Memahami Teks Anekdot dan Ciri-cirinya Secara Lengkap
Teks anekdot diartikan sebagai tulisan yang mengisahkan atau cerita singkat lucu tentang berbagai topik, mulai dari politik, pendidikan, hukum, dan masih banyak lagi. Teks jenis ini juga dapat berisi sindiran atau kritikan.
Tujuan teks anekdot adalah membangkitkan tawa para pembacanya, atau sebagai sarana penghibur, saran atau kritik bagi penguasa.
Pengertian Teks Anekdot
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan. Umumnya, anekdot menceritakan orang penting atau terkenal berdasarkan kejadian sebenarnya.
Meski demikian, anekdot juga bisa merupakan cerita rekaan yang tidak harus didasarkan pada kenyataan yang terjadi di masyarakat. Dengan kata lain, pengertian teks anekdot adalah cerita singkat yang menyentil atau mengandung kritikan tetapi dibungkus dengan bahasa atau cara penyampaian yang menarik, cerdas, dan memiliki kesan lucu.
Teks anekdot ini bukan sekadar humor atau lelucon, teks anekdot memiliki makna tersirat sebagai kritik atau sindiran yang kerap terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat, pendidikan, lingkungan, politik, dan sebagainya.
Ciri-ciri Teks Anekdot
Teks anekdot memiliki perbedaan yang khas dari jenis teks lainnya. Dikutip dari buku Teks Anekdot karya Millah Af'idah, berikut ciri-ciri teks anekdot.
- Teks anekdot bersifat humor atau lelucon. Artinya, teks anekdot berisi kisah-kisah lucu atau bualan
- Bersifat menggelitik. Artinya, teks anekdot akan membuat pembacanya merasa terhibur dengan kelucuan yang ada di dalam teks
- Memiliki sifat menyindir, dalam beberapa kisah teks anekdot ditemukan banyak yang dipakai sebagai media untuk menyindir sesuatu, baik itu orang maupun kelompok. Oleh karena itu, teks anekdot bisa juga dibilang sebagai media untuk mengkritik suatu peristiwa yang sedang terjadi.
- Kisah cerita yang disajikan hampir menyerupai dongeng
- Menceritakan tentang karakter hewan dan manusia sering terhubung secara umum dan realistis.
- Memiliki tujuan tertentu, tidak seperti teks yang lain, teks anekdot lebih fleksibel untuk dibentuk sesuai keinginan dari penulis. Dengan begitu, penulis memiliki sudut pandang yang lebih luas dan bisa menghasilkan teks anekdot dengan maksimal.
Struktur Teks Anekdot
Bagaikan sebuah bangunan, teks anekdot juga dibangun dari beberapa bagian. Bagian-bagian inilah yang membentuk teks anekdot secara utuh.
Struktur pada teks anekdot juga memiliki fungsi sebagai kerangka untuk membangun isi cerita dari teks anekdot.
Abstrak
Bagian pertama dari teks anekdot adalah abstrak. Bagian ini terdapat di bagian awal paragraf, yang mana biasanya digunakan untuk memberikan gambaran awal kepada pembaca mengenai keseluruhan isi cerita.
Orientasi
Bagian kedua dari teks anekdot adalah orientasi. Berbeda dengan abstrak yang memberikan gambaran awal, orientasi biasanya berisi awal kejadian sebuah cerita.
Orientasi juga bisa disebut sebagai bagian untuk menjelaskan latar belakang dari sebuah peristiwa utama yang terjadi.
Krisis
Bagian ketiga dari teks anekdot adalah krisis. Setelah pembaca mengetahui awal cerita dari teks anekdot, krisis akan menjadi bagian dari cerita yang bertugas untuk memberikan penjelasan mengenai masalah utama dari teks.
Reaksi
Bagian keempat dari teks anekdot adalah reaksi. Reaksi sendiri merupakan bagian yang digunakan untuk melengkapi suatu cerita.
