Bank Aladin Akan Membangun Layanan Keuangan untuk Semua Ekosistem

Muchamad Nafi
3 Agustus 2022, 07:00
Dyota Mahottama Marsudi, Presiden Direktur Bank Aladin Syariah
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Dyota Mahottama Marsudi, Presiden Direktur Bank Aladin Syariah

Setidaknya pandemi corona memunculkan dua dampak pada perkembangan industri keuangan: meningkatnya pemanfaatan layanan secara digital dan tumbuhnya bank digital. Pembatasan sosial dalam berinteraksi secara fisik menggiring masyarakat menggunakan layanan digital, termasuk saat bertransaksi keuangan. Di saat bersamaan, bank digital bermunculan. 

Masyarakat semakin banyak beralih dari layanan konvensional ke digital. Daya tarik bank digital adalah fitur yang dimilikinya. Nasabah mendapatkan kemudahan dan kenyamanan dalam bertransaksi keuangan saat mengirim uang antarbank, misalnya, pemindah buku sesama bank, atau membayar tagihan. 

Bagi Dyota Mahottama Marsudi, kemudahan dan kenyamanan nasabah itulah yang harus terus dikembangkan perbankan, termasuk Bank Aladin Syariah. “Kami harus benar-benar membangun produk yang diinginkan konsumen,” kata Presiden Direktur Bank Aladin Syariah ini dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id pertengahan bulan lalu. 

Menurut alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang memperoleh gelar Master in Business Administration dari INSEAD ini, penetrasi bank syariah tergolong kecil. Hal itu lantaran produk bank non-konvensional tersebut tidak kompetitif dan tak mudah diakses.

“Yang kami lakukan di Aladin, bukan kami bank syariah lalu mengedepankan syariah. Kami mengedepankan serve customer di segmen tertentu,” ujarnya. Berikut wawancara lengkap Katadata.co.id dengan Dyota yang juga Senior Executive Director of Investments di Vertex Ventures, Singapura ini.

Selama pandemi, industri perbankan cukup terpukul. Bagaimana kondisi Bank Aladin Syariah di tengah gejolak ini?

Kami lumayan beruntung. Saat PSP (pemegang saham pengendali) mengakuisisi bank syariah itu, mereka memiliki bisnis yang sudah berjalan. Hanya saja, bisnis mereka di korporasi, syndicated loan bareng bank syariah Malaysia. Saat PSP dan timnya akuisisi Bank Net Indonesia Syariah di Desember 2019, pada 2020 mereka memiliki visi dan misi untuk mengubah banknya.

Mereka melakukan research dibantu konsultan ternama: McKinsey. Tesisnya, dari korporat ke segmen yang butuh akses perbankan. Sebab, 77 % masyarakat Indonesia dikategorisasi underbanked atau unbanked, yakni tidak punya akun bank atau punya tapi tidak dipakai.

Dua per tiga dari usaha kecil dan menengah (SMEs) tidak memiliki akses ke pinjaman. Jadi kami melihat ada segmen UMKM yang membutuhkan bantuan. Sehingga pada 2020 yang dilakukan PSP dan tim adalah “membersihkan” banknya. 

Dari segi sistem, kami rombak total, core making system-nya. Tim pun demikian. Saat pergantian kepemilikan, tim turut diberhentikan tapi diberi opsi untuk di-hire kembali. Semua berubah total, bukan transformasi. Transformasi itu ada hal lama yang di-kick dan perlahan-lahan diubah ke hal baru. Di Aladin semua diberhentikan pada 2020, tahun 2021 kami bangun dari awal. 

Jadi memang benar-benar build from scratch, membangun dari awal?

Bisa dikategorikan build from scratch. Kita belum 100 % keluar dari pandemi. Apalagi sekarang mungkin ada krisis finansial, inflasi naik, komoditas acakadut, ada perang. Secara makro, pengaruhnya lumayan, semua orang deg-degan.

So what do we do? Pertama, fokus di awal adalah customer acquisition. Tapi mungkin berbeda dengan bank lain, customer acquisition kami tidak sebatas koleksi nomor HP. Kami benar-benar yang sudah di-KYC, know your customer, akun beneran yang mempunyai akun bank yang sudah di-regulate OJK dan BI.

