Orang hilir mudik dari satu toko ke toko lain menyeret koper adalah pemandangan yang biasa di Pasar Pratunam, Bangkok, Thailand. Meski areanya tak seluas Tanah Abang, pasar ini adalah salah satu tujuan belanja pakaian grosir favorit di Asia Tenggara, termasuk bagi orang-orang Indonesia.
Saat Katadata.co.id mengunjungi Pasar Pratunam pada pertengahan November 2024, terlihat sejumlah orang Indonesia berbelanja di pasar yang hanya buka hingga sore hari ini. Salah satunya Nabila, 25 tahun, admin toko belanja daring Gabriela Room.
Ia tengah mengukur pakaian dengan meteran di salah satu toko yang ada di Pasar Pratunam sambil sesekali menanyakan harga ke pedagang toko. "Biasanya pembeli butuh rincian ukuran baju," ujar Nabila saat berbincang dengan Katadata.co.id.
Perempuan asal Medan ini bercerita, baru tiga hari bekerja sebagai admin. Namun, ia rencananya akan tinggal selama 30 hari di Bangkok sesuai dengan batas maksimal izin tinggal turis menggunakan visa on arrival di negara tersebut untuk mengurus pesanan jasa titip atau jastip toko belanja tempatnya bekerja.
"Setiap hari bisa belanja 20-30 potong pakaian. Enggak hanya dari Pasar Pratunam, tapi juga Platinum, December's," katanya.
Platinum dan December's adalah dua lokasi belanja pakaian yang berada tepat di seberang Pasar Pratunam. Barang-barang yang dijual di ketiga pasar ini nyaris serupa dengan harga yang hampir sama. Namun, Pasar Pratunam menawarkan harga lebih murah karena dapat menjual dengan harga grosir minimal pembelian tiga potong pakaian.
Banyak orang Indonesia yang berpapasan dengan Katadata.co.id saat mengunjungi ketiga lokasi belanja tersebut. Ada beberapa yang terlihat menggelar siaran langsung atau live shopping di media sosial atau platform belanja, menawarkan baju yang dijual di salah satu toko dalam bahasa Indonesia.
Nabila menjelaskan, barang yang dijual di Bangkok memiliki kualitas bahan yang bagus dengan harga yang murah. Model-model yang ditawarkan juga lebih modis dan terkini. "Kami biasanya jual lagi di atas 100% harga jual di sini," ujar dia.
Menurut dia, pemilik toko daring tempatnya bekerja sudah memiliki pasar tersendiri. Toko daring mereka juga tidak hanya melayani jasa titip pakaian dari Bangkok, tetapi sering pula dari Cina dan Jepang.
Selain melayani jasa titip, toko mereka juga menyetok sejumlah pakaian untuk dijual kembali di Indonesia. Barang-barang yang dibelanjakan dikirim melalui kargo dari Bangkok ke Jakarta. Tarif kargo bervariasi, tetapi berkisar Rp 90 ribu per kg.
Berdasarkan pantauan Katadata.co.id, harga pakaian yang dijual di Bangkok memang lebih murah dibandingkan yang dijual di Indonesia. Atasan model kaos atau crop top misalnya, dijual dengan harga mulai 100 baht atau sekitar Rp 47 ribu dengan kurs Rp 470/baht. Celana panjang katun dijual dengan kualitas mirip yang dijual jaringan toko pakaian retail Jepang dapat diperoleh dengan harga 250 baht atau sekitar Rp 117 ribu.
Ada pula dress dengan harga mulai 200 baht atau Rp 97 ribu. Pasar Pratunam, pembelian minimal 3 potong dapat memperoleh harga grosir yang cukup menarik. Sebagai contoh, kemeja perempuan katun lengan panjang yang dijual satuan seharga 250 baht, dapat diperoleh dengan harga 590 baht atau Rp 277 ribu untuk pembelian 3 potong. Barang yang dipilih pun tak harus benar-benar serupa, dapat berbeda warna meski dengan model yang sama.
Selain ketiga lokasi tersebut yang memang secara jarak berdekatan, ada pula Pasar Chatuchak, yang menjadi tujuan belanja. Namun, pasar ini hanya ramai pada akhir pekan dan menawarkan harga yang lebih mahal dibandingkan Platinum, Pratunam, dan December's karena merupakan kawasan belanja turis.
Mudahnya Berbisnis Jastip Bangkok
Nabila bercerita, ketiga pasar tekstil itu memang menjadi tujuan belanja grosir tak hanya bagi warga lokal dan orang Indonesia, tetapi juga negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina. Harga yang murah, model pakaian yang modis, dan kualitas yang lebih bagus menjadi alasannya.
