Amaan, Digital dan Social Inclusion Jutaan Perempuan Pengusaha Mikro
Pada 8 Maret 2022, digital mass market ecosystem platform Amaan, genap setahun berdiri. Para founders sengaja menetapkan hari kelahiran Amaan bertepatan dengan Women International Day (hari perempuan sedunia), karena memiliki kesamaan pemikiran tentang peran perempuan sebagai agen perubahan.
Para pendiri yang memiliki rekam jejak panjang sebagai bankir mikro ini bermimpi menjadikan Amaan sebagai platform bersama para perempuan pengusaha mikro untuk tumbuh dan berkembang.
Aplikasi Amaan tidak sekadar memberikan solusi finansial, juga menyediakan fitur kesehatan, belanja dan pendidikan. Lebih dari sekadar aplikasi finansial.
Seperti apa bisnis model Amaan, dan bagaimana sebuah aplikasi bisa meningkatkan kapasitas para penggunanya? Berikut wawancara Katadata dengan CEO Amaan, Ratih Rachmawaty.
Anda menjadi bankir spesialis segmen mikro lebih dari 15 tahun, lalu memutuskan pensiun dan pamit dari industri perbankan. Kini, anda datang kembali dengan sebuah gagasan baru yang unik. Apa yang menginspirasi?
Saya sangat bersyukur menghabiskan sebagian besar perjalanan karier saya di industri perbankan untuk melayani segmen mikro dan nano-mikro. Ada banyak sekali pelajaran kehidupan yang saya petik, tentang kerja keras, keuletan, solidaritas sosial yang tinggi dan keberanian mewujudkan mimpi-mimpi.
Melayani segmen mikro dan nano itu sangat menantang dan tidak mudah. Kami sebagai bankir selalu dituntut menghadirkan produk inovatif yang relevan dengan kondisi mereka yang sebagian besar masih dalam kategori undeserved dan unbankable.
Di satu sisi, kami harus mampu membuka akses keuangan untuk mereka yang belum terlayani ini. Tapi, di sisi lain, kami harus bisa memastikan bahwa bisnis ini dapat tumbuh secara berkelanjutan.
Untuk itu, kami belajar ke banyak negara yang lebih dulu sukses di bidang microfinancing. Antara lain mempelajari bisnis model Grameen Bank di Bangladesh, India, Peru hingga Meksiko. Berbagai pengalaman ini kemudian kami adopsi dan improvisasi agar sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia.
Lebih dari 10 tahun menerapkan model pembiayaan Grameen Bank di perusahaan sebelumnya, kami tiba pada satu kesimpulan bahwa melayani segmen ini tidak cukup hanya mengandalkan solusi finansial. Pendekatannya tidak cuma memberikan pembiayaan atau pendampingan. Harus lebih dari sekadar itu (beyond banking).
Dari sinilah kami berpikir tentang sebuah model bisnis di luar insititusi bank yang mampu meningkatkan kapasitas para pelaku usaha mikro dan nano-mikro, terutama dari kalangan perempuan. Cara melayaninya harus menggunakan teknologi, aplikasi dan membangun ekosistem.
Mengapa harus ‘beyond banking’? Di mana letak celahnya yang kemudian mendorong anda mengembangkan aplikasi?
Bisnis bank itu intinya dua: mengumpulkan dana masyarakat sebagai simpanan, lalu menyalurkan kembali ke pihak yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan. Maka itu, produk dan layanan yang ditawarkan tidak boleh keluar dari koridor tersebut.
Pengalaman kami dalam melayani segmen mikro dan nano-mikro menunjukkan bahwa nasabah tidak cuma membutuhkan pembiayaan atau solusi finansial lainnya. Kebutuhan mereka jauh lebih kompleks. Jadi, jika ingin meningkatkan atau mengembangkan kapasitas nasabah, kami harus bisa melayani mereka lebih dari sekadar pemenuhan urusan finansial.
Mengapa harus aplikasi? karena masyarakat kita, terutama di segmen nano-mikro, juga makin terbiasa dengan teknologi. Meski melek digitalnya masih relatif rendah, mereka sudah mulai terbiasa. Terutama saat pandemi, teknologi menjadi cara hidup baru dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Trennya adalah penggunaan teknologi dan pengembangan ekosistem. Kami pun bergerak ke sana dengan banyak improvisasi agar produk dan layanan yang kami berikan selalu relevan dengan kebutuhan para perempuan pengusaha mikro.
Apa saja kebutuhannya dan cara memenuhinya? Seperti apa profil usernya?
Tantangan utama di segmen nano-mikro berkutat pada tiga hal. Pertama, kurang modal. Kedua, kurangnya akses keuangan yang memadai. Ketiga, kurangnya akses untuk pengembangan kapasitas diri dan usaha. Jadi, kami harus bisa menciptakan fitur aplikasi yang mampu menjawab tiga tantangan tersebut.
Amaan ditopang empat pilar utama, yakni keuangan, belanja, belajar dan kesehatan. Fitur keuangan merupakan cara kami menjembatani mereka dengan pembiayaan bank. Fungsi aplikasi untuk belajar dan kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup para pengguna.
Adapun fungsi belanja akan membantu pengguna dalam mendapatkan berbagai kebutuhan pokok dengan harga lebih terjangkau. Secara tidak langsung, fungsi belanja ini dapat meningkatkan kemampuan finansial karena menghemat pengeluaran.
