Yang Diperebutkan, Uang Miliaran
KATADATA ? Kisruh di apartemen Graha Cempaka Mas, yang berujung pada penangkapan Mayor Jenderal (Purn.) Saurip Kadi, kembali menyeret PT Duta Pertiwi Tbk. dalam pusaran konflik antara penghuni-pemilik apartemen dan perusahaan pengembang di bawah payung Grup Sinar Mas ini. Pemadaman listrik oleh pihak pengelola, menjadi puncak ketegangan antara dua Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPPSRS).
PPPPSRS versi Saurip menuduh, PPPPSRS apartemen Cempaka Mas merupakan bentukan Duta Pertiwi. Sementara itu, Duta Pertiwi selaku pengelola apartemen tersebut berkeras telah mendapatkan mandat dari PPPPSRS yang sah.
Akibat adanya dua PPPSRSRS ini, sebagian warga melakukan pembayaran rekening listrik ke PPPPSRS Saurip Kadi. Namun, pihak pengelola tak bisa menerima hal ini, sehingga melakukan pemadaman listrik terhadap warga yang dianggap telah menunggak pembayaran listrik.
"Karena, kami yang membayar tagihan listrik seluruhnya ke PLN," ujar Kuasa Hukum Duta Pertiwi, M Hokli Lingga, dalam wawancara dengan Katadata, di kantornya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, pekan lalu.
Bagaimana kisruh di Apartemen Cempaka Mas pada 20 Januari lalu?
Awalnya, berupa pemadaman listrik yang dilakukan oleh pengelola untuk warga yang belum membayar rekening listrik. Kami telah mengirimkan pemberitahuan ke warga sebulan sebelumnya. Karena bagaimanapun, kami masih menganggap sebagai pengelola yang sah. Adanya persengketaan antara dua PPPPSRS, versi pak Agus Iskandar dan versi Saurip Kadi, bagi kami tidak masalah. Kami memiliki kontrak perjanjian sebagai pengelola. Mau PPPPSRS siapa saja, perjanjian itu tetap berlaku. Dalam AD/ART disebutkan, warga yang tidak melakukan pembayaran, sanksinya dapat dilakukan pemadaman. Sebenarnya kami beri batas waktu pada 16 Januari, tapi kami perpanjang empat hari. Barulah kami lakukan pemadaman pada 20 Januari.
Pernah terjadi pemadaman sebelumnya?
Belum pernah, karena dulu tidak ada yang menunggak membayar listrik. Warga beralasan, mereka sudah membayar ke PPPSRS Saurip Kadi, tapi kami tidak menerima pembayaran listriknya. Kami beranggapan, kamilah yang (harus) membayar ke PLN. Kalau PPPSRS Saurip Kadi, apakah mereka membayar ke PLN? Rata-rata tunggakan listrik itu 3-7 bulan.
Hingga berujung pada penangkapan Saurip Kadi ?
Pengelola melapor karena warga melapor malam-malam banyak suara gaduh. Ternyata banyak orang membawa linggis, palu. Sehingga kami lapor polisi. Ketika mereka mau merusak panel listrik, polisi masuk. Alasannya, mereka mau menghidupkan lampu yang dipadamkan.
PT Duta Pertiwi ditunjuk PPPSRS menjadi pengelola apartemen sejak kapan?
Ketika terbentuk AD/ART pada 1996, Duta Pertiwi menjadi pengelola pertama. Setelah Duta Pertiwi selesai membangun apartemen, dibentuklah PPPSRS pertama. Sejak itu, Duta Pertiwi ditunjuk menjadi pengelola hingga sekarang. Jadi, pengelolaan yang dilakukan, sesuai dengan kontrak yang diberikan oleh PPPSRS. Jika selanjutnya PPPSRS tidak mau lagi menggunakan kami, ya sudah kami angkat kaki dari sana.
Dalam penunjukkan itu apakah ada proses lelang?
