Opsi Militer ke Ukraina adalah Pilihan Terburuk

Gabriel Wahyu Titiyoga
29 April 2022, 10:00
Duta Besar Rusia Lyudmila Vorobieva
Katadata

Banyak orang melarikan diri dari Ukraina akibat perang ini. Bagaimana situasinya sekarang, termasuk warga Rusia di sana?

Mereka bisa kembali ke Rusia jika menginginkannya. Kami sudah menerima sekitar satu juta pengungsi, tidak hanya orang Rusia di Ukraina, juga warga Ukraina.

Kami siap menerima lebih banyak lagi. Kami sudah menyediakan bantuan kemanusiaan untuk warga Ukraina. Kami memberikan bantuan, makanan, dan air ke siapa pun, tak peduli dia orang Rusia atau Ukraina.

Kami membuka jalur evakuasi dari kota-kota yang terkepung supaya masyarakat bisa keluar. Namun tentara Ukraina tidak membiarkan mereka keluar. Tentara Ukraina justru menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup.

Banyak negara menjatuhkan sanksi, ekonomi sampai individual, terhadap Rusia. Banyak perusahaan asing meninggalkan Rusia. Bagaimana dampaknya terhadap Rusia selanjutnya?

Para pejabat Rusia tak peduli dengan daftar sanksi itu. Sanksi ekonomi jelas akan mempengaruhi ekonomi Rusia. Pemerintah kami telah mengambil langkah-langkah untuk menekan dampak tersebut. Kondisi ini juga membuka peluang bagi bisnis lokal untuk berkembang.

Ini bukan kali pertama Rusia dijatuhi sanksi. Pada 2014, muncul fase pertama sanksi setelah Krimea bergabung dengan Rusia. Sebelum itu kami memang sangat tergantung pada impor pangan dari luar negeri.

Setelahnya kami banyak berinvestasi di sektor pertanian. Kini kami bisa memenuhi kebutuhan pangan, bahkan menjadi eksportir gandum, daging, dan serealia dalam jumlah besar. Ekonomi kami cukup kuat untuk bertahan. Butuh waktu untuk beradaptasi, tapi kami akan bertahan di masa mendatang.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa negara-negara Barat sampai harus menghancurkan seluruh sistem perdagangan, rantai pasok dan logistik yang dibangun selama beberapa dekade terakhir? Mereka menggunakan sanksi untuk itu. Bukan Rusia yang menghancurkan sistem perdagangan global.

UKRAINE-CRISIS/UN-RUSSIA-PUTIN
UKRAINE-CRISIS/UN-RUSSIA-PUTIN (ANTARA FOTO/REUTERS/Sputnik/Vladimir Astapkovich/Kremlin /foc/cf)

 

Bukankah Rusia punya keuntungan lain, misalnya negara-negara Eropa sangat bergantung pada pasokan minyak dan gas bumi negara Anda?

Tentu saja. Itulah sebabnya Amerika mendorong Eropa untuk menambah sanksi bagi Rusia. Kami tidak memiliki hubungan dagang yang besar dengan Amerika. Mereka tidak menggunakan minyak dan gas kami.

Sementara itu, banyak negara Eropa, tergantung pada Rusia. Sekitar 30-100 persen kebutuhan energinya diimpor dari Rusia. Mengapa pemerintah Eropa membuat rakyatnya sendiri menderita dengan menjatuhkan sanksi untuk Rusia? Itu bukan respon yang proporsional.

Saya tak ingin bilang opsi militer adalah yang terbaik. Justru opsi militer ke Ukraina sebenarnya adalah pilihan terburuk. Kami mengambil langkah drastis ini karena tidak ada pilihan lain. Ketika melihat respon negara-negara Barat terhadap perang di Irak, mana sanksinya? Apa sanksi untuk Israel yang menyerang warga Palestina?

Negara-negara Barat itu menerapkan standar ganda. Mereka hanya peduli untuk mempertahankan dominasi global. Rusia, juga Cina, juga tidak setuju dengan hal itu.

Dunia sekarang sudah berubah dari unipolar system menjadi multipolar system. Pusat kekuatan baru bermunculan seperti Cina, Rusia, India, bahkan Indonesia. Pihak Barat tidak suka, jadi mereka menggunakan kekuatan ekonomi sebagai senjata.

Terkait ekonomi, Pemerintah Rusia meminta negara-negara yang ingin berdagang dengan Rusia membayar memakai rubel. Armenia bahkan sudah menyepakati membeli minyak Rusia menggunakan rubel. Apa ini akan memperkuat posisi Rusia?

Tentu saja. Amerika menggunakan mata uang dolar dan sistem finansialnya untuk menekan negara lain. Jika tidak bergantung pada sistem finansial tersebut, kami bisa lebih independen. Kami bisa menginvestasikan rubel ke ekonomi sendiri. Kami berhak meminta untuk dibayar dengan mata uang apa pun yang kami sukai.

Tetapi negara-negara Barat malah menuduh Rusia melanggar kontrak. Padahal mereka sendiri mencuri dana bank sentral kami. Karena tidak menyukai rencana kami, mereka berusaha memblokir kami secara finansial.

Pengalaman dengan sanksi-sanksi itu mengajarkan kami untuk tidak lagi mempercayai Barat. Selain uang kami, mereka juga merampas properti orang Rusia yang tinggal di luar negeri. Mereka seperti para bandit.

Rusia adalah mitra strategis bagi Indonesia dengan nilai perdagangan sekitar US$ 2,75 miliar pada 2021. Bagaimana Rusia menilai posisi Indonesia dalam situasi saat ini?

Tahun lalu nilai perdagangan kita sudah naik sekitar 40 persen. Kami menghargai posisi seimbang yang diambil pemerintah Indonesia dalam konflik ini. Kami berharap bisa mendapatkan peluang lebih banyak dalam kerja sama ekonomi.

Bisnis kami kini lebih condong ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Saya cukup optimistis banyak bidang yang bisa kita kerjakan bersama. Bagi kami, Indonesia adalah salah satu mitra dan teman utama, tak hanya di Asia Tenggara, juga di Asia-Pasifik.

Terkait relasi dagang dengan Indonesia, apakah Rusia akan menerapkan kewajiban pembayaran dengan rubel juga?

Kami tengah mempertimbangkan mengganti pembayaran dengan mata uang nasional masing-masing negara. Tidak hanya dengan Indonesia saja. Dengan Cina, misalnya, sebagian besar perdagangan kami dibayar menggunakan mata uang renminbi dan rubel. Hal serupa dilakukan dengan India dan beberapa negara lain.

Beberapa pekan lalu, perusahaan minyak Indonesia, Pertamina, membeli minyak dari Rusia. Bagaimana perkembangan kerja sama energi antar kedua negara?

Itu adalah isu komersial. Saya tahu Pertamina sudah berkontak dengan beberapa perusahaan Rusia. Terkait berapa banyak volume minyak yang dibeli, saya tak tahu detil dalam kontraknya. Tapi saya bisa pastikan, jika Indonesia ingin membeli minyak dari Rusia, kami siap menyuplainya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...