Bank DBS Tetapkan Sembilan Sektor Industri untuk Dekarbonisasi
Bank DBS meluncurkan laporan bertajuk Our Path to Net Zero-Supporting Asia’s Transition to a Low Carbon Economy. Laporan tersebut menjadi panduan pembiayaan berkelanjutan guna mencapai target emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada tahun 2050. Laporan ini berisi target sektoral, yakni terdapat sembilan sektor industri dalam sasaran dekarbonisasi dan cakupan data.
Bank DBS menetapkan target sektoral dalam laporan itu berdasarkan pendekatan dari The International Energy Agency’s Net Zero Emissions by 2050 Scenario (IEA NZE). Dalam laporan tersebut, Bank DBS menetapkan tujuh sektor dekarbonisasi, antara lain daya, minyak dan gas (migas), otomotif, aviasi, ekspedisi, baja, dan real estat.
Sedangkan dua sasaran cakupan data meliputi pangan dan agribisnis, serta bahan kimia. Kesembilan sektor yang termuat dalam laporan Bank DBS sejauh ini merupakan deretan institusi yang menghasilkan emisi terbesar dari pendanaan Bank DBS.
Di antara sejumlah sektor itu, migas merupakan salah satu sektor yang mendapat sorotan. Pasalnya, sektor ini tengah dituntut untuk menghasilkan energi yang lebih bersih. Oleh sebab itu, Bank DBS menargetkan pengurangan emisi absolut pada sektor migas dari pendanaan DBS sebesar 28 persen pada tahun 2030.
”Seperti yang dinyatakan oleh IEA, power sektor ini diperlukan untuk mencapai nol bersih pada tahun 2040 agar dunia mencapai nol bersih pada tahun 2050,” tulis laporan Bank DBS.
Laporan yang sama menyebutkan bahwa penetapan target emisi nol bersih bertolak dari tiga kategori, yakni scope 1, 2, dan 3. Untuk scope 1, penetapan target berangkat dari aktivitas emisi langsung. Sedangkan scope 2 meliputi emisi tidak langsung dari pembangkit listrik yang dibeli, seperti uap, pemanasan, dan pendinginan dari konsumsi klien.
“Scope 3 mengacu pada semua emisi tidak langsung atau hilir lainnya yang terjadi dalam rantai nilai perusahaan,” tulis laporan tersebut.
Masih dalam laporan yang sama, pada sejumlah sektor, sebagian besar klien Bank DBS belum menetapkan target emisi nol bersih. Terkait hal itu, Bank DBS mencanangkan serangkaian skenario berwawasan ke depan untuk tindakan yang mungkin dilakukan oleh klien.
Sejumlah skenario yang disiapkan meliputi investasi yang dapat dilakukan ke dalam teknologi dan kegiatan, divestasi yang bertanggung jawab, dan penguatan teknologi carbon capture utility storage (CCUS).
Di samping itu, disebutkan bahwa penetapan target sektoral dekarbonisasi Bank DBS membutuhkan peran lebih dari satu sektor yang bertindak secara sinkron. Guna mencapai emisi nol bersih, diperlukan pengembangan alternatif energi rendah karbon yang berjalan secara kolaboratif antarsektor.
Selain itu, Bank DBS mengungkapkan sejumlah proses industri membutuhkan listrik dari sumber daya rendah karbon. Hal itu misalnya terjadi pada sektor real estat yang bergantung pada jaringan listrik untuk operasional. Sehingga, pasokan listrik rendah karbon berperan penting dalam transisi ekonomi rendah karbon secara luas.
”Dalam jangka pendek, peningkatan efisiensi energi adalah salah satu pendorong utama dekarbonisasi,” tulis laporan Bank DBS.
Pada sisi lain, Bank DBS menetapkan target dekarbonisasi yang turut mencakup kegiatan pasar modal. Secara keseluruhan, terdapat aset bank senilai S$ 686 miliar yang diikutkan per Desember, dan pinjaman pelanggan sebesar S$ 409 miliar.
Dalam keterangan tertulis, Chief Executive Officer DBS, Piyush Gupta, mengatakan bahwa komitmen emisi nol bersih Bank DBS telah dibuat berdasarkan rute yang jelas dan terperinci. Namun, pemetaan dan tindakan konstruktif tersebut tidak bisa berdampak secara langsung dengan mudah. Terlebih, pemetaan jalur setiap industri dimulai dari titik yang berbeda satu sama lain.
”Target dekarbonisasi bank akan bertindak sebagai panduan untuk kegiatan pembiayaan dan membimbing kelompok untuk mencapai nol bersih pada tahun 2050 melalui perubahan terukur,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (9/1/2023).
Dari segi internal, Bank DBS berkomitmen untuk mencapai operasional emisi nol bersih di seluruh bank pada akhir 2022. Hal ini berkaitan dengan komitmen pada akhir 2021 lalu, di mana seluruh pemasok baru DBS telah menandatangani komitmen mereka terhadap DBS Suistanability Sourcing Principles.
Piyush Gupta menambahkan, bisnis pembiayaan berkelanjutan yang dilakukan oleh Bank DBS akan terus berjalan. Portofolio keuangan berkelanjutan Bank DBS sejauh ini telah mencapai S$ 52,7 miliar per 30 Juni 2022, melampaui target S$ 50 miliar, jauh sebelum 2024. “Bisnis pembiayaan berkelanjutan dan meningkatkan portofolio keuangan berkelanjutan,” katanya.
Bank DBS menegaskan komitmennya terhadap pembiayaan berkelanjutan dengan tidak lagi menyalurkan kredit untuk batu bara mulai April 2019 lalu. Kebijakan ini dilakukan secara bertahap oleh Bank DBS, seraya di sisi lain meningkatkan dukungan terhadap sektor energi terbarukan.
“Peningkatan terhadap proyek energi terbarukan terus dilakukan sebesar S$ 5,9 miliar pada 2021, dari S$ 4,2 miliar pada 2020,” ucap Group Head Institutional Banking Group DBS, Tan Su Shan.