Sebuah Ikhtiar di Tapal Batas

Image title
Oleh
22 Juli 2013, 00:00
997.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
Sumber: Istimewa

KATADATA ? RECKSAN Salur bisa merasakan enak dan susahnya tinggal di wilayah perbatasan dua negara: Indonesia dan Filipina. Di Filipina, kampung halaman kakeknya, ia menghabiskan masa kecil hingga lulus SD. Di Indonesia, tempat asal ayahnya, ia tinggal sejak mulai duduk di bangku SMP.

Pengalaman hidup di negara lain bisa menjadi kebanggaan. Tapi tidak bagi Recksan. Seperti ayahnya, ia tinggal di Pulau Matutuang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Di wilayah itu, banyak orang berdarah campuran. Bahkan sebagian warga lebih fasih berbahasa Tagalog, bahasa nasional Filipina, dibanding Bahasa Indonesia.

Sangihe bukan daerah perbatasan yang makmur. Tapi, Recksan bisa merasakan bahwa kehidupan di wilayah Indonesia lebih menyenangkan. ?Untuk masalah lapangan kerja, di Matutuang lebih banyak,? kata lelaki 27 tahun ini. ?Jika di Filipina, harus bekerja sekuat tenaga, tak ada subsidi (pemerintah). Harus bekerja sendiri.?

Daerah perbatasan seperti Sangihe memang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Sejumlah program pembangunan digelar di sana, termasuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, kegiatan tempat Recksan bekerja sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Berbeda dengan kegiatan pembangunan lainnya, PNPM mengambil pola kegiatan berdasarkan usulan dari masyarakat sendiri, dan mereka pula yang mengerjakan, atau disebut community driven development. Dirintis dengan nama Program Pengembangan Kecamatan (PPK)  pada 1998 sebagai kegiatan kerja sama dengan Bank Dunia, PNPM terus membesar.

Dalam kurun 15 tahun, PNPM Perdesaan telah menjangkau 63 ribu desa di seluruh Indonesia. Total dana yang dikucurkan pemerintah dan Bank Dunia mencapai Rp 70 triliun. Setiap kecamatan mendapat dana Rp 300 juta-4 miliar per tahun. Jeremia Pilsrun Antara, pendamping lokal PNPM di wilayah Tabukan Tengah, Sangihe, menyebut kecamatan tempatnya bertanggung jawab mendapat Rp 4 miliar pada 2010-2012.

Dalam pembangunan model PNPM, masyarakat desa mengusulkan program apa yang akan digelar di wilayah mereka. Setiap desa membawa proposalnya untuk berkompetisi dengan desa-desa lain. Berbeda dengan proyek lain, pembangunan fisik infrastruktur tidak boleh menggunakan kontraktor, harus dilakukan warga sendiri. Para pekerja juga harus dari warga setempat.

Hal ini, selain membuat biaya menjadi jauh lebih murah, ?Partisipasi masyarakat menjadi tinggi,? kata Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, kepada tim Katadata. Ia memberi contoh bagaimana PNPM membangun pipa dan bak penampungan air minum yang lahannya didapat gratis dari warga.

Halaman:
Reporter: Metta Dharmasaputra, Nur Farida Ahniar
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...