Kalau itu saya tak tahu, itu urusan PPPSRS. Namanya pengelola, kami ditunjuk. Kami ajukan penawaran, ya terserah PPPSRS, apakah mau menunjuk kami atau tidak. Kalau tidak ditunjuk, ya kami angkat kaki dari situ. Seperti apartemen Bumi Mas, dulu kami di sana. Begitu kami keluar, makin amburadul di sana. Penunjukan tergantung dari PPPSRS. Jika PPPSRS mau sistem lelang juga boleh. Kami ditunjuk mungkin karena kami profesional. Duta Pertiwi tak hanya mengelola gedung di satu tempat saja.
Mengapa ada PPPSRS tandingan?
Mereka mau mengganti pak Agus, karena menurut mereka tidak becus, tapi belum tentu pendapat yang lain juga sama.
Ada tudingan PPPSRS itu bentukan Duta Pertiwi?
Jadi begini, sulit kalau kita bicara seperti itu. Kalau bilang versi Duta Pertiwi, itu kan alasan mereka. Lalu, kalau katanya, (pengurusnya) semua orang Duta Pertiwi, silakan buktikan siapa saja orang Duta Pertiwi. Tetapi di sana Duta Pertiwi masih punya unit, masih ada puluhan, dan disewakan ke orang. Ada juga yang kosong. Kalau badan hukum, untuk mewakili orang, ada kuasa. Kalau mau dikatakan, Duta Pertiwi itu pemegang kuasa atas nama unit Duta Pertiwi. Pengurus yang lain di sana murni warga.
Bagaimana dengan Agus Iskandar yang disebut bagian dari Duta Pertiwi?
Kami merujuk rapat tahunan yang diadakan. Penunjukan Agus Iskandar sesuai dengan mekanisme AD/ART. Sementara itu, PPPSRS versi Saurip Kadi tidak. Suka-suka saja. Pokoknya diundang rapat saja, tidak kuorum. Syarat itu saja mereka tidak memenuhi.
Pak Agus tinggal di apartemen Cempaka Mas?
Iya. Tinggal di sana.
Faktanya, ia menjabat juga sebagai pengurus PPPSRS di Gading Mediterania Residence?
Iya. Beliau kan juga punya unit di sana. Tetapi itu kan tidak dilarang. Tergantung dari warga.
Ada juga tudingan bahwa banyak anggota PPPSRS merupakan karyawan Duta Pertiwi?
Memang ada, tetapi ada hak kuasa yang ditunjuk oleh Duta Pertiwi. Kami kan masih memiliki beberapa unit di sana.
Apakah itu artinya Duta Pertiwi tak mau melepas apartemen yang sudah dijual?
Tidak juga. Kalau memang PPPSRS tak mau menunjuk lagi, ya kami angkat kaki dari situ. Jujur saja, waktu itu kami sempat berpikir mau angkat kaki dari Cempaka Mas. Cuma kalau kami angkat kaki, yakin pasti berantakan. Kami berpikir Sinar Mas condong ke brand. Seperti ITC Mangga Dua, kan identik dengan Duta Pertiwi yang membangun.
Kabarnya ini lebih disebabkan oleh lahan untuk mencari keuntungan?
Keuntungan ada. Bohong kalau tidak ada keuntungan. Tetapi bandingkan dengan yang selevel, pasti kami lebih murah service charge per meternya.
Apakah sejak awal, Duta Pertiwi memang menargetkan menjadi pengelola gedung, selain membangunnya?
Memang Duta Pertiwi banyak menjadi pengelola. Tetapi tidak ada target khusus. Cuma, jika dari warga mau kami menjadi pengelola, ya silakan. Warga menunjuk kami karena adanya hubungan psikologis, karena kami yang membangun, jadi ada rasa memiliki.
Uang pengelolaan itu menjadi pemasukan Duta Pertiwi?
