Petani Sawit Belum Sejahtera
Dana sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sejak 2015 belum berdampak signifikan pada kesejahteraan petani. Ini terlihat dari harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang belum dapat terdongkrak naik, yang kemudian berimplikasi pada Nilai Tukar Petani (NTP) yang rendah.
Pada 2014—tepat sebelum dana sawit diadakan—harga TBS tercatat Rp 1.826 dengan NTP sebesar 97. Namun pada 2019, saat dana sawit diterapkan, harga TBS turun menjadi Rp 1.515 dan NTP turut tergelincir menjadi 95,6.
Angka-angka tersebut mengkonfirmasi belum signifikannya pengaruh dana sawit pada kesejahteraan petani. Sebab, ketika NTP kurang dari 100, itu berarti pendapatan petani lebih sedikit dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi.
Menurut Yayasan Madani Berkelanjutan, kecilnya harga TBS di tingkat petani dikarenakan penentuan harga TBS yang hanya mempertimbangkan biaya produksi Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Padahal, apabila petani tidak bekerja sama dengan PKS, harga TBS yang diterima biasanya lebih rendah dari yang ditetapkan.
Melihat masih banyaknya persoalan, Yayasan Madani Berkelanjutan kemudian mengusulkan beberapa rekomendasi untuk memperbaiki kesejahteraan petani. Antara lain, pada Kementerian Pertanian untuk membuat formula penetapan harga TBS yang lebih berkeadilan. Pada pemerintah daerah untuk memprioritaskan dana untuk program peningkatan kesejaheraan petani secara langsung. Dan BPDPKS untuk mengarahkan dana sawit pada kesejahteraan petani.