KOMIK: Investasi Gagal Influencer Saham
Kasus gagal kelola saham yang melibatkan pemengaruh Ahmad Rafif Raya tengah menjadi sorotan di media sosial (medsos). Ahmad Rafif yang dikenal sebagai influencer melalui akun Instagram @waktunyabelisaham mengakui melakukan kesalahan dalam mengelola dana investasi milik 34 investor senilai Rp71 miliar.
Atas kasus tersebut, Ahmad Rafif diperiksa Satgas Pemberantasan Keuangan Ilegal (PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dari pemanggilan tersebut diketahui, kendaraan yang digunakan influencer asal Makassar tersebut untuk mengumpulkan dana investasi adalah PT Waktunya Beli Saham. Namun perusahaan tersebut tidak memiliki izin dari OJK.
Dia juga memiliki sertifikasi sebagai wakil manajer investasi dan wakil perantara pedagang efek, tetapi sudah kedaluwarsa. Pun masih berlaku, sertifikasi ini tidak lantas membuat seseorang boleh menghimpun dan mengelola dana investasi. Namun sejak 2022, Ahmad Rafif melakukan penawaran investasi, penghimpunan, serta pengelolaan dana investasi masyarakat secara ilegal.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik memastikan Ahmad Rafif bukan bagian dari alumni program influencer incubator BEI. Jeffrey menjelaskan beberapa tahun ini BEI memberikan edukasi berupa sekolah pasar modal kepada para pegiat media sosial yang ingin memahami investasi di pasar modal.
Pemahaman dari sekolah pasar modal tentunya dapat disampaikan kembali kepada pengikut (followers) sang influencer tentang pentingnya berinvestasi dan hal apa saja yang harus diperhatikan, termasuk risiko berinvestasi.
"Tentunya mereka tidak boleh memberikan rekomendasi saham apalagi mengelola dana tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Jeffrey kepada wartawan, dikutip Jumat, 5 Juli.
Beberapa tahun terakhir, marak fenomena di mana para influencer merekomendasikan saham tertentu agar saham terlihat menjanjikan dan pengikutnya mau melakukan investasi. Namun, influencer ini tidak memiliki sertifikasi profesi pasar modal untuk memberikan rekomendasi. Aktivitas ini disebut memompa atau pompom saham.
Berbagai ancaman seperti risiko investasi di saham gorengan hingga investasi gagal dikelola oleh influencer muncul. Hal ini tentu merugikan masyarakat, terutama di tengah meningkatnya minat investor pemula yang didominasi anak-anak muda.
Menurut OJK, hanya 4,11% masyarakat Indonesia yang paham pasar modal. Padahal data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Mei 2024 menunjukkan, mayoritas investor individu Indonesia berusia di bawah 30 tahun. Para anak muda harus berhati-hati dalam mengikuti financial influencer.
Imbas kasus Ahmad Rafif, OJK menyebut aturan khusus kerja sama antara perusahaan efek dengan influencer. “OJK sedang menyusun RPOJK yang salah satunya memperkuat pengaturan pegiat media sosial atau influencer dari sisi perusahaan efek,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK) OJK Inarno Djajadi pada Rabu, 10 Juni.