AstraZeneca Bermitra dengan Good Doctor Tangani Pasien Ginjal Kronis

Uji Sukma Medianti
Oleh Uji Sukma Medianti - Tim Publikasi Katadata
16 Desember 2024, 12:36
AstraZeneca
Istimewa
AstraZeneca
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Prevalensi ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 0,18 persen, dikutip dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Sosialisasi terkait risiko penyakit ini perlu digencarkan, mengingat biaya pengobatannya pun relatif mahal.

Secara global, sebagaimana dilansir dari International Society of Nephrology, penyakit ginjal kronis saat ini merupakan penyebab kematian dengan pertumbuhan tercepat ketiga di seluruh dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian kelima di dunia pada tahun 2040.

Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay mengatakan, sebagai perusahaan biofarmasi global yang berfokus pada kardiovaskular, ginjal, dan metabolisme, AstraZeneca berkomitmen untuk mendorong diagnosis dan intervensi lebih awal sehingga dapat membantu mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit ginjal kronis.

"Beban penyakit ini akan bertambah besar seiring dengan peningkatan stadium dan komorbiditas dengan diabetes dan gagal jantung,” tuturnya dikutip melalui keterangan tertulis, Rabu (11/12).

Menurut data dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dalam laporan Global Burden of Disease (GBD) 2019, penyakit ginjal kronis termasuk dalam 10 besar penyakit dengan kematian tertinggi di Indonesia.

Angka kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 42 ribu jiwa setiap tahun, dan prevalensinya di Indonesia terus meningkat, dengan lebih dari 700 ribu orang terdiagnosis menderita kondisi ini.

Tantangan yang dihadapi pasien ginjal kronis tidak hanya terkait kompleksitas proses penyembuhan, tetapi juga soal biaya yang terbilang mahal.

Penelitian yang dipublikasikan ClinicoEconomics and Outcomes Research menyatakan bahwa pembiayaan penyakit ginjal kronis menduduki peringkat ke-2 dalam BPJS Kesehatan sebagai pembiayaan tertinggi.

Mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan Sehat Negeriku diketahui, pengobatan penyakit ginjal menghabiskan anggaran sekitar Rp1,9 triliun lebih.

Bahkan, mengutip penelitian di enam rumah sakit di Indonesia selama 14 bulan (Oktober 2019-Desember 2020) dengan 582 sampel menunjukkan, biaya pengobatan ginjal kronis sebesar Rp840.132.546 untuk hemodialisis, Rp423.156.000 untuk tindakan berat, dan Rp792.155.000 untuk jasa penelitian.

Biaya pengobatan ginjal kronis yang mahal ini juga terlihat dari sebuah studi di negara-negara Asia yang dipublikasikan di SpringerLink. Rata-rata pengobatan per pasien per tahun sebesar USD23.358 untuk hemodialisis dan USD4.977 untuk pengelolaan penyakit.

Penyakit ini memang tidak memiliki gejala yang signifikan pada tahap awal penyakit (silent disease). Namun apabila dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, konsekuensinya bisa sangat merugikan baik pasien, keluarga maupun negara. Apalagi penyakit ginjal kronis saling terkait dengan diabetes dan gagal jantung.

Sebuah studi di Jurnal Cardiorenal Medicine menunjukkan sekitar 25 persen hingga 40 persen pasien gagal jantung mengalami diabetes melitus (DM), dan sekitar 40 persen sampai 50 persen pasien gagal jantung mengalami penyakit ginjal kíonis (CKD).

Baik DM maupun CKD berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian gagal jantung (HF). Selain itu, 40 persen penderita DM yang mengalami CKD menjadikan DM sebagai penyebab utama gagal ginjal secara global. Sebanyak 16 persen pasien gagal jantung mempunyai komorbiditas DM dan CKD. Kombinasi ketiga komorbiditas ini berhubungan dengan peningkatan risiko rawat inap dan mortalitas.

Terkait fakta-fakta yang ada, Esra menekankan bahwa pengelolaan penyakit ginjal kronis sejak awal tidak hanya meliputi diagnosis hingga pengobatan, tetapi juga butuh modifikasi gaya hidup.

