Belum Pernah Ada Penyakit Seganas Corona, Kami Berlomba Menguji Vaksin
Pengembangan vaksin virus corona oleh Sinovac dan PT Bio Farma saat ini telah mencapai uji klinis fase ketiga. Serum kekebalan telah mulai disuntik kepada 1.620 relawan di Bandung, Jawa Barat oleh tim dari Universitas Padjadjaran.
Ketua Tim Riset Vaksin Covid-19 Unpad Prof. Kusnandi Rusmil mengatakan dari hasil percobaan sejauh ini vaksin tersebut relatif aman. Meski demikian, Kusnandi mengatakan laporan awal mengenai uji coba antivirus tersebut baru akan disampaikan ke pemerintah pada Januari 2021 mendatang.
"Kalau mau dipakai sebagai emergency use authorization bisa setelah Januari," kata Kusnandi dalam sebuah sesi wawancara dengan Katadata.co.id, Jumat (6/11).
Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad itu mengatakan sejauh ini efek samping vaksin terhadap relawan relatif ringan. Meski demikian ia juga mengatakan ada beberapa dari mereka yang mengalami sakit, bahkan satu di antaranya terkena Covid-19. Berikut penjelasannya kepada Ameidyo Daud, Yuliawati, dan Sherly Karina dari Katadata.co.id:
Sudah sampai mana progres uji klinis fase 3 vaksin Covid-19 ? Apakah betul sudah hampir selesai ?
Kalau selesai sih belum tapi hampir selesai. Jadi penelitian fase 3 ini sudah dimulai Agustus untuk melihat keamanan imunogenisitas dan efficacy serta efektif atau tidaknya vaksin ini. Fase 3 ini bisa dilakukan kalau sudah melewat fase 1 dan 2. Fase 1 dan 2 telah dilakukan di Wuhan pada waktu terjadinya wabah di sana. Hasil dan pre-clinical study vaksin ini aman dan baik. Saya sudah pelajari dan analisa bahwa keamanannya cukup baik sehingga kami berani melakukan (uji) di Indonesia.
Seperti apa hasil dari vaksin ini, apakah sudah timbul kekebalan ?
Belum selesai, tapi saya bisa katakan bahwa vaksin Sinovac yang digunakan di Indonesia itu uji klinisnya aman untuk sementara waktu karena selain kemanannya juga imunogenisitas (diperiksa berkala). Seperti saya diambil darah empat kali. Sebelum disuntik, darah diambil untuk periksa kadar kekebalan. Kemudian diambil lagi setelah dua minggu, tiga bulan, dan enam bulan. Proses itu untuk tahu kadar imunogenisitasnya.
Apakah ada kendala seperti keluhan kesehatan pada relawan usai uji klinis ?
Keluhan yang ada tidak begitu berat, hanya demam ringan dan bengkak sedikit dan itu hanya terjadi 20% dari semua sampel. Tapi dalam dua hari bengkak dan panas sudah hilang. Jadi saya bisa katakan untuk sementara aman. Saya sudah beberapa kali lakukan uji klinis, termasuk vaksin DPT, Tetanus, dan pentabio. Rasanya reaksi vaksin ini jauh lebih ringan, panasnya dan nyerinya, dibanding vaksin yang pernah saya uji klinis. Jadi tidak perlu takut karena saya sudah mendalami betul.
Secara umum ada banyak kendala dalam uji klinis 3 ?
Saya katakan tadi ini uji klinis paling aman yang pernah saya lakukan. Sakitnya tidak begitu banyak dan nampaknya lebih ringan. Tapi ini baru sementara dan saya belum buat laporan tertulis karena belum selesai penelitiannya. Tapi kami sudah hampir 30 tahun melakukan uji klinis sehingga nampaknya sekarang lebih ringan dibanding yang lain.
Sudah berapa relawan menjalani pengujian ?
Di kita sudah ada 1.620 relawan yang disuntik satu kali. Yang suntik dua kali itu sebanyak 1.580 kalau tidak salah.
Tapi ada 17 relawan keluar dari pengujian, apa alasannya ?
Dari 1.600 itu macam-macam masalahnya. Ada 7 atau 8 pindah kerja dan kebanyakan berumur 18-59 tahun. Kemudian 8 tidak bisa disuntik kedua kalinya karena waktu akan suntik dia sakit flu berat. Tapi orang tersebut tetap dipantau tapi tidak ikut sebagai objek penelitian lagi, karena cuma sekali disuntik.
Keluhan yang muncul karena faktor bawaan atau apa ?
Vaksin yang kami masukkan ke dalam badan itu merupakan kuman yang dilemahkan atau dimatikan. Tapi untuk supaya jadi vaksin dia dicampur macem-macem. Ada pengawet, kemudian stabilizer. Jadi ada lima zat lain yang dicampurkan untuk vaksin ini. Dan masing-masing zat akan memberi reaksi yang berbeda untuk setiap orang. Ada orang yang tahan campuran Thimerosal dan ada yang tidak. Tapi yang tidak tahan cuma sedikit. Contohnya kasus alergi berat dalam suatu uji klinis, itu dari sejuta yang kita suntik, akan ada satu yang reaksi berat. Secara statistik akan begitu.