Target utama kami para perempuan pengusaha mikro dan keluarganya. Mereka ini mayoritas tulang punggung keluarga, tipe pekerja keras. Rata-rata 3-4 anggota keluarga bergantung kepadanya. Mereka ini bermimpi anaknya bisa kuliah, memiliki hunian yang layak dan ingin melihat Kabah (untuk yang beragama Islam).
Jadi apakah Amaan ini fintech lending, sejenis pinjaman online (pinjol)?
Amaan itu bukan Pinjaman Online (Pinjol) atau fintech lending. Amaan tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Izin usaha kami sebagai financing agent. Jadi, sekali lagi, kami bukan Pinjol.
Kami mendeskripsikan Amaan sebagai Digital Mass Market Ecosystem Platform. Kami merancang aplikasi Amaan dengan bertumpu pada empat pilar, yakni keuangan, belanja, belajar dan kesehatan.
Selain merancang aplikasi yang relevan, kami juga membangun ekosistem sebagai support system. Tapi, ekosistem ini bukan cuma bermitra dengan institusi finansial. Kami juga merangkul anak-anak muda komunitas, ketua-ketua kelompok agar bisa melayani segmen perempuan pengusaha mikro dan keluarganya.
Seperti apa model bisnis dan cara kerjanya?
Saya menjawab dengan sebuah cerita. Ada dua sosok perempuan bernama Mala dan Erna. Mala mewakili perempuan pengusaha mikro. Dia pengusaha tangguh, pekerja keras dan memiliki mimpi besar untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya. Meski pengusaha, Mala tetaplah seorang ibu yang mesti menjalankan kewajibannya secara seimbang sebagai jangkar keluarga.
Mala menghadapi tiga persoalan sehari-hari: kekurangan modal, akses keuangan dan akses untuk pengembangan diri dan usaha.
Di sisi lain ada Erna. Ia mewakili anak muda gesit, gemar membantu dan selalu ingin bermanfaat bagi sesama. Erna juga mewakili generasi pekerja masa kini, bisa bekerja dari mana saja dan menggunakan teknologi. Dan paling penting, dia memiliki semangat tinggi dalam membantu para pengusaha mikro.
Lalu Ibu Mala bertemu Erna. Kesulitan ibu Mala dibantu oleh Erna. Dia juga menjelaskan fitur-fitur AMAAN dan melakukan pendampingan. Fakta saat ini, ada jutaan ibu Mala yang berjuang menebar peluh demi keluarga yang lebih sejahtera. Di sisi lain, ada ribuan anak muda seperti Erna yang ingin bermanfaat bagi sesama.
Kami menyebut ibu Mala sebagai Sahabat Amaan dan Erna sebagai Kakak Idamaan yang menjalankan fungsi sebagai community development partner. Melalui ibu Mala dan Kak Erna inilah kami ingin mewujudkan digital inclusion dan social inclusion.
Aplikasi AMAAN memberikan akses yang holistik baik akses keuangan dan nonkeuangan kepada mereka agar:
- Pendapatan keluarga meningkat
- Pengeluaran keluarga menjadi lebih efisien
- Mimpi - mimpi keluarga terwujud
- Menjalankan peran sebagai pengusaha, istri dan ibu secara seimbang.
Aspirasi besar kami adalah memudahkan kehidupan jutaan pengusaha mikro dan keluarganya sehingga mereka bisa tumbuh lebih sejahtera dengan batin yang damai.
Digital dan social inclusion seperti apa yang akan wujudkan?
Secara sederhana, digital inclusion itu, pertama memampukan perempuan pengusaha mikro (atau sahabat Amaan) untuk mengakses layanan keuangan dan non-keuangan melalui AMAAN apps.
Kedua, memampukan pemimpin komunitas untuk mendapatkan penghasilan tambahan atas pelayanan yang diberikan kepada Sahabat AMAAN. Ketiga, memampukan para anak muda lokal setempat yang tergabung sebagai Community Development Partner AMAAN untuk melayani sahabat AMAAN secara full digital, 100 persen paperless.
Sementara social inclusion, kami ingin menjadikan AMAAN sebagai platform semua pelaku ekosistem yang memiliki hasrat yang sama untuk melayani segmen mass market, terutama perempuan pengusaha dan keluarganya. Produk dan layanan dari pelaku ekosistem (baik financial institution maupun non Financial institution) bisa diakses dengan mudah melalui AMAAN Apps.
Selain itu, kategori produk dan layanan disesuaikan dengan kebutuhan komunitas dalam rangka meningkatkan pendapatan (pilar Keuangan), mengatur pengeluaran (pilar Commerce), merealisasikan mimpi (pilar Keuangan dan Belanja), dan menjaga keseimbangan peran sebagai pengusaha dan ibu rumah tangga (pilar education dan kesehatan).
Apa yang membuat anda merasa yakin model bisnis seperti ini akan sukses dan dapat peneriman publik yang baik?
Kami optimistis karena telah berkecimpung lama di bisnis ini. Kami banyak belajar dari pengalaman selama ini. Maka itu, aplikasi dan bisnis model yang kami rancang merupakan hasil pembelajaran dari masa lalu sekaligus ikhtiar untuk membawa para perempuan pengusaha mikro ke level lebih tinggi.
Kami menyadari melayani segmen ini sarat dengan tantangan. Maka itu, yang bisa kami lakukan adalah berupaya sebaiknya dan di saat yang sama memberikan nilai tambah bagi pengguna aplikasi Amaan.
Kami berdiri 8 Maret tahun lalu, dan alhamdulillah saat ini aplikasi kami sudah diunduh lebih dari satu juta pengguna. Kami bersyukur atas pencapaian ini.