“Pengelolaan seperti itu sangat krusial untuk dilakukan. Oleh karena itu, AstraZeneca bermitra dengan Good Doctor dalam pengelolaan penyakit ginjal kronis dengan memanfaatkan aplikasi kesehatan digital,” ujarnya.

Kolaborasi di antara Good Doctor dan AstraZeneca ini diharapkan dapat mempermudah serta mendorong lebih banyak masyarakat Indonesia untuk melakukan skrining penyakit ginjal kronis. Alhasil, deteksi dini dapat dilakukan, yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan efektivitas pengobatan.

VP of Medical Operations PT Good Doctor Technology dr. Ega Bonar Bastari mengatakan, sebagai penyedia layanan kesehatan terpadu berbasis teknologi, pihaknya menyambut baik kepercayaan yang diberikan AstraZeneca untuk melakukan transformasi layanan digital dalam penyakit ginjal kronis.

Demi memberikan layanan berkualitas, Good Doctor memulainya dengan menyediakan tautan “Yuk, Cek Risiko Penyakit Ginjal Anda”. Pada tautan itu terdapat sejumlah pertanyaan yang wajib diisi pasien.

Dari jawaban-jawaban pasien, dokter dapat mengetahui risiko mereka karena sekumpulan pertanyaan yang baik bisa memberikan diagnosis yang akurat.

“Langkah ini sebagai deteksi dini yang sangat perlu dilakukan mengingat penyakit ginjal kronis merupakan silent disease. Artinya, tidak memiliki gejala di tahap awal, tetapi bersifat progresif. Setelah itu, dokter akan merekomendasikan tata laksana yang sesuai dengan kondisi pasien baik dari sisi medis maupun gaya hidup,” tutur Ega.

Kolaborasi ini sekaligus menambah bukti manfaat layanan telemedisin untuk penyakit kronis yang membutuhkan perawatan yang berkesinambungan.

Studi mengenai manfaat layanan telemedisin untuk penyakit kronis telah dilakukan Good Doctor dengan merintis sebuah studi percontohan untuk mendorong penggunaan telemedisin dalam pengobatan diabetes.

Studi tersebut dilakukan dalam dua fase. Fase 1 (kualitatif) melibatkan 15 responden  (rentang usia 45-70 tahun) yang terbagi dalam tiga kelompok dalam focus group discussion (FGD) melalui Google Meet dan Microsoft Team, berlangsung pada Desember 2020. Pada fase 2 (kuantitatif), pengamatan terhadap responden berlangsung selama tiga bulan (pemantauan kadar gula darah).

Hasil penelitian fase 1 menunjukkan bahwa monitoring diabetes yang dilakukan lewat aplikasi Good Doctor mendapat penerimaan positif dari responden.

Platform ini punya potensi untuk mendukung pengamatan keadaan pasien diabetes, terutama self-care monitoring pada perkembangan kondisi kesehatannya.

Hasil penelitian fase 2 menunjukkan kelompok yang menggunakan aplikasi Good Doctor secara penuh mengalami penurunan kadar gula darah hingga akhir tiga bulan pemantauan.

Adapun, fungsi utama ginjal adalah menyaring limbah dalam tubuh. Saat ginjal mengalami kerusakan secara struktural maupun fungsional, maka fungsinya pun akan mengalami penurunan. Kondisi inilah yang merujuk pada penyakit ginjal kronis.

Penyakit ginjal kronis ini ditandai dengan kondisi yang progresif atau semakin lama semakin memburuk meskipun telah mengonsumsi obat. Jika tidak ditangani, penyakit ginjal kronis dapat menjadi gagal ginjal.

Pada tahap awal penyakit ini sering kali tidak memiliki gejala. Seseorang merasakan sakit biasanya setelah berada pada tahap lanjut, yaitu stadium empat atau stadium lima.

Pada stadium ini, pasien memerlukan cuci darah atau bahkan transplantasi ginjal yang tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...