Sebelumnya ada relawan yang terkena Covid-19 usai vaksinasi, mengapa bisa terjadi ?
Memang ada satu orang yang kena Covid-19. Itu mungkin kasus pertama, karena daya tahan tubuhnya rendah sehingga vaksin tidak bereaksi bagus. Atau mungkin dapatnya bukan suntikan vaksin, tapi plasebo sehingga dia tidak ada kekebalan. Karena dari 1.620 relawan, 810 itu mendapat vaksin dan 810 lain tidak dapat vaksin. Nanti dibandingkan.
Bahan dasar vaksin berpengaruh dengan efek samping yang dirasakan orang yang diimunisasi?
Kalau AstraZeneca ambilnya dari NRA, sedangkan vaksin kami dari whole cells. Kalau AstraZeneca hanya sebagian yang diambil oleh dia, tapi kalau kami semua dimasukkan tapi sudah dimatikan kumannya. Secara teoritis, kemungkinan yang AstraZeneca itu lebih ringan dampaknya. Tapi yang sekarang saya lakukan di Bandung, nampaknya reaksi sistemik sama reaksi lokalnya ringan kok dibanding penelitian saya.
Lalu bagaimana caranya mengantisipasi kejadian seperti ini ?
Kalau kita berani melakukan imunisasi, alat emergency harus selalu ada di samping kita. Kalau melakukan imunisasi di sekolah atau di kantor, harus bawa alat emergency. Karena dari sejuta, ada kemungkinan satu orang menjadi berat (gejalanya). Vaksin apapun sama saja karena ada pengawet, pelarut, yang meningkatkan imunogenisitas dan tiap orang mempunyai sensitivitas berbeda terhadap zat tersebut.
Bagaimana menelusuri relawan yang telah menjalani uji untuk mengetahui efek samping yang dirasakan ?
Tentu kita bertanggung jawab terhadap uji klinis vaksin. Mereka juga kami asuransikan. Walaupun demikian, setelah disuntik, mereka diberikan diary card untuk mencatat semua kejadian yang ada. Kalau tidak enak (badan), silakan telepon nanti petugas kami akan datang ke rumahnya. Selain itu relawan datang 5 kali ke kami untuk ditanya-tanya lagi. Mereka juga diambil darahnya 4 kali dan setiap ambil darah akan ditanya secara teliti dan dilihat lagi diary card-nya.
Dari data WHO, rata-rata hasil uji klinis vaksin baru rampung paling cepat awal 2021. Untuk Sinovac dan Bio Farma kapan ?
Kalau kami akan melaporkan secara interim pada bulan Januari. Jadi belum semua laporan tapi kalau mau dipakai emergency use authorization bisa setelah Januari.
Setelah itu vaksin langsung bisa dipakai ?
WHO akan menentukan sehingga hasilnya akan digunakan untuk di seluruh dunia. Kalau di Indonesia yang melakukan izinnya itu dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) WHO. Jadi saya akan melapor ke BPOM, BPOM melapor ke WHO untuk bikin surat bahwa vaksin ini sudah bisa digunakan. Harus WHO yang mengatakan bahwa vaksin ini sudah bisa diperdagangkan untuk seluruh dunia. Kalau sudah WHO bilang, itu di mana saja sudah bisa dipakai.
Sedangkan pemerintah sempat menargetkan November ini vaksin bisa dipakai ?
Itu barangkali bukan dari Bio Farma tapi beli dari tempat lain yang modelnya beda. Jadi bukan Sinovac, mungkin Sinopharm atau yang dari Amerika. Mereka memang selesainya lebih cepat dari kita, November sudah selesai. Jadi bisa digunakan kalau dapat otorisasi dari WHO, karena mereka lebih dulu selesai.
Jadi uji klinis vaksin Bio Farma dan Sinovac paling cepat baru rampung awal tahun depan ?
Betul, jadi kalau mau beli dari AS yang Moderna atau yang lainnya, itu silakan aja. Tapi bukan dari Sinovac.
Berarti setelah laporan bulan Januari, vaksin sudah bisa dipakai?
Kalau sudah dapat izin untuk emergency use authorization dari BPOM, bisa. Tapi kalau tidak dipakai emergency, bisa untuk bulan Maret ke atas.
Tapi BPOM tidak perlu lapor WHO ?
Iya, kalau untuk di Indonesia. Tapi kalau untuk dipakai dunia harus ada dari WHO
Dari sisi keamanan, apakah tidak masalah jika tak lapor WHO ?
Kan BPOM juga sudah hebat, lah. Kita juga sudah bikin vaksin begitu banyak. Biasanya Analisa BPOM dengan WHO akan sama.