Uangnya memang diserahkan ke Duta Pertiwi. Yang didapat oleh PPPSRS adalah sinking fund (dana yang disisihkan dari iuran pemilik/penghuni bangunan, untuk keperluan pembiayaan di masa depan) itu hak PPPSRS. Itu seperti biaya tabungan warga. Seharusnya yang menarik PPPSRS, tetapi kami berpikir jika warga ditarik dua kali, yaitu untuk sinking fund dan rekening listrik-air, kan agak repot. Makanya PPPSRS meminta pembayarannya dijadikan satu. Jadi, pengelola yang minta. Tetapi, tiap bulan diserahkan ke PPPSRS.
Apakah dana sinking fund ini dilaporkan ke warga?
Tiap rapat umum tahunan selalu disebutkan, diaudit auditor, digunakan untuk apa. Itu selalu dilaporkan.
Jumlahnya berapa?
Saya tak tahu, karena itu yang mengurusi PPPSRS. Itu semua diserahkan ke PPPSRS.
Apakah warga bisa mengetahui jumlah sinking fund?
Mengapa tidak bisa mengetahui? Kalau mau lihat, bisa hubungi ke PPPSRS, bukan ke kami. Setiap tahun saya lihat dipertanggungjawabkan oleh PPPSRS. Justru kami pertanyakan rapat tahunan kemarin yang diselanggarakan mereka (Saurip Kadi), acara Natal sekaligus rapat tahunan. Mana ada cerita seperti itu. Diaudit juga tidak, padahal menurut AD/ART harus diaudit. Bagaimana mereka komplain ke kami, tetapi mereka seperti itu.
Mengenai tarif listrik, selama ini dikeluhkan karena lebih mahal dibanding tarif PLN?
Tarif listrik memang tidak sama dengan tarif PLN. Tidak mungkin sama, karena berbagai alasan. Misalnya, jika listrik padam kan harus menggunakan genset, membeli solar, dan ada biaya pemeliharaan.
Bagaimana mekanisme penyaluran listrik?
Listrik dari PLN hanya sampai gardu induk, kemudian disalurkan oleh pengelola ke masing-masing warga. Itu sudah bukan menjadi tanggung jawab PLN, termasuk jika ada yang rusak, menjadi tanggung jawab pengelola.
Apakah ada izinnya?
Ada perjanjian kontrak antara pihak pengelola dan PLN. Perjanjian kontrak jual-beli, yaitu jual-beli antara PLN dan pihak pengelola di sini. Tanggung jawab PLN hanya sebatas sampai gardu induk. Misalnya, kebutuhan 20 ribu megawatt, kami menggunakan kapasitas 30 ribu MW, agar jika penggunaan melebihi kebutuhan listrik, masih bisa digunakan. Tetapi setiap bulannya kan membayar 30 ribu MW. Ini yang mereka (warga) keluhkan lebih mahal. Padahal, tarif listrik ada yang tarif normal, ada masa pemakaian di jam sibuk yang tarifnya lebih tinggi. Ini yang tidak dihitung oleh warga.
Ada juga keluhan warga sulit mendapat sertifikat hak milik?
Siapa yang tidak memiliki sertifikat? itu kan klaim mereka (PPPSRS Saurip Kadi). Semua apartemen berstatus hak guna bangunan (HGB). Yang penting ada jangka waktu, misalnya 30 tahun.
Duta Pertiwi berani melawan seorang Mayor Jenderal, apakah ada beking kuat?
Tidak ada. Kami menjalankan aturan main saja. Kami melakukan tindakan pemadaman mulai 20 Januari. Bayangkan, dari kemarin-kemarin sudah menahan diri. Mau siapa pun PPPSRS-nya, yang penting pengelolaan berjalan.
Apakah ada pertarungan jenderal di balik ini semua?
Yang jelas, ini pertarungan merebut pengelolaan. Itu saja sebenarnya.
Maksudnya, motif ekonomi? Berapa besar yang diperebutkan?
Uang miliaran. Makanya diperebutkan.