Tabloid Bersampul Anies Baswedan Diadukan ke Bawaslu, Ada Apa?
Beredarnya tabloid bersampul muka Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di tempat ibadah di Malang, Jawa Timur dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu. Laporan dibuat oleh Kornas Sipil Peduli Demokrasi, atas adanya dugaan pelanggaran tahapan pemilu. Laporan telah disampaikan ke Bawaslu pada Senin (26/9) sore.
"Menjelang dimulainya tahapan Pemilu Presiden 2024, kami menyampaikan sikap menolak perilaku politik identitas," jelas Kornas Kelompok Sipil Peduli Demokrasi, Mico Gea dalam keterangan resmi, Selasa (27/9)..
Tabloid 'KBAnewspaper' yang bersampul Anies itu beredar pada Kamis (22/9) lalu. Tabloid berisi 12 halaman tersebut merupakan edisi cetak bertajuk 'Mengapa Harus Anies?' Mayoritas isi kontennya mengulas seputar keberhasilan dan gagasan anies baswedan.
Lebih jauh Mico mengatakan penyebaran tabloid bersampul kandidat calon presiden di rumah ibadah menyerupai bentuk kampanye terselubung. Keberadaan tabloid itu juga bisa memancing munculnya politik identitas seperti yang terjadi pada pemilu 2019 lalu. Ditambah lagi, saat ini tahapan pemilu belum masuk pada masa kampanye.
"Kami mengharapkan Bawaslu RI segera memproses pelaporan ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku sebagaimana yang diatur dalam Perbawaslu 7 tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu," kata Mico lagi.
Cegah Politik Identitas
Sebelumnya, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty seperti dikutip dari situs resmi Bawaslu mengatakan adanya potensi politik identitas dalam pemilu merupakan isu yang menjadi perhatian Bawaslu. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menggandeng tokoh agama.
Menurut Lolly, dukungan dari tokoh agama sangat diperlukan dalam mencegah politik identitas. Apalagi saat ini belum ada definisi yang terukur mengenai definisi politik identitas. Menurut dia, jika merujuk Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tidak ada penjelasan yang detail tentang pengertian politik identitas.
"Pasal yang mengatur hal ini hanya memuat tentang kampanye yang dilarang menghina, menghasut, mengadu domba, dan menggunakan kekerasan. Tidak ada definisi dalam penjelasan UU Pemilu sebagai rujukan kita," terang Lolly (9/9).
Selain masalah penjelasan politik identitas, hambatan lain juga ditemui dalam pengawasan dugaan politik identitas. Alasannya, Bawaslu hanya mengawasi apa yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Lolly menjelaskan, Bawaslu harus memiliki rujukan jelas untuk mengawasi kampanye tanpa politik identitas. Terlebih masyarakat memiliki harapan yang tinggi terhadap Bawaslu untuk mencegah dan menindak dugaan pelanggaran kampanye yang menggunakan politisasi SARA.