Antisipasi Inflasi Akibat Kenaikan Harga Minyak
Harga minyak mentah dunia melonjak dan memberikan dampak ekonomi secara global. Kenaikan harga Indonesian Crude Price (ICP) mencapai 18,6 persen pada Maret 2022 lalu.
Meningkatnya harga ini merupakan yang tertinggi sejak 2013. Bank DBS menilai, kebijakan terkait pengaturan harga bahan bakar minyak (BBM) dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi.
Berdasarkan kajian Bank DBS yang bertajuk “DBS Fokus, Indonesia: Fuel Prices, Subsidies, and Inflation – Balancing Act”, Indonesia akan mengalami dampak positif dan negatif dari meningkatnya harga minyak mentah dunia.
Adapun dampak positifnya adalah akan meningkatnya pendapatan ekspor dan pendapatan pemerintah.
Sedangkan, Bank DBS mengatakan perlu adanya antisipasi inflasi sebagai dampak negatifnya. Selain itu, akan ada peningkatan biaya fiskal untuk mengontrol harga dan subsidi.
Kajian ini memperkirakan sejumlah kondisi ekonomi Tanah Air. Pertumbuhan ekonomi diprediksi hingga 4,2 persen – 4,3 persen year on year (yoy) dengan terjadinya 10 persen peningkatan harga minyak bumi, bensin, dan gas.
Dalam kajian tersebut, Bank DBS menilai bahwa upaya menaikkan harga BBM dapat menjadi strategi untuk menyeimbangkan perekonomian saat ini.
Bank DBS memprediksi kenaikan subsidi sebesar 80 persen kenaikan subsidi, dengan 55 persennya untuk energi.
Per Mei 2022, Pemerintah Indonesia telah menaikkan harga BBM nonsubsidi yaitu Pertamax seharga Rp 12.500 – Rp 13.500, dengan harga semula Rp 9.000 – Rp 9.400. Namun, harga BBM subsidi masih tetap.
Selain itu, Bank DBS melihat Bank Indonesia akan melihat first-order effect dari penyesuaian kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah. BI juga akan menaikkan suku bunga di semester kedua 2022.