Fanny Fabriana. 32 tahun, bahkan punya cara lain menjual barang Bangkok dengan lebih murah. Ia memesan langsung dari toko-toko yang sebelumnya telah disurvei untuk kemudian dikirimkan melalui kargo. “Ini membuat barang yang saya jual bisa lebih murah dibandingkan yang lain.” ujar dia.
Ia mengaku tak mengambil margin sebesar para penjual barang dari bangkok lainnya yang berbelanja langsung karena tak perlu menghitung biaya tiket dan penginapan jika berbelanja langsung ke negara tersebut. Omzetnya mencapai puluhan juta rupiah setiap bulan.
Selain harga barang yang murah dengan kualitas bagus, Bangkok menjadi tujuan berbelanja di Asia Tenggara karena lokasinya yang strategis. Harga tiket dari Jakarta ke Bangkok dapat diperoleh mulai dari Rp 2 juta untuk penerbangan pulang pergi dengan maskapai berbiaya murah atau low cost carrier/LCC. Akses masuk ke Negara Gajah ini pun mudah, tak memerlukan visa.
Saat Katadata.co.id berkunjung ke negara tersebut, tak ada satu pun dokumen yang perlu diisi sebelum masuk maupun saat di bandara. Negara ini memang memiliki syarat bagi pelancongnya untuk membawa uang tunai minilai 15 ribu baht atau sekitar Rp 6 juta, tetapi pengecekan kemungkinan dilakukan secara acak.
Selain itu, sebagian besar toko di Pasar Pratunam, Platinum, dan December's juga hanya menerima uang tunai meski ada yang sudah dapat menggunakan layanan pembayaran dengan QRcode yang dapat ditransaksikan dengan QRIS.
Para pelaku yang baru memulai jastip pun dapat dengan mudah mendapatkan berbagai informasi melalui sosial media. Banyak informasi rekomendasi toko-toko yang menarik di ketiga pusat belanja tekstil Bangkok itu hingga pilihan kargo yang dapat dipilih di media sosial, seperti Youtube dan Tiktok.
Barang-barang yang sudah dibelanjakan untuk dibawa ke Indonesia dapat dikirim melalui kargo dengan tarif yang lebih murah dibandingkan biaya bagasi pesawat. Jasa pengiriman kargo tersedia di sekitar kawasan belanja dengan biaya berkisar Rp 90 ribu per kg.
Perusahaan jasa kargo yang dihubungi Katadata.co.id. Blueray Kargo menyebut bahwa biaya pengiriman yang mereka kenakan sudah mencakup pajak dan bea cukai. Biayanya bervariasi, tergantung lokasi pengiriman.
Ceruk Pasar Jastip Bangkok
Sekalipun barang-barang tersebut dijual dengan harga dua kali lipat di Indonesia, ceruk pasarnya cukup besar. Beberapa penjual jastip memiliki grup whatsapp untuk berkomunikasi dengan para calon pembeli mereka. Mereka memiliki anggota puluhan hingga ratusan orang.
Salah satunya, Yunengsih Indah, 28 tahun, yang menjadi anggota di dua whatsapp group jastip Bangkok. Hampir setiap bulan, ada saja yang dibelanjakan melalui jastip dari Bangkok. “Macam-macam yang dibeli, tapi kebanyakan baju dan makanan,” ujar perempuan yang akrab disapa Ayu ini.
Menurut dia, baju yang dijual dari Bangkok memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan Tanah Abang. Kualitasnya hampir serupa dengan yang dijual di mal dengan harga yang jauh lebih murah.
“Rata-rata harganya Rp 200 ribu-Rp 350 ribu. Dengan kualitas yang sama, biasanya lebih mahal beli di Jakarta,” kata dia.
Eka Tamara, 32 tahun, pernah beberapa kali tergiur berbelanja lewat jastip dari Bangkok. Salah satu barang yang pernah dia beli adalah celana legging dengan harga Rp 200 ribu. "Modelnya lucu dan teriming-imingi penjual. Waktu itu model yang seperti itu belum banyak di Indonesia," ujar dia.
Menurut Eka, harga yang ditawarkan lewat jastip sebenarnya lebih murah jika dibandingkan barang dengan kualitas sejenis. Namun, ia yang baru berkunjung dari Bangkok, menyadari harga yang dijual lewat jastip hampir dua kali lipat jika membeli langsung di Bangkok.
Mengapa Pakaian di Bangkok Lebih Murah?
Pakaian yang dijual di Pasar Pratunam, Platinum, dan December's tak seluruhnya merupakan produk lokal. Banyak pula barang-barang asal Cina yang dijual mereka. Menurut pantauan Katadata.co.id, salah satu merek Cina yang banyak muncul di ketiga lokasi belanja tersebut adalah Shein, yang merupakan raksasa fasyen di negara asalnya.
