KOMIK: Lapor Mas Wapres
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meluncurkan lapak pengaduan “Lapor Mas Wapres” pada 10 November. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyebut layanan ini sejalan dengan semangat pemerintah untuk meninggalkan hal-hal feodal dan birokrasi yang rumit. Saat menjadi Walikota Solo, Gibran juga memiliki program serupa bernama “Lapor Mas Wali.”
Tenaga Ahli Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura mengatakan, Lapor Mas Wapres bukan hanya program Gibran semata, tetapi merupakan bagian dari program pemerintah secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk mendengarkan langsung aspirasi masyarakat sekaligus menjadi masukan untuk pengambilan kebijakan strategis.
“Masyarakat (supaya) tidak lagi berjarak terlalu jauh dengan pemerintah dan untuk memberikan pelayanan terbaik yang selama ini ada berbagai kendala di lapangan,” kata Prita Laura, Kamis, 14 November.
Semua laporan yang masuk disebut bakal dikelola dan dipelajari oleh Sekretariat Wakil Presiden untuk dikoordinasikan lebih lanjut ke kementerian lembaga hingga pemerintah daerah terkait.
Hingga 19 November, Lapor Mas Wapres telah menerima setidaknya 400 aduan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengungkap, dari 400 aduan, sebanyak 75 aduan yang mayoritas adalah masalah sengketa tanah telah diselesaikan.
Walaupun Lapor Mas Wapres disebut bisa menjadi jalan pintas untuk penyelesaian aduan masyarakat, lapak ini juga santer disebut sebagai gimik memoles citra Gibran dan dinilai malah menambah ketidakefisienan birokrasi.
Pasalnya, pemerintah sudah punya lapak pengaduan terintegrasi bernama Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) LAPOR! Pada 2022 saja, total laporan yang masuk nyaris mencapai 114 ribu dengan rata-rata per harinya mencapai 331 laporan.
Lapak ini dikelola langsung oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kantor Staf Presiden, dan Ombudsman. Kantor Komunikasi Kepresidenan menyebut, Lapor Mas Wapres bakal terintegrasi dengan SP4N ini.
“Jadi ini bukan satu-satunya, tapi ini justru memperkuat atensi bahwa responsivitas pemerintah terhadap aduan-aduan masyarakat sekarang harus semakin cepat, harus semakin tinggi,” kata Hasan Nasbi, Selasa, 19 November.
Saat ini, jumlah aduan langsung ke Istana Wakil Presiden juga dibatasi 50 aduan per hari dari pukul 08.00 sampai 14.00. Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Jakarta Hendri Satrio menyebut bahwa pembatasan ini berpotensi kurang efektif dalam menjangkau masyarakat secara luas.
“Program ini dari sisi komunikasi untuk pencitraan tentu efektif. Tetapi dalam pelaksanaannya, mungkin bisa saja kurang maksimal,” kata Hendri Satrio dikutip dari Antara, Selasa, 19 November.