DKPP Sanksi Keras Ketua KPU Soal Etik, Potensi Dicopot dari Jabatan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari. Putusan itu dibuat untuk perkara etik atas pertemuan dan perjalanan ke DI Yogyakarta bersama Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap Anggota KPU RI, terhitung sejak putusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan, Senin (3/4).
Sanksi terhadap Hasyim termuat dalam putusan untuk Nomor perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan Perkara Nomor 39-PKE-DKPP/II/2023.
Dalam kesimpulannya, DKPP menilai Hasyim selaku pihak teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Perkara diadukan oleh mahasiswa Perkumpulan Pemuda Keadilan Dendi Budiman dalam Perkara Nomor 35-PKE-DKPP/II/2023. Dalam perkara tersebut, Hasyim dinyatakan terbukti melakukan pertemuan dengan Hasnaeni yang berstatus sebagai ketua umum partai.
Menurut Heddy Lugito, meski Hasyim terbukti melanggar etik namun DKPP tidak menemukan adanya bukti maupun saksi terkait aduan dugaan pelecehan seksual. Hasyim dinyatakan terbukti melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
"Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak keputusan ini dibacakan," bunyi putusan yang dibacakan Heddy.
Selain itu, dalam putusannya DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut. DKPP menilai pertemuan Hasyim dan Hasnaeni itu merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyampaikan Hasyim dinyatakan terbukti melanggar pasal-pasal tersebut karena berdasarkan bukti, fakta, bahkan pengakuannya di persidangan. Hasyim secara sadar telah melakukan perjalanan ziarah bersama Hasnaeni selaku Ketua Umum Partai Republik Satu yang sedang mengikuti pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Perjalanan tersebut dilakukan Hasyim pada 19 Agustus 2022 di sejumlah tempat di DI Yogyakarta. Salah satunya, Partai Baron di Gunungkidul, DI Yogyakarta, padahal ia memiliki agenda menghadiri penandatanganan nota kesepahaman dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta pada 18-20 Agustus 2022.
"Teradu mengakui secara sadar telah melakukan perjalanan ziarah di luar kedinasan bersama pengadu II (Hasnaeni) selaku Ketua Umum Partai Republik Satu," kata Raka.
Dugaan Pelecehan
Berikutnya, sanksi peringatan keras terakhir itu juga terkait dengan Perkara Nomor 39-PKE-DKPP/II/2023. Hasyim dilaporkan oleh Hasnaeni mengenai dugaan pelecehan seksual.
Meskipun tidak terbukti melakukan pelecehan seksual, terdapat fakta lain yang terungkap di persidangan. DKPP menemukan Hasyim terbukti aktif berkomunikasi melalui percakapan WhatsApp dengan Hasnaeni. Keduanya intensif berbagi kabar setiap hari di luar kepentingan kepemiluan.
Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo menyampaikan percakapan antara Hasyim dan Hasnaeni menunjukkan adanya kedekatan secara pribadi. Komunikasi keduanya dinilai bukan percakapan Ketua KPU dan ketua parpol yang berkaitan dengan kepentingan kepemiluan.
"Bahwa berdasarkan uraian itu, DKPP menilai tindakan teradu sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu," kata Ratna.
Dengan demikian, Hasyim juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf e dan f juncto Pasal 15 huruf a, b, dan g Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Potensi Dicopot
Sebelumnya DKPP pada Kamis (30/3) juga telah menjatuhkan sanksi etik kepada Hasyim dalam perkara pernyataan yang dilontarkan Hasyim tentang kemungkinan sistem pemilu di Indonesia kembali ke proporsional tertutup. Lugito menjelaskan, pemberian sanksi didasarkan pada penilaian DKPP berdasarkan fakta di persidangan.
Selama proses sidang, DKPP menilai Hasyim telah melanggar etik karena pernyataan terkait sistem pemilu ia lontarkan di tengah gugatan yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataan itu dinilai telah menimbulkan kegaduhan.
Merujuk Peraturan DKPP Nomor 12 tahun 2017, Hasyim berpotensi dicopot dari jabatannya bila kembali melakukan pelanggaran. Berdasarkan pasal 22 poin 1 disebutkan bahwa sanksi bagi pelanggaran etik terdiri dari teguran tertulis dan pemberhentian sementara.
Teguran tertulis terdiri dari peringatan dan peringatan keras. Setelah itu sanksi dilanjutkan dengan pemberhentian. Adapun saat ini Hasyim telah mendapat sanksi peringatan keras.