Antisipasi Dampak Covid-19, BNI Perkirakan Pencadangan Baru Turun 2022
PT Bank Negara Indonesia Tbk alias BNI memperkirakan cadangan penurunan kerugian nilai atau CKPN baru akan turun di tahun depan. Sedangkan untuk tahun ini, biaya pencadangan terhadap kredit (CAR) diprediksi masih akan tumbuh di atas catatan per Juni 2021 yakni 18,2%.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini berharap, kondisi perekonomian tahun depan bisa lebih baik, sehingga debitur bisa cepat pulih dari restrukturisasi kredit. Selain itu, rencana ekspansi perusahaan di tahun depan akan lebih sehat seiring pemulihan ekonomi.
“Kami optimis pembentukan CKPN di 2022 akan terus turun atau tidak tinggi lagi. Cukup di dua tahun ini ada di bottom, sehingga di 2022 akan lebih baik,” kata Novita dalam paparan public expose, Senin (6/9).
Berdasarkan paparan hari ini (6/9), CKPN kredit BNI per kolektabilitas hingga Juni 2021 berada di 8,5%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni 6,5%. Adapun untuk rasio kecukupan modal per Juni 2021 berada di 18,2%, didominasi tier 1 sebesar 16%.
Di sisa 2021, Novita mengatakan kalau pihaknya masih terus meningkatkan kecukupan modal, sehingga secara total CAR akan lebih tinggi dari posisi per Juni 2021 yakni 18,2%. Penguatan akan difokuskan pada tier 1, seiring dengan membaiknya profitabilitas BNI ke depan.
“Kami juga akan melakukan aksi korporasi untuk menambah tier 1. Harapannya, sampai akhir 2021 kami bisa menaikkan rasionya lebih tinggi lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, BNI dikabarkan tengah mempersiapkan aksi korporasi penerbitan global bond dengan nilai berkisar US$ 500 juta. Sementara itu, BNI juga telah mendapat izin untuk melakukan aksi beli saham kembali atau buyback dengan anggaran yang disiapkan mencapai Rp 1,7 triliun.
Novita menambahkan, saat ini pihaknya masih mengantisipasi dampak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang masih berjalan terhadap kondisi ekonomi. Selain itu, relaksasi seperti restrukturisasi kredit juga kembali diperpanjang.
“Kami lihat langkah konservatif saat pembentukan CKPN tahun ini masih diperkukan, sehingga cost of kredit atau rasio biaya CKPN terhadap berada di kisaran 3,3-3,6%,” ujarnya.
Di samping itu, bank dengan kode emiten BBNI tersebut memiliki strategi untuk membentuk pencadangan yang cukup, tanpa menunda kredit bermasalah dan berisiko. Novita mengklaim kualitas rasio kredit bermasalah alias NPL masih tetap terjaga hingga Juni 2021, disusul ekspansi bisnis baru yang lebih sehat, sehingga biaya CKPN dapat diefisiensikan.
“Saat menyusun planning, kami sudah menyiapkan budget cukup tahun ini, bahkan sudah termasuk buffer atau dampak gelombang kedua Covid-19,” ujar Novita.
Sebelumnya, BNI mencatat adanya penurunan nilai kredit yang direstrukturisasi karena pandemi Covid-19. Pada akhir Juni 2021 nilainya Rp 81,75 triliun atau sekitar 14,4% terhadap total kredit. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan catatan Juni 2020 yakni Rp 99,96 triliun dan posisi Desember 2020 yakni Rp 102,38 triliun.
BNI membukukan laba bersih naik 12,8% menjadi Rp 5 triliun sepanjang semester I-2021 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan untuk pencadangan atau provisi meningkat menjadi Rp 9,8 triliun, atau naik 36,2% dari semester I-2020 yang sebesar Rp 7,2 triliun.