Konferensi B20 Hasilkan Potensi Proyek Lebih Dari US$ 11,5 Miliar

Sebanyak 11 negara setidaknya terlibat dalam proses “business action” dalam Konferensi B20 untuk mewujudkan percepatan proyek rendah karbon dengan total nilai proyek lebih dari US$ 11,5 miliar.
Image title
Oleh Yanuar
21 November 2022, 13:59
Pertamina di Forum B20
Dok Pertamina

Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) atau Satuan Tugas Energi, Keberlanjutan dan Perubahan Iklim dalam konferensi B20, berhasil menelurkan hasil yaitu nilai potensi proyek sebesar lebih dari 11,5 miliar dolar AS. 

“Diskusi antara pemangku kepentingan dalam TF ESC-B20 memiliki tujuan untuk mencari implementasi paling realistis dari transisi energi yang berkelanjutan dengan konsep kemandirian energi,” kata Chairman TF ESC-B20, Nicke Widyawati.

B20 Summit berlangsung dari tanggal 13-14 November 2022, di Bali. Tugas atau misi utama dari TF-ESC B20 adalah percepatan penggunaan energi baru terbarukan di seluruh dunia. Kedua, memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau dan terakhir adalah meningkatkan keamanan energi.

Dari tiga pembahasan utama tersebut memunculkan pembicaraan mengenai kerja sama global lintas negara yang lebih dikembangkan baik di negara maju serta berkembang.

TF ESC juga berperan sebagai katalisator dalam kerja sama global dengan capaian perjanjian kerja sama sebanyak 38 kesepakatan dari lintas negara. Sebanyak 11 negara setidaknya terlibat dalam proses “business action” dalam mewujudkan percepatan proyek rendah karbon dengan total nilai proyek lebih dari US$ 11,5 miliar.

Implementasi lainnya adalah TF ESC sebagai ajang keselarasan bisnis secara global. Sebanyak 12 peluang kerja sama lintas negara terwujud usai ajang B20 terselenggara di mana sebanyak 5 bisnis terjalin kesepakatan dalam proyek penurunan karbon. Aksi bisnis lainnya yang tercapai adalah dua kolaborasi investasi bisnis terjalin dalam konferensi B20.

Secara umum TF ESC B20 berfungsi sebagai jembatan bagi negara yang ingin mencapai kesepakatan bersama pada isu transisi energi secara global. Satuan tugas ESC B20 memberikan pemahaman kerja sama bagi negara yang tengah melalui masa transisi energi dengan negara yang memiliki sumber energi fosil melimpah, seperti Arab Saudi misalnya.

Salah satu upaya pemahaman transisi energi melalui pengembangan teknologi Carbon Captures Utilization Storage (CCUS). CCUS merupakan teknologi untuk menangkap karbon dioksida yang telah terlepas ke atmosfer. 

Fungsi dan visi kedua TF ESC adalah sebagai akselerator/katalis untuk mewujudkan agenda-agenda global seperti Net Zero Emission (NZE), transisi energi, dan lainnya. 

NZE atau netralitas karbon tahun 2060 menjadi agenda kerja dan proses berkelanjutan untuk transisi penggunaan energi. Dari energi fosil yang polutif ke energi bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan yang merupakan hasil pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Menindaklanjuti langkah tujuan dari konferensi besar tersebut, PT Pertamina Group menjadi aktor utama penyelenggara perhelatan puncak Konferensi Tingkat  Tinggi Government 20 (KTT-G20), Task Force Energy, Sustainability and  Climate Business 20 (TF ESC-B20). Pertamina juga siap mengawal tiga rekomendasi utama untuk pembahasan intensif oleh 152 peserta dari perwakilan 25  negara.

Tiga rekomendasi tersebut yakni; mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi; memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau; dan meningkatkan akses serta kemampuan konsumen untuk mengonsumsi energi bersih juga modern. 

“Poin utamanya adalah Indonesia mendukung dekarbonisasi industri akan mempercepat emisi nol bersih yang ditargetkan tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Nicke yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero). 

Secara umum peserta B20 TF ESC berasal dari berbagai perusahaan belahan dunia, peserta dari Indonesia antara lain Pertamina, Vale Indonesia, EMITS, Jababeka, WIKA, Pupuk Indonesia, Indonesia Stock Exchange, Grab Indonesia, Astra Agro Lestari, WIMA, Krakatau Steel, Unilever Indonesia, Badak NGL, Indonesia Battery Corp, L’oreal Indonesia, dan Hitachi Astemo Indo.

Sedangkan dari belahan Asia Timur dan Asia Tenggara adalah Japan (JBIC, NYK, Tepco, Inpex, Chiyoda, JOGMEC, Mitsubishi, MHI), China (Sepco, CATL, Zheijang Huayou Cobalt), Korea (KIS), serta Singapore (Ignis, Cobalt). Salah satu kesepakatan kerja sama juga terjalin mengenai “Pra-Studi Kelayakan Terkait Pengembangan E-Methane” antara PT Pertamina dengan IHI Corp. dari Jepang guna menuju industri rendah karbon.

Kemudian dari Amerika Utara diikuti oleh Exxon mobil, Chevron dan Ormat. Selanjutnya dari timur tengah Saudi Arabia (Saudi Aramco, ACWA Power), dan UAE (Masdar, ADNOC). Adapun perusahaan asal benua biru Eropa, yaitu, Turkiye (BOTAS), Netherland (Pondera), Spain (Semba Corp), France (Schlumberger).

Nicke juga sempat memberikan pesan secara lugas bahwa upaya pencegahan pemanasan global serta perubahan iklim, adalah hal yang sangat kompleks. Di sisi lain, diperlukan upaya agar transisi energi tidak menjadi hambatan bagi agenda pembangunan yang tengah dicanangkan di negara-negara berkembang dunia.

Negara-negara maju lebih terdepan dalam transisi energi karena kekuatan kerangka pemerintahan, kapasitas kelembagaan, pengembangan pasar dan kapasitas keuangan. Sedangkan negara berkembang kekurangan satu atau lebih kekuatan tersebut. 

Oleh karena itu, Nicke memberikan solusi peningkatan kerja sama global dalam pengembangan kapasitas serta menggandakan dukungan keuangan tahunan untuk negara-negara berkembang. 

“Tanpa kolaborasi ini adalah tantangan berat bagi negara maju, dalam hal pendanaan transisi energi,” katanya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...