Inpres Moratorium Momentum Perbaikan Tata Kelola Perkebunan Sawit
Pada 19 September 2018 lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Kepada lima Menteri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Gubernur dan Bupati/Walikota, Presiden memberi waktu tiga tahun untuk menunda dan mengevaluasi perizinan serta menggenjot produktivitas perkebunan kelapa sawit.
Penerbitan Inpres ‘moratorium’ ini menjadi peluang pembenahan menuju tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Setidaknya, terdapat empat peluang perbaikan yang dapat dilakukan. Pertama, melindungi hutan yang tersisa dalam perkebunan sawit. Meskipun sifatnya sementara, kebijakan ini dapat menghentikan ekspansi perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan sehingga dapat menekan angka deforestasi.
Berdasarkan statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dikutip dalam laporan Madani Berkelanjutan bertajuk Laporan Berkala REDD+ bulan September 2018, disebutkan bahwa paling tidak ada 6,3 juta hektare hutan ( 2,5 juta hektare hutan primer dan 3,8 juta hektare hutan sekunder) yang terlindungi oleh moratorium perkebunan sawit ini.
Kedua, membenahi izin bermasalah. Dalam inpres tersebut disebutkan perlu adanya evaluasi atas pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan yang telah diberikan kepada perusahaan skala besar untuk menemukan kawasan yang masih bisa diselamatkan, kawasan yang melanggar hukum, maupun kawasan yang menyalahi peraturan tata ruang. Sebagai tindak lanjut dari evaluasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merekomendasikan kepada gubernur untuk mengembalikan kawasan yang masih memiliki hutan produktif menjadi kawasan hutan.
Ketiga, memperbaiki tata kelola data perkebunan sawit. Dalam masa moratorium, semua perkebunan kelapa sawit milik perusahaan besar maupun petani kecil wajib dipetakan dan diidentifikasi letak kawasannya. Seluruh data termasuk nama pemilik, lokasi, tahun tanam, luas, status, dan kelengkapan izin wajib disetorkan kepada pemerintah untuk diverifikasi.
Keempat, melindungi hak petani dan masyarakat adat. Instruksi Presiden ini mewajibkan dilakukannya pemberdayaan dan percepatan penerbitan sertifikat tanah untuk petani kecil. Inpres juga memerintahkan dilakukan evaluasi atas kewajiban 20 persen alokasi untuk perkebunan rakyat dari luas lahan yang diusahakan oleh perkebunan kelapa sawit skala besar.