Sejarah Kerajaan Majapahit, Masa Kejayaan dan Keruntuhannya
Masuknya bangsa India ke Nusantara, membuahkan banyak percampuran budaya dari berbagai aspek. Salah satunya adalah berdirinya berbagai kerajaan-kerajaan bernuansa agama Hindu ataupun Budha. Hal itu tergantung dari pengaruh pendatang di wilayah tersebut. Misalnya Kerajaan Hindu adalah Kutai dan Kerajaan Budha adalah Sriwijaya.
Salah satu kerajaan Hindu dan Buddha yang berhasil mencapai masa kejayaan dan keruntuhannya sekaligus adalah kerajaan Majapahit. Hingga sekarang, sejarahnya masih tersimpan rapi dalam bentuk peninggalan benda maupun cerita rakyat.
Majapahit merupakan kerajaan yang berhasil berekspansi secara luas. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki tatanan pemerintahan yang lengkap.
Selain itu, Majapahit juga memiliki sistem militer yang teratur. Bahkan, terdapat dua golongan yang dibedakan menurut senjatanya.
Terkait itu, kali ini Katadata.co.id akan membahas lebih lanjut tentang Kerajaan Majapahit, sejarah dan penjelasan singkatnya.
Profil Kerajaan Majapahit
Nama: Majapahit
Raja-raja:
a. Raden Wijaya
b. Jayanagara
c. Tribhuwana Wijayatunggadewi
d. Hayam Wuruk
e. Wikramawardhana
f. Suhita
g. Kertawijaya
h. Rajasawardhana
i. Girishawardhana
j. Suraprabhawa
k. Girindrawardhana
Tahun Berdiri: 1293
Tahun Keruntuhan: 1498
Agama: Hindu – Budha
Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit pertama berdiri sekitar tahun 1293 M oleh Raden Wijaya. Diketahui bahwa sosoknya adalah menantu dari Raja terakhir Singasari, yakni Kertanegara.
Raden Wijaya awalnya mendapatkan lahan berupa hutan Tarik yang kemudian dibangunnya menjadi desa baru. Sejak awal, wilayah tersebut sudah dinamainya Majapahit.
Saat itu, Raden Wijaya mengabdi kepada Jayakatwang. Namun, ia bersekutu dengan bangsa Mongol yang datang. Setelah itu, Jayakatwang tidak bisa diselamatkan.
Mengutip dari buku Sanggrama Wijaya Gamal Komandoko (2009), kelahiran Majapahit sekaligus dijadikannya Raden Wijaya sebagai Raja adalah sekitar 15 bulan Kartika tahun 1215 saka. Secara penanggalan masehi yaitu 10 November 1293.
Resmi menjadi raja, Raden Wijaya menggunakan nama Kertarajasa Jayawardhana. Meski begitu, ia justru menghadapi masalah yang datang dari bawahan Kertarajasa.
Termasuk di dalamnya yaitu Ranggalawe, Sora, dan Nambi yang memberontak. Selain itu, juga ada dukungan dari Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati.
Namun, pemberontakan tersebut dapat dihadapi oleh Raden Wijaya. Disinyalir bahwa hal itu juga disebabkan oleh konspirasi yang dibuat oleh Halayudha, yakni mahapatih yang bertujuan untuk menjatuhkan orang kepercayaan raja untuk mendapatkan jabatan tinggi di pemerintahan.
Puncak Kejayaan Kerajaan Majapahit
Hayam Wuruk adalah raja yang merupakan anak dari Ratu Tribhuwanatunggadewi. Tergolong sangat muda, Hayam Wuruk naik takhta pada usia 16 tahun.
Hayam Wuruk mendapatkan gelar Sri Rajasanegara. Ia didampingi oleh Mahapatih Gadjah Mada yang bertekad untuk meneruskan cita-citanya.
Diketahui bahwa puncak kejayaan kerajaan Majapahit berada di datangan Hayam Wuruk. Maka dari itu, ia merupakan raja Majapahit yang paling terkenal.
Bersama Hayam Wuruk, Majapahit berhasil berekspansi ke luar Nusantara. Termasuk di dalamnya adalah Tumasik dan Semenanjung Melayu.