Kedua, fungsi bank itu intermediasi keuangan. Untuk melakukan itu kami harus ada uang, jadi kami funding. Selain ambil dari ritel, kami juga ada tim yang bekerja sama dengan partner-partner, antara lain Alfamart, Evermos. Investor-investor yang masuk pada saat kami IPO 2021 untuk menaruh deposito di kita.

Bagaimana perkembang peran intermediasi ini?

Kami baru start sebelum Lebaran intermediasi itu, meminjamkan uang kepada instansi yang membutuhkan. Fokusnya di invoice financing, itu kan UMKM. Kalau ada pandemi atau krisis, risiko semua naik, jadi mitigasinya dengan mitra. Kami tahun lalu bekerja sama dengan Alfamart untuk mem-finance supplier mereka. Kami punya informasi, mereka punya track record, sehingga loan-nya benar-benar nothing is risky but it’s low risk. 

Sekarang kami melakukan transfer, transaksi, beli pulsa, token listrik, data, donasi, qurban, kartu debit nyala, bisa tarik kartu ATM di manapun. Bahkan Aladin menjadi salah satu bank yang bisa tarik tunai dan setor tunai di 17.000 lokasi Alfamart. Itu penting karena berkaitan dengan segmen kami.

Dari awal, positioning Bank Aladin sebagai bank digital syariah. Sementara kue bank syariah di Indonesia kecil, 5-6 %. Bagaimana peta kompetisinya?

Sejujurnya, aku tidak melihat bank-bank yang ada, digital maupun tradisional, sebagai kompetitor. Kami melihat market yang belum bisa di-hire. Sebanyak 77 % ritel, lebih dari separuhnya MSMEs yang belum dapat pinjaman. Menurut kami, it’s about value creating

Soal positioning, masyarakat Indonesia itu 88 % muslim. Perlu menyediakan apa yang mayoritas muslim di Indonesia butuhkan, bukan mengharuskan apa yang mereka konsumsi itu halal. Dilihat dari standardisasi Majelis Ulama Indonesia, banyak bank yang tidak sesuai syariah. Apakah harus begitu? Enggak. Yang kami pelajari, apapun yang bank konvensional lakukan, bank syariah bisa lakukan.

Bagaimana cara memperbesar pangsa pasar bank syariah ini?

Kami harus benar-benar membangun produk yang diinginkan konsumen. Kenapa penetrasi syariah di perbankan cuma 6 – 7 %? Karena barangnya tidak kompetitif dan aksesibel. Yang kami lakukan di Aladin, bukan kami bank syariah lalu mengedepankan syariah. Kami mengedepankan bagaimana serve customer di segmen tertentu.

Yang mereka butuhkan apa? Pertama, mereka butuh barang yang simpel, jangan rumit yang terms and condition-nya banyak. Apalagi kalau mereka underbank. Orang yang sudah pernah ke perbankan dikasih rumit saja malas, apalagi orang yang belum pernah ke perbankan. Jadi harus simpel banget: tombol cuma 4, tipe akun cuma 2, tidak overbuild.

Kedua, accessable. Kami digital, berarti pembukaan akun 100 % online melalui iPhone atau Android. Kalau mau nanya dan enggak pede langsung telpon, bisa ke Alfamart. Apa lagi? ATM-nya tidak ada, tapi butuh duit bisa ke kasir Alfamart untuk tarik tunai. Alfamart ada yang 24 jam, atau sampai pukul 10. Kalau mau nabung juga bisa.

Yang terakhir baru shariah compliant. Jadi, kami tidak pernah mengedepankan shariah compliant. Kami bilang itu sebuah tuntutan yang harus kami berikan. Apakah tuntutan itu menjadi hal yang mendorong kemajuan industri? Tentunya tidak. Yang mendorong kemajuan industri adalah memberi produk dan services yang dibutuhkan oleh nasabah atau calon nasabah.

Alfamart sudah punya 17 ribu gerai. Di sana sering ditawari untuk tarik tunai. Apakah nanti ada rencana ke pola digital termasuk e-commerce?

Kami sudah berpartner dengan beberapa e-commerce, misalnya peluncuran dengan Evermos. Meski tidak selengkap Alfamart, sasarannya adalah menambahkan kemampuan-kemampuan tersebut. Kami harus lebih ‘kenal’ dengan pasar tersebut, Evermos salah satunya.

Kami juga kerja sama bareng Kitabisa, kemudian beberapa e-commerce lain. Intinya, Bank Aladin itu simpel, mudah diakses, dan syariah. Mudah diakses itu selain offline juga online. Bahasa konsultan itu moment of truth, orang ini bener-bener lagi ingin melakukan sesuatu. Jadi kami melihat yang cocok sama segmen kami. 

Jadi aplikasi pun dibuat sederhana? Kalau diperhatikan, aplikasi bank digital lain banyak menu-menunya. Untuk Aladin, targetnya bukan anak muda yang cerdas digital? 

Menurut saya, perilaku tidak harus didorong oleh kecerdasan digital. Di jasa keuangan itu ditentukan oleh literasi keuangan dan income. Secara teknis, ada hubungan yang kuat antara literasi keuangan dan income. Kalau kecerdasan digital seperti di milenial atau Gen Z, it’s fine. Tapi kami enggak tarik Gen Z yang baru lulus kuliah terus kerjanya di investment banking atau major consulting yang gajinya lumayan fantastis. Itu bukan segmen kami.

Baca halaman berikutnya: Ekspansi binsi Bank Aladin

Sampai saat ini, sudah ada berapa banyak nasabah Bank Aladin?

Per 5 Juli 2022 ada 675 - 676 ribu, hampir 700 ribu nasabah.

Mayoritas di kota dan daerah urban?

Kami distribusinya di semua provinsi. Tentu di provinsi-privinsi yang memiliki keinginan syariah lebih kuat, misalnya Jawa Barat, Jawa Timur lebih kuat. Tapi kami punya nasabah di semua provinsi di Indonesia. 

Alfamart punya jutaan pelanggan yang juga nasabah bank lain. Apakah melayani mereka juga, termasuk ketika tarik uang tunai pakai sistem Aladin?

Apakah pelanggan Alfamart sudah memiliki bank account? Yang paling gampang di-convert adalah yang belum punya bank account. Kalau sudah ada bank account, kami harus menunjukkan lebih baik dari bank yang mereka miliki.

Caranya bagimana? Kami kerja sama bareng dengan Alfamart. Misalnya, kamu punya bank warna hijau, ternyata di Alfamart dekat rumah itu ATM-nya warna biru. Kalau tarik kena charge. Biasanya, orang Indonesia tidak mau, bakal cari tempat ATM hijau. Kalau dia punya Aladin, mau ke ATM gratis, mau tarik tunai di kasir gratis, jadi tidak usah cari ATM hijau lagi. 

Mereka juga lihat promo. Belum kami jalankan, tapi akan. Kalau memakai Aladin akan mendapat keuntungan di Alfamart, misalnya, yang tidak didapat di bank lain. Tugas kami adalah memberikan nilai kepada customer. Tapi harus fokus, pelanggan mana yang ingin add value? Customer yang datang pakai Mercedes GLS, nyetir sendiri, bajunya branded, kalau convert ke Aladin gak mungkin. Itu bukan target segmennya

Untuk ekspansi bisnis, pemberian kredit menjadi andalan di daerah. Bagaimana strategi Aladin di penyaluran kredit ini?

Kami akan mengangandalkan kemitraan, karena mereka memiliki lebih banyak data daripada yang kami punya. Itu ekosistem mereka. Lalu kami bisa memberikan pelayanan yang bagus. Saat ini kami masih di ‘distribusi’, di trading karena itu salah satu industri yang paling besar. Tapi apakah menutup kemungkinan ke industri lain? Tidak.

Kami memiliki tesis ingin menjadi penyedia layanan keuangan untuk semua ekosistem, Banking as a Service (BaaS). Kami sedang minta izin, customer yang dimiliki partner tidak lagi perlu download Aladin, tapi Aladin akan ada di aplikasi partner. Jadi, dari pembukaan akun, deposito, tabungan, mendapatkan pinjaman, semua bisa didapat dari aplikasi partner. Kami mau ke sana, industri yang didorong oleh mitra, bukan sebaliknya.

Bagaimana pengembangan modal dasar Bank Aladin? Apa sudah sesuai kriteria minimal Otoritas Jasa Keuangan?

Hitungan untuk definisi bank BUKU sudah berubah. Tapi intinya, pada akhir 2020 minimal Rp 1 triliun, akhir 2021 Rp 2 triliun, akhir 2022 harus Rp 3 triliun. Ini berlaku untuk semua bank, bukan cuma Aladin. Ini definisi Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI). Tolong cek, minimum Rp 3 Triliun. 

