IDSDB, Dorong Keseimbangan Pembangunan
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bersama dengan mitra mendorong daya saing pembangunan berkelanjutan di tingkat kabupaten melalui Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan (IDSDB). KPPOD bersama mitra menginisiasi IDSDB sejak 2019 dan mulai melaksanakan pemeringkatan pada 2020.
Lead Konsorsium IDSDB Herman Suparman dalam wawancaranya dengan Katadata (1/2/2023) menyatakan, salah satu alasan pembentukan IDSDB sebab peringkat Indonesia yang masih di bawah negara-negara lain.
“Dibanding negara lain, mengacu pada Asian Competitiveness Index atau Global Competitiveness Index, Indonesia masih di bagian sedang bahkan rendah,” ucap Arman, sapaan akrab Herman.
Dalam Asia Competitiveness Index 2019, Indonesia berada di posisi 15 dari total 38 negara, dengan akumulasi nilai 64,63. Dengan posisi tersebut, Indonesia berada di urutan keempat dari negara Asia Tenggara, di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Sedangkan untuk Global Competitiveness Index, Indonesia dengan 64,6 poin berada di posisi 50 dari 63 negara.
Oleh sebab itu, IDSDB dirancang untuk mengukur kinerja daerah, sehingga pemerintah bisa saling belajar satu sama lain. Selain itu, diharapkan, pemerintah daerah bisa menyusun kebijakan dan perencanaan penganggaran untuk meningkatkan daya saing daerahnya.
Indeks IDSDB dibentuk melalui kolaborasi multipihak. Berawal dari inisiatif mitra pembangunan yang diinisiasi KPPOD bersama Terra Komunika dan Kinara Indonesia sebagai tim pelaksana, kolaborasi diperkuat dengan komite pengarah yang terdiri dari pemerintah nasional, asosiasi pemerintah daerah, akademisi, hingga mitra pembangunan lainnya.
Komite pengarah dari pemerintah nasional terdiri atas Bappenas, Kemenko Perekonomian, dan Ombudsman. Sementara representasi pemerintah daerah diwakili oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).
Untuk komite pengarah dari pihak akademisi berasal dari dua universitas, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI). Terakhir, komite yang berasal dari lembaga mitra yaitu ANGIN, FITRA, Traction Energi Asia, CDP, PT SMI, dan Apindo Research Institute.
Kolaborasi ini, menurut Konsorsium IDSDB sejalan dengan semangat akselerasi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) Indonesia. Adapun komitmen penguatan peran pemerintah daerah tertuang dalam Perpres 111/2022 mengenai Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
IDSDB sendiri memiliki empat pilar. Pertama, lingkungan lestari. Pilar ini melihat pembangunan berbasis tata kelola sumber daya alam sebagai jasa lingkungan untuk mewujudkan kelangsungan hidup antargenerasi. Hal ini dilihat dari kualitas lingkungan hidup, pengelolaan sumber daya alam, dan resiliensi lingkungan.
Kedua, pilar ekonomi berkelanjutan. Pilar ini dinilai dari potensi ekonomi, kemampuan keuangan daerah, ekosistem investasi, dan infrastruktur ekonomi. Ketiga, pilar inklusi sosial yang menekankan pada modal sumber daya manusia dan akses pada kesempatan-kesempatan ekonomi dalam peningkatan kualitas hidup. Keempat, pilar tata kelola berkelanjutan sebagai pembentuk ekosistem pembangunan.
Pada IDSDB 2022, terdapat perubahan kerangka konsep dibanding IDSDB tahun-tahun sebelumnya. Dari empat pilar yang disusun atas beberapa variabel dan indikator, terdapat beberapa indikator yang berubah. “Tujuan dari perubahan ini adalah untuk menyempurnakan kerangka konsep, sehingga bisa digunakan dalam jangka waktu lama,” kata Arman.
Perubahan terdapat pada pilar ekonomi dengan penambahan indikator ketenagakerjaan. Selain itu, perubahan juga terdapat pada pilar tata kelola, dari sebelumnya tiga indikator berupa kelembagaan, pelayanan publik, dan kebijakan, kemudian menjadi lima indikator meliputi partisipasi, akuntabilitas, tranparansi, efektivitas, dan prinsip berkelanjutan.
Meskipun perubahan desain riset indeks berdampak pada perubahan hasil indeks, namun terdapat beberapa daerah yang tetap stabil karena berhasil menjaga keseimbangan kinerja di tiap pilarnya.
“Beberapa daerah yang sebelumnya berada di posisi atas jadi berada di posisi tengah atau di bawah. Namun ada juga daerah-daerah yang posisinya tetap sama, baik di posisi atas, tengah, maupun bawah,” ujar Arman.
Proses pemeringkatan daerah dilakukan dalam beberapa tahap. Mulai dari kunjungan lapangan, diskusi bersama berbagai ahli untuk penyempurnaan indeks, sosialisasi, hingga memperluas narasi daya saing daerah berkelanjutan bekerja sama dengan APKASI.
Selain itu, sosialisasi IDSDB juga mencakup perluasan narasi keberlanjutan melalui lokakarya dan lomba foto, melakukan need assessment ke daerah, dan mempersiapkan asistensi untuk peningkatan kapasitas daerah.
Dalam penyusunan indeks ini, tim konsorsium bersama lembaga mitra juga menghadapi tantangan di lapangan, utamanya soal ketersediaan data. Hal ini terjadi sebab perhitungan indeks menggunakan data sekunder, sedangkan belum semua daerah memiliki manajemen data yang baik.
Arman menyebutkan, data yang paling sulit didapatkan adalah terkait pilar lingkungan lestari. Ini dikarenakan, kebanyakan data lingkungan hanya sebatas di level provinsi, sedangkan IDSDB ini mengambil data kabupaten.
Tantangan lain yang ditemui tim indeks ada pada penilaian pilar tata kelola. Beberapa indikator seperti Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), belum banyak daerah dipublikasikan pada situs resmi kabupaten. Hal itu membuat proses pengumpulan data memerlukan waktu yang relatif lebih lama.
Meski masih menghadapi berbagai tantangan, Arman berharap, IDSDB ini dapat menjadi salah satu acuan penguatan pembangunan nasional dan daerah. Hasil indeks IDSDB juga diharapkan menjadi referensi insentif publik dan non-publik bagi daerah yang telah lebih dulu maju dalam penerapan pembangunan hijau.
“Melalui ini, pemerintah daerah dapat mengukur tingkat daya saingnya dan membuka ruang kolaborasi untuk berbagai inovasi. Pemerintah daerah bahkan bisa mendapat apresiasi dan insentif untuk peningkatan kapasitas,” tutur Arman.
Upaya pengukuran daya saing daerah ini juga diapresiasi Kepala Sekretariat SDG’s Bappenas, Vivi Yulaswati. Menurut Vivi pada Katadata (18/11/22), indeks seperti IDSDB ini merupakan pelengkap pengukuran kemajuan daerah.
“Dengan indeks ini pemerintah bisa memverifikasi dan memvalidasi kondisi riil di daerah. Ditambah, pilar dalam IDSDB sama dengan pilar SDGs, sehingga bisa satu tujuan dan saling menguatkan,” kata Vivi.