Jokowi Soal Konflik Rempang: Masa Urusan Itu Mesti Sampai Presiden
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai polemik yang timbul antara aparat keamanan dan sejumlah warga di Rempang, Batam Kepulauan Riau disebabkan oleh kesalahpahaman. Ini terutama terkait aspek ganti rugi pengukuran dan relokasi warga yang terdampak pengembangan kawasan Eco City.
Jokowi mengaku telah menghubungi Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk segera meluruskan sekaligus membenahi komunikasi dengan masyarakat terdampak.
"Urusan di Rempang, tadi tengah malam saya telpon Kapolri, ini hanya salah komunikasi di bawah," kata Jokowi saat memberikan sambutan pembuka Infrastructure Forum di Kota Kasablanka Jakarta pada Rabu (13/9).
Dia juga berpesan kepada para penegak hukum di lapangan agar menggunakan cara humanis saat berkomunikasi dengan warga Rempang.
Lebih lanjut, kata Jokowi, sikap sejumlah warga Rempang yang menolak untuk direlokasi kemungkinan dipicu oleh lokasi lahan ganti rugi yang tidak sesuai.
"Diberi ganti rugi, diberi lahan rumah tapi mungkin lokasinya belum tepat itu harus diselesaikan. Masa urusan seperti itu mesti sampai Presiden," ujar Jokowi.
Pemerintah bersama BP Batam berkomitmen untuk menyediakan lahan bagi warga Rempang yang direlokasi untuk pengembangan Kawasan Rempang Eco City.
Masyarakat terdampak juga diberikan uang saku senilai Rp 1.034.636 per orang dalam setiap kartu keluarga (KK) per bulan.
Biaya tersebut bisa digunakan untuk biaya hidup selama masa relokasi dan pembangunan hunian dari pemerintah.
Tiap keluarga terdampak relokasi juga mendapatkan tanah 500 meter persegi dan bangunan rumah ukuran tipe 45 senilai Rp 120 juta.
"Selalu saya ingatkan jangan justru menggunakan pendekatan represif, masyarakat kalau ada ganti untung itu senang. Karena memang harga yang diberikan yang terbaik," kata Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan, relokasi lahan warga terdampak pengembangan Eco City Rempang sudah menemui kesepakatan antara mayoritas masyarakat dengan Pemerintah Daerah, Pengembang dan DPRD.
Kesepakatan itu sudah disampaikan kepada warga. Menurut Mahfud, kesepakatan multi pihak itu terjadi pada tanggal 6 September. Adapun pihak pengembangan Kawasan tersebut adalah PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha milik Tomy Winata.
Ia pun menjelaskan persoalan hukum di Rempang sudah selesai. Menurut dia, pada 2001 dan 2002 diputuskan pengembangan wisata di pulau-pulau yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya Pulau Rempang.
Kemudian pada 2004 dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara BP Batam atau pemda untuk pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau tersebut. Sebelum pengembangan, kata Mahfud, pemda sudah mengeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.
Dia lalu menjelaskan perintah pengosongan yang saat ini mulai berjalan seiring dengan kegiatan yang sudah mulai masuk masa pengukuran seperti telah disepakati pada 2004. Selanjutnya, pada 6 September 2023 dilakukan musyawarah antara pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat yang menghasilkan kesepakatan relokasi terhadap 1.200 kepala keluarga.
"Semua itu sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju pada pertemuan tanggal 6. Yang hadir di situ rakyatnya sekitar 80% setuju semua. Nah, itu yang itu kemudian yang belum terinformasikan," ujar 1Mahfud di Istana Merdeka pada Senin (11/9).