BSI Kembangkan Industri Makanan dan Minuman Halal
PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI terus berupaya membangun Islamic Ecosystem di Indonesia. Salah satunya dengan menjadikan industri makanan dan minuman halal sebagai sektor halal prioritas untuk dikembangkan melalui pembiayaan tepat guna dan tepat sasaran.
Direktur Treasury & International Banking BSI, Moh. Adib, dalam diskusi daring bertema “Membangun Industri Makanan & Minuman Halal Dalam Negeri serta Dukungan Perbankan Syariah” yang diselenggarakan oleh BSI Institute, Senin (26/9), mengatakan, status Indonesia sebagai the largest muslim population in the world tentunya menjadi berkah tersendiri.
Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk dapat menjadi prominent leader dan key player. Bahkan menjadi trend setter dalam berbagai upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di kancah global.
Besarnya potensi bisnis industri makanan dan minuman halal ini menjadikan industri tersebut salah satu sektor halal prioritas untuk dikembangkan terlebih dahulu.
Tidak hanya dari sudut pandang besarnya kebutuhan atau demand akan produk makanan dan minuman halal,” kata Adib,”tetapi juga karena pengembangan sektor makanan dan minuman ini menjadi salah satu upaya dalam mendukung penguatan ketahanan pangan.”
Indonesia saat ini menempati urutan ke-4 dalam indikator ranking ekonomi Islam dunia dari laporan State of the Global Islamic Economy Report 2022.
Sementara itu, besarnya potensi ekonomi syariah di Indonesia terbukti dengan nilai industri halal Indonesia, khususnya industri makanan dan minuman.
Berdasarkan laporan Indonesia Halal Markets Report 2021/2022, industri makanan dan minuman memiliki market size terbesar di dunia, yaitu mencapai U$135 miliar atau sekitar Rp1.958 triliun.
Namun, Indonesia masih berada pada posisi kedua di bawah Malaysia pada pemeringkatan segmen halal food pada Global Islamic Economy Indicator Score 2022.
Pengembangan industri makanan dan minuman halal di Indonesia bukanlah tanpa tantangan. Saat ini, industri pengolahan nasional secara umum masih bergantung pada impor.
Sekitar 71% dari total impor Indonesia merupakan impor bahan baku dan barang antara atau pendukung industri pengolahan, termasuk pengolahan makanan dan minuman.
Bagi industri pengolahan makanan, ketergantungan atas bahan baku impor akan memunculkan isu terjamin atau tidaknya kehalalan bahan baku tersebut.
Hal ini tidak sejalan dengan pengembangan industri makanan dan minuman halal yang sangat bergantung pada halal tidaknya seluruh proses produksinya, termasuk jaminan halal di sepanjang supply chain dari hulu hingga ke hilirnya.
Sejatinya, pengembangan industri halal ini dapat direalisasikan dengan mengurangi ketergantungan impor dan membangun industrinya dari hulu ke hilir di dalam negeri.
Upaya lain yakni melakukan sertifikasi halal di setiap produk dan bahan baku dalam proses produksi dan supply chain-nya.
Dengan strategi tersebut, diharapkan menjadi peluang bagi pelaku bisnis dalam negeri dalam mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman hingga ke segmen industri kecil dan menengah. Artinya potensi besar di industri ini tidak hanya menjadi peluang bagi korporasi besar.
Pada kesempatan webinar tersebut, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan Indonesia perlu memanfaatkan keberadaan kawasan industri.
Salah satunya di Batam untuk mendorong kemandirian industri dalam negeri dengan menghubungkan basis produksi lokal dengan global halal value chain.
Diharapkan, perbankan syariah juga dapat berkontribusi aktif dalam merealisasikan strategi pembangunan industri makanan dan minuman halal di dalam negeri.
Dalam kesempatan yang sama, SVP SME Banking BSI Dedy Suryadi menambahkan, salah satu dukungan BSI membangun industri makanan dan minuman halal di Indonesia yakni penyaluran pembiayaan tepat sasaran kepada pelaku UMKM dan IKM.
Dukungan BSI termasuk melalui pembangunan UMKM Center yang saat ini sudah ada di tiga kota. Selain itu, program Talenta Wirausaha Muda yang sudah berjalan tahun akan menjadi agenda rutin tahunan.
Tujuannya menjaring para pelaku UMKM dan IKM untuk bisa masuk dalam ekosistem BSI, khususnya yang bergerak di bidang makanan dan minuman halal.
Dengan begitu, pembiayaan akan semakin tepat sasaran dan tepat guna karena lewat dua program ini BSI tidak hanya memberikan pembiayaan, tetapi juga pendampingan dan pelatihan agar UMKM ini bisa sustain dan naik kelas.
“Nasabah UMKM kami hampir mayoritas 60 persen bergerak di sektor makanan dan minuman, dan ternyata sebagian besarnya belum memiliki literasi tentang kehalalan produknya,” kata dia.
Kondisi tersebut, kata dia, menjadi pekerjaan rumah bersama, bagaimana harus membina para UMKM dan IKM dengan memberikan literasi tentang kehalalan produk yang diproduksi ada dijualnya.
“Selanjutnya bagaimana mendorong terbangunnya kawasan halal, termasuk kemudian bagaimana harus dapat menciptakan UMKM dan IKM halal go global dan berdaya ekspor,” ujar Dedy.
Agenda webinar tersebut juga dihadiri oleh beberapa pembicara pakar lainnya, yaitu Jeffrey Bahar selaku Direktur Utama PT Spire Indonesia, Hilda Oktora selaku Anggota Komite Bidang Regulasi Teknis Pangan GAPMMI. Selain itu Ina Primiana selaku Guru Besar FEB Universitas Padjadjaran.