Ada beberapa alasan barang tekstil di Thailand lebih murah dibandingkan Indonesia. Salah satunya kebijakan pemerintah Thailand yang mendukung industri tekstil. Menurut CEO Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Anton Rizky, Thailand dan Vietnam memiliki kebijakan yang lebih mendukung bagi industri tekstil ketimbang yang dimiliki Indonesia saat ini.
"Kami pernah buat kajian, Thailand dan Vietnam mampu bergabung dengan rantai pasok global, Indonesia masih kurang. Mereka mempermudah impor untuk bahan baku yang belum mereka bisa produksi," ujar dia.
Sementara di Indonesia, menurut dia, aturan pembatasan impor tak hanya berdampak pada barang konsumsi tetapi juga produksi yang pada akhirnya menyulitkan pelaku industri.
Thailand juga memiliki insentif pajak, pengurangan tarif bea cukai, dan subsidi bagi perusahaan tekstil yang berinvestasi dalam infrastruktur atau teknologi baru. Negara ini juga memiliki beberapa zona ekonomi khusus yang menawarkan insentif tambahan seperti pengurangan pajak atau pembebasan pajak untuk menarik investasi asing di sektor manufaktur, termasuk tekstil.
Namun, Kepala Pusat Kajian Industri Perdagangan dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menilai, industri tekstil Thailand juga kewalahan dengan banjirnya barang dari Cina. Negara panda ini tengah mengalami kelebihan kapasitas produksi sehingga mengincar pasar ASEAN, termasuk Thailand.
Barang asal Cina yang masuk ke pasar Thailand dapat diperoleh lebih murah dibandingkan di Indonesia karena lokasi yang lebih dekat dan biaya pelabuhan yang lebih efisien di negara tersebut. Thailand uga tidak mengenakan pajak atau bea masuk tambahan untuk produk tekstil asal Cina ,seperti yang dikenakan oleh Indonesia.
Nasib Pusat Grosir Terbesar di Asean Tanah Abang
Indonesia memiliki pusat grosir terbesar di Asia Tenggara, yakni Tanah Abang. Banyak turis di Asia Tenggara, seperti dari Malaysia dan Brunei Darussalam yang berbelanja di Tanah Abang. Namun, pamornya mulai meredup beberapa tahun terakhir. Kini, Tanah Abang justru menyulap sebagian area-nya dengan mana Litle Bangkok, yang kini cukup ramai dikunjungi.
Salah satu karyawan toko Selgio di Tanah Abang, Berlian bercerita, tokonya kini tak seramai beberapa tahun silam. Meski penjualan tengah meningkat karena momentum Natal, tetapi omzetnya turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Berlian mengatakan tokonya masih dikunjungi pelanggan asing dari Malaysia, Thailand, Filipina, hingga negara-negara di Eropa. Namun, kini pelanggan asing lebih banyak hanya melihat-lihat ketimbang membeli.
"Pengunjung asing selalu terlihat, tapi aktivitas transaksi dari mereka mulai berkurang, sama halnya dengan pelanggan domestik. Pelanggan saat ini lebih banyak mengunjungi Pasar Tanah Abang untuk jalan-jalan dibandingkan belanja," kata Berlian kepada Katadata.co.id, pekan lalu.
Berlian mendata omzet tokonya susut secara tahunan sekitar 10% dibandingkan tahun lalu dan lebih dalam jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Adapun barang-barang di tokonya berasal dari penjahit lokal yang mengolah kain produksi dalam negeri.
Karyawan Toko Mutiara, Feby, mencatat penurunan omzet di tokonya hingga 30% secara tahunan. Pria kelahiran 2001 ini menilai tingkat kunjungan dan transaksi terendah di tokonya terjadi pada Oktober 2024.
"Transaksi kami lebih baik pada 2023. Tahun ini perekonomian memang lagi turun, jadi semua penjualan toko secara daring dan luring sama-sama lesu," kata Feby.
Di sisi lain, Karyawan W Studio, Poww, menyebutkan tingkat transaksi pada bulan ini merupakan yang tertinggi sepanjang tahun. Perempuan berusia 25 tahun yang berdagang di Little Bangkok ini menilai mayoritas pelanggan berasal dari kelas menengah dengan nilai transaksi per pakaian antar Rp 150 ribu sampai Rp 250 ribu.
Poww mengaku seluruh pakaian yang dijual di W Studio diimpor dari Cina dan Thailand. W Studio menjual pakaian rajut yang dibuat di Bangkok dan Hong Kong.