Caleg Eks Koruptor dan Puluhan Miliar Kerugian Negara
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada 38 eks koruptor dalam daftar calon anggota legislatif tingkat kota/kabupaten dan provinsi untuk pemilihan umum (Pemilu) 2019. Sebelumnya, mereka terlibat kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 77,6 miliar. Berikut rincian kasus yang melibatkan para caleg tersebut berdasarkan penelusuran tim riset Katadata.
Gerindra memiliki enam caleg eks koruptor. Ada Muhammad Taufik yang terlibat dalam korupsi pengadaan alat peraga pemilu DKI Jakarta dengan kerugian negara senilai Rp 488 juta. Selain itu, ada Herry Jones Kere yang terjerat kasus gaji ganda (Rp 80,7 juta), Alhajar Syahyan dalam kasus penyalahgunaan uang makan dan minum DPRD (Rp 2,38 miliar), dan Ferizal yang terlibat kasus proyek pembangunan pelabuhan Apung di pulau Ketapang (Rp 222 juta). Sedangkan data dua caleg lainnya, yakni Husen Kausaha dan Mirhammudin tidak tersedia.
Golkar memajukan empat eks koruptor di mana Hamid Usman pernah terlibat penyelewengaan dana APBD senilai Rp 6,5 miliar. Selain itu ada Heri Baelanu yang terlibat kasus dana bantuan sosial (Rp 1,4 miliar) dan Dede Winarso dalam kasus penyaluran beras miskin (Rp 36,7 juta). Sementara atas nama Saiful T. Lami tidak ditemukan kasusnya.
Garuda mengusung dua eks koruptor. Julius Dakhi yang menyelewengkan dana proyek pembangunan Nias Water Park senilai Rp 7,89 miliar dan Ariston Moho dalam pengadaan baju dinas DPRD Nias Selatan senilai Rp 480 juta.
Berkarya mengajukan empat eks koruptor. Antara lain Mieke Nangka yang terlibat kasus pemalsuan keuangan Manado Beach Hotel (Rp 11,16 miliar), Arief Armaiyn yang tersangkut perkara pembangunan gedung keraton Kesultanan Jailolo, Halmahera Barat (Rp 500 juta), serta Yohanes Marinus Kota dalam korupsi dana bencana alam dan proyek pembangunan bronjong di Ende senilai lebih dari Rp 600 juta. Sementara untuk Andi Muttamar Mattotorang tidak diketahui berapa nominal penyelewengannya terkait APBD Bulukumba.
PAN mencalonkan empat eks koruptor atas nama Abd Fattah yang terbelit kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran Batanghari (Rp 651 juta) dan Masri dalam revitalisasi peralatan dan perlengkapan SMK Binaan Sumut (Rp 4,8 miliar). Selain itu ada Muhammad Afrizal terkait program peningkatan produksi pertanian (Rp 1,3 miliar) dan Bahri Syamsul Arief yang berperan dalam kasus honorarium ganda DPRD Kota Cilegon (Rp 2,2 miliar).
Hanura menempatkan lima eks koruptor yakni Mudasir yang terlibat dana hibah KONI senilai Rp 1 miliar, Welhelmus Tahalele dalam penyelewengan dana APBD pos bantuan sosial (Rp 4,6 miliar), dan Warsit dalam kasus dana tunjangan jabatan dan dana purnabakti APBD senilai Rp 8,1 miliar. Sedangkan Moh Nur Hasan terjerat kasus pembangunan musholla (Rp 40 juta) dan kasus atas nama Ahmad Ibrahim tidak terdeteksi.
Demokrat mengusung empat eks koruptor. Jones Khan terlibat kasus proyek peningkatan jalan lingkar Meringang sepanjang 700 meter (Rp 75,69 juta), dan Jhony Husban menyelewengkan dana pengadaan pembangunan dermaga Terstle (Rp 15,93 miliar). Selain itu, ada Syamsudin yang terlibat pungli surat rekomendasi tambang galian C dengan Rp 4,5 juta sebagai barang bukti di tempat, dan Darmawaty Dareho dalam kasus suap anggota legislatif untuk pembangunan fasilitas bandara dan pelabuhan di kawasan Indonesia Timur senilai Rp 2,3 miliar.
PKPI memiliki dua eks koruptor yakni Mathius Tungka yang terlibat pengadaan peralatan latihan kejuruan automotif sepeda motor di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab Poso (Rp 32,33 juta). Sedangkan Joni Cornelius Tondok melakukan korupsi tiga kali: biaya operasional dan mobilitas anggota dewan Rp 1,6 miliar; biaya pemberdayaan perempuan Rp 360 juta; anggaran barang dan jasa Rp 634,8 juta.
PDIP mengusung Idrus Tadji yang terlibat penyelewengan dana jaminan hidup pasca konflik Poso, tetapi tidak terdeteksi berapa dana korupsinya. PKS memajukan Maksum DG Mannassa yang terlibat kasus pekerjaan peningkatan jalan Bulo Matanga senilai Rp 191,63 juta. Adapun PBB mengusung Nasrullah Hamka, koruptor pengerjaan lintasan atletik stadion Tri Lomba Juang KONI (Rp 250 juta).
Nasdem mencalonkan Abu Bakar, koruptor atas kasus perubahan Perda mengenai pembangunan venues PON XVII Riau (Rp 1,8 miliar). Sedangkan Edi Ansori tidak ditemukan kasus dan nilai korupsinya. Namun, Nasdem sudah mencabut pencalonan dua eks koruptor tersebut dari bursa caleg.
Perindo mengajukan Samuel Buntuang dan Zulfikri namun kasus korupsi keduanya tidak terdata. Perindo sempat menyatakan akan meminta keduanya mengundurkan diri dari bursa caleg namun belum ada tindak lanjutnya.
Nilai kerugian negara merupakan penjumlahan dari masing-masing kasus korupsi. Adapun setiap kasus korupsi melibatkan berbagai pihak, bukan hanya caleg eks koruptor.