji-janji tersebut juga belum terwujud. Karena itu, posisi Jokowi relatif lebih sulit dalam menjajakan agenda populisnya karena publik akan membandingkan dengan kinerjanya saat ini.
Karena itulah, menurut Irma Suryani Chaniago, Juru bicara Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf, isu bidang ekonomi yang utama akan banyak mempromosikan prestasi petahana selama ini seperti kemajuan pembanguan infrastruktur, meski juga akan menyinggung tema lain yang menjadi program-program baru Jokowi-Ma'ruf. "Kami kana bicara apa yang sudah, sedang, dan akan dilaksanakan," katanya
(Baca: Pencapaian Positif Ekonomi Jadi Jualan Utama Tim Kampanye Jokowi)
Menurut Faisal, problem yang sama sesungguhnya juga akan dihadapi Prabowo. Saat ini, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut bisa memberikan angin surga untuk mengurangi utang serta menggunakan kekayaan negara untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat. Tapi kalau nanti terpilih, ia akan menghadapi masalah yang sama dengan Jokowi.
Meski demikian, sebagai penantang, Prabowo-Sandiaga bisa menjanjikan perubahan dari kondisi ekonomi yang dinilai belum bisa diperbaiki Jokowi. Setidaknya, menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, program yang ditawarkan Prabowo sudah cukup detail langsung menuju ke jantung masalah ekonomi.
Beberapa program aksi yang dicanangkan Prabowo memang cukup detail seperti meningkatkan daya beli masyarakat dengan menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk orang pribadi. Prabowo juga menjanjikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal pertama untuk meringankan beban hidup masyarakat.
(Baca: Cara Dua Kandidat Presiden Membereskan Masalah Lapangan Pekerjaan)
Namun, pengamat politik dari Lembaga Survei Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio menilai, Prabowo Subianto perlu menghadirkan konten pesan komunikasi yang berbeda dari sebelumnya. Sebab, narasi kebijakan ekonomi populis dan nasionalisme ekonomi merupakan pengulangan wacana Prabowo sebelumnya dan yang juga sudah dijanjikan Jokowi di Pilpres sebelumnya.
"Saran saya sebaiknya Prabowo berubah, jangan lagi bicara nasionalisme, tetapi menghadirkan solusi kreatif," katanya.
Sandiaga Uno untungnya mampu menghadirkan pesan komunikasi tersebut. Menurut Hendri, gagasan Sandiaga Uno untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga dan juga menasionalkan program "One Kecamatan One Center of Entreprenuership" (OK OCE) menjadi jawaban kreatif yang ditunggu-tunggu masyarakat. Ini secara otomatis akan memperkuat kampanye dari program yang disampaikan.