Kami juga sedang menggalang dana. Kemarin baru close di Rp 2 triliun, ada Alfamart masuk, ZA Tech, beberapa account manager. Tahun ini kami akan melakukan lagi untuk fundraising. Tapi saya kurang tepat untuk mendahului, nanti kami akan membuat pengumuman. Ini sedang proses.

Beberap waktu lalu Wakil Presiden Ma'ruf Amin “meng-endorse” LinkAja untuk menjadi bank digital syariah. Bagaimana soal ini?

Saya pribadi senang ada endorsement ke bank syariah dari orang nomor dua di RI. Ketika kami announce kerja sama dengan Alfamart, Pak Wapres juga hadir. Jadi, Pak Wapres memang cendikiawan muslim, tentu akan endorse setiap orang yang ada isinya dan syariah.

Kami sedang membangun industri, bahkan beberapa industri sekaligus, yaitu digital banking dan syariah banking. Penetrasi masih kecil dibandingkan BCA, BRI, BNI. Syariah juga masih kecil dibanding nama-nama tadi.

Tentu kami membangun Aladin sebagai bank, tetapi tujuan yang lebih besar adalah membangun industri. Jadi, kalau ada pemain-pemain lain, kami malah senang, karena membantu edukasi masyarakat. Kalau kami sendiri, biaya edukasi masyarakat itu besar.

Bagaimana skenario ketika ada risiko kegagalan partnership dengan Alfamart? Sebab semua data bergantung pada Alfamart. Apakah kerja sama ini akan terus berlangsung?

Semoga penilaian kami risikonya rendah. Kolaborasi dengan Alfamart di berbagai level. Kedua PSP kami kan sudah kenal dari dulu, Pak Joko melalui beberapa investasi di Aladin waktu IPO. Alfamart pun investasi ke kami waktu right issue. Secara komersial, kami memiliki berbagai macam agreement, dari marketing, customer acquisition, funding, financing. Dari segi teknologi, kami juga kerja bareng Alfamart untuk memudahkan beberapa proses.

Assessment kami, risiko tersebut rendah, tapi resiko nggak mungkin 0. Apakah kami akan bermitra dengan partner lain? Tentu iya, yang penting tidak langsung bersaing dengan Alfamart. Kami menghargai kerja sama in. Kami ke Evermos itu enggak overlap, juga dengan Kitabisa.

Sebelumnya disebutkan Aladin lebih fokus ke kota tier 2-3-4. Di provinsi mana yang penetrasi Aladin paling besar?

Saya perlu memeriksa dulu, kalau tidak salah di Jawa Barat atau Jawa Timur. Itu kantong-kantong masyarakat yang ingin produk-produk syariah besar di sana. Tapi distribusinya lumayan, jadi semua provinsi kami punya.

Di Sumatera Barat tidak punya Alfamart tapi tuntutan syariahnya tinggi. Bagaimana cara Aladin masuk ke provinsi itu?

Dari hampir 700 ribu nasabah, itu organik ada 50:50. Ada yang di-drive oleh Alfamart melalui pekerja mereka, member get member, referral, dan marketing. Lalu 50 persennya lagi organik, orang yang mencari Aladin. Di Sumatera Bar, saya tidak tahu dipakai buat apa. Tapi bikin akun bank bisa di rumah, masukin duit, transfer, butuh uang bisa jalan ke ATM manapun kalau Alfamart tidak ada. Mau berbagai macam tabungan juga ada, tabungan haji dan edukasi.

Jadi Aladin juga ada tabungan haji?

Iya. Kami dapat menetapkan tujuan Anda. Jika tujuan Anda untuk naik haji, silakan. Jika tujuan Anda untuk umrah, silakan. Kalau untuk nabung edukasi anak, silakan.

Badan Pengelola Keuangan Haji sudah menggandeng Bank Muamalat untuk tabungan haji. Bagaimana persaingannya dengan Aladin?

Kami tidak melihat persaingan sama sekali. Statement-nya beda sekali, products-nya beda, kemampuannya berbeda. Fokus Aladin adalah menciptakan nilai untuk segmen tertentu. Kami enggak celingak-celinguk untuk memperhatikan layanan korporat, pemerintah daerah. Kami tidak berpikir ke sana. Fokus ke underbanked, unbanked, MSMEs, dari segi income itu middle to low.

Reporter: Gabriel Wahyu Titiyoga, Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...