Salah satu peninggalan yang juga terkenal saat masa pemerintahannya adalah Sumpah Palapa yang dibuat oleh Gadjah Mada. Diketahui bahwa sumpah tersebut berisi tentang sumpah tidak akan menikmati istirahat sebelum Nusantara bersatu dan takluk di tangan Majapahit.
Maka dari itu, Hayam Wuruk berhasil mengambil alih banyak wilayah nusantara melalui panji-panji kerajaan Majapahit. Selain Itu, pengaruh kekuasaan dan kerjasama yang dibangun membuat ekspansi lebih mudah.
Tak hanya itu, pengaruh Hayam Wuruk juga berhasil menjadikan agama Hindu berhasil dianut oleh seluruh rakyat Majapahit. Meski begitu, mahapatih Gadjah Mada tetap memeluk agama Buddha.
Kemunduran Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit berangsur-angsur mengalami kemunduran ketika Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Diketahui bahwa penyebabnya adalah perebutan takhta.
Hayam Wuruk memiliki putri mahkota bernama Kusumawardhani yang merupakan pewaris takhta. Diketahui bahwa wanita tersebut menikah dengan pangeran Wikramawardhana yang merupakan sepupunya.
Tak hanya itu, Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir Wirabhumi yang hgua ingin mendapatkan takhta. Dari situlah, terjadi perang saudara yang dikenal dengan nama Perang Paregreg. Pertempuran ini terjadi sekitar tahun 1405-1406 M.
Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang dimenangkan oleh Wikramawardhana dan Wirabhumi dihukum mati.
Kemudian, Wikramawardhana naik takhta. Namun, hal lain yang terjadi adalah melemahnya pengaruh Majapahit terhadap daerah kekuasaan karena perang saudara.
Selain itu, juga terdapat sengketa antara Majapahit di bagian utara Sumatra dan Semenanjung Malaya yang ingin memerdekakan diri. Dimana pada semenanjung Malaya justru menjadi kerajaan Ayutthaya. Kemudian, juga ada Kesultanan Melaka yang disokong oleh Dinasti Ming.
Sepanjang pemerintahan Wikramawardhana, adapun daerah di Sumatera yang berhasil dipertahankan antara lain adalah Indragiri, Jambi, dan Palembang.
Wikramawardhana memerintah Majapahit hingga tahun 1426. Kemudian, diwarisi oleh Ratu Suhita, putrinya.
Pada tahun 1447, takhta dilanjutkan oleh Kertawijaya, yakni adik laki-laki Ratu Suhita. Setelah wafat, pemerintahan dipimpin oleh Rajasawardhana.
Setelah itu, kembali terjadi krisis pewarisan takhta antara putra Rajasawardhana dan adiknya yang bernama Girisawardhana.
Girisawardhana berhasil bertakhta dan wafat pada tahun 1456 M. setelah itu, digantikan oleh Suraprabhawa.
Namun, terjadi pemberontakan oleh Bhre Kertabhumi yang merupakan putra bungsu dari Rajasawardhana.
Pemberontakan yang berakhir perang tersebut menjadi pemicu pertempuran antara Kerajaan Majapahit dan Demak. Diketahui karena pada saat itu, Demak sudah lebih berpengaruh di pesisir Jawa.
Bahkan, kerajaan Demak juga berhasil mengambil alir Jambi dan Palembang yang sebelumnya dikuasai oleh Majapahit.
Diketahui juga bahwa perang antara Majapahit dan Demak sudah mulai reda saat Patuh Udara menggantikan Girindrawardhana dan mengakui kekuasaan Demak.
Namun, konflik kembali tersulut ketika Patih Udara berkongsi dengan Portugis untuk melawan Demak. Maka dari itu, Demak kembali melakukan serangan ke Majapahit.
Demak berhasil mengakhiri kelangsungan dan sejarah kerajaan Majapahit pada tahun 1527. Kemudian, kekuasaan berada di tangan Pati Unus pada Kesultanan Demak yang saat itu sudah bernuansa Islam.