Reaksi biasanya digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam sebuah cerita teks anekdot.
Koda
Bagian terakhir dari teks anekdot yaitu koda. Setelah keseluruhan cerita sudah tersampaikan, koda dapat digunakan sebagai penutup sekaligus pemberian pesan dari penulis cerita teks anekdot.
Contoh Teks Anekdot
Contoh Teks Anekdot 1: Kursi
Di suatu siang, ada dua bocah yang sedang bercanda di bawah pohon rindang, Bagus dan Anton.
Bagus: "Anton, kita main tebak-tebakan, yuk! Kursi apa yang membuat orang lupa ingatan?"
Anton: " Kursi goyang! Orang yang duduk di atas kursi goyang akan mengantuk dan tertidur Saat tidur, orang, kan, lupa."
Bagus: "Hahahaha, lucu, tapi jawabanmu salah."
Anton: "Hmm, kursi apa dong?"
Bagus: "Jawabannya adalah kursi jabatan!"
Anton: "Lho, kok begitu?"
Bagus: "Jelas lah! Coba kamu ingat, sebelum duduk di kursi jabatan, banyak calon berjanji macam-macam. Tetapi setelah duduk di kursi itu, mereka lupa ingatan soal janji-janjinya!"
Anton: "Hahahahaha betul juga."
Contoh Teks Anekdot 2: Reaksi Kimia
Seorang guru mengajarkan reaksi kimia di kelas. Ia menerangkan, proses pembuatan makanan merupakan proses kimiawi. Ia pun memulai sesi pertanyaan.
"Susi, sebutkan contoh reaksi kimia yang sudah kamu tahu!" kata Bu Guru.
"Dalam pembuatan etanon, glukosa diubah jadi alkohol lewat fermentasi, rumusannya C6H12O6 -> 2C2H5OH + 2CO2 + 1NADH2 + energi," jelas Susi.
"Bagus, Susi!" Puji Bu Guru. " Sekarang Juki, sebutkan contoh yang lain!"
Juki waktu itu sedang melamun. Maklum, ia belum sarapan karena bangun kesiangan. Padahal, ibunya sudah menyiapkan nasi pecel ayam yang sangat enak untuk ia dan adiknya. Juki pun tidak berkonsentrasi dengan pertanyaan Bu Guru sehingga menjawab sekenanya.
"Beras dimasak jadi nasi, Bu. Lalu tempe mentah dicampur garam, bawang, dan ketumbar, kemudian digoreng jadi gurih. Kalau nasi dan tempe dicampurkan, ditambah sambal pecel, rebusan sayur, dan kecambah, perpaduan unsur ini menjadi sarapan enak, Bu," sahut Juki.
Seisi kelas tertawa kencang, termasuk Bu Guru.
"Tenang..tenang..hahaha. Juki, kenapa jawabanmu demikian?" tanya Bu Guru.
"Itu reaksi kimiawi, Bu," jawab Juki.
"Maksudnya bagaimana?"
"Tadi kata Ibu, semua proses makanan adalah proses kimiawi. Saya jawab proses sederhananya, Ibu, tidak pakai rumus kimia. Soalnya susah, nanti bikin lapar," jelasnya.
Sekali lagi siswa tertawa karena jawaban Juki yangs sedang lapar.
Contoh Teks Anekdot 3: UUD
Suatu hari, guru Pendidikan Kewarganegaraan menjelaskan perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) dari periode ke periode. Ia juga menjelaskan alasan perubahan UUD di Indonesia.
Di tengah kelas, Amin tampak tertidur di kelas. Guru tersebut menegurnya.
"Amin, jelaskan perubahan UUD, lalu apa maksud peraturan diatur di UUD," kata sang guru.
"Kalau kenapa diatur di UUD, saya tahu Bu. Soalnya, semuanya akhirnya memang UUD, Ujung-ujungnya Duit," celetuk Amin.
Kawan-kawan Amin cekikikan, sang guru geleng-geleng kepala.
Contoh Teks Anