15 Puisi Sapardi Djoko Damono Terpopuler

Tifani
Oleh Tifani
16 Mei 2025, 16:38
Puisi Sapardi Djoko Damono
Pexels
Ilustrasi, Puisi Sapardi Djoko Damono
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sapardi Djoko Damono adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang dikenal melalui karya puisi-puisi yang luar biasa. Bahkan, karya puisi-puisi Sapardi Djoko Damono tetap populer dan tak lengkang oleh waktu.

Puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Ada banyak sekali karya-karya Sapardi Djoko Damono, antara lain Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-Ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan masih banyak lagi.

Tentu banyak puisi karya Sapardi Djoko Damono ini mempunyai tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Sosok Sapardi tutup usia pada tanggal 19 Juli 2020.

Meski demikian, karya-karyanya selalu terkenang dan menjadi kontribusi besar bagi dunia literasi Indonesia. Berikut kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono paling poluer.

Puisi Sapardi Djoko Damono

Siapa Sapardi Djoko Damono
Siapa Sapardi Djoko Damono (dpad.jogjaprov.go.id)

 

1. Duka-Mu Abadi

Dukamu adalah dukaku
Air matamu adalah air mataku
Kesedihan abadimu
Membuat bahagiamu sirna
Hingga ke akhir tirai hidupmu
Dukamu tetap abadi

Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini
Berbekalkan sejuta dukamu
Mengiringi setiap langkahku
Menguji semangat jituku
Karena dukamu adalah dukaku
Abadi dalam duniaku!

Namun dia datang
Meruntuhkan segala penjara rasa
Membebaskan aku dari derita ini
Dukamu menjadi sejarah silam
Dasarnya 'ku jadikan asas
Membangunkan semangat baru
Biar dukamu itu adalah dukaku
Tindakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!

2. Sementara Kita Saling Berbisik

Sementara kita saling berbisik
untuk lebih lama tinggal
pada debu, cinta yang tinggal berupa
bunga kertas dan lintasan angka-angka

Ketika kita saling berbisik
di luar semakin sengit malam hari
memadamkan bekas-bekas telapak kaki,
menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar

Ada yang masih bersikeras abadi

3. Yang Fana adalah Waktu

Kita abadi memungut detik demi detik
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu
Kita abadi

4. Perahu Kertas

Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kau layarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang
dan perahumu bergoyang menuju lautan.

"Ia akan singgah di bandar-bandar besar," kata seorang lelaki tua.
Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala.

Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.

Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
"Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit"

5. Hatiku Selembar Daun

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.

6. Sihir Hujan

Hujan mengenal baik pohon, jalan,
dan selokan - suaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kau tutup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu.

Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh
di pohon, jalan dan selokan -
menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh
waktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan

7. Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

8. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari

9. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

10. Sajak Kecil tentang Cinta

Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat

Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintaimu harus menjelma aku

11. Sajak Tafsir

Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.

Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.

Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak mempercayai janji api yang akan
menerjemahkanku ke dalam bahasa abu.

Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.

Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.

Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja - aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.

12. Ia Tak Pernah

Ia tak pernah berjanji kepada pohon
untuk menerjemahkan burung
menjadi api

Ia tak pernah berjanji kepada burung
untuk menyihir api
menjadi pohon

Ia tak pernah berjanji kepada api
untuk mengembalikan pohon
kepada burung

13. Dalam Doaku

Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun disana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku

Aku mencintaimu,
itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu

13. Gerimis Jatuh

Gerimis jatuh kau dengar suara di pintu
Bayang-bayang angin berdiri di depanmu
Tak usah kau ucapkan apa-apa; seribu kata
Menjelma malam, tak ada yang di sana

Tak usah; kata membeku,

Detik meruncing di ujung sepi itu
Menggelincir jatuh
Waktu kaututup pintu.

Belum teduh dukamu.

14. Tentang Matahari

Matahari yang ada di atas kepalamu itu
Adalah balon gas yang terlepas dari tanganmu
waktu kau kecil, adalah bola lampu
yang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-surat
yang teratur kauterima dari sebuah Alamat,
adalah jam weker yang berdering

saat kau bersetubuh, adalah gambar bulan
yang dituding anak kecil itu sambil berkata:

“Ini matahari! Ini matahari!”
Matahari itu? Ia memang di atas sana
supaya selamanya kau menghela
bayang-bayangmu itu.

15. Sajak Putih

Beribu saat dalam kenangan
Surut perlahan
Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh
Sewaktu detik pun jatuh

Kita dengar bumi yang tua dalam setia
Kasih tanpa suara
Sewaktu bayang-bayang kita memanjang
Mengabur batas ruang

Kita pun bisu tersekat dalam pesona
Sewaktu ia pun memanggil-manggil
Sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil
Di luar cuaca

Itulah 15 kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono paling poluer.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Editor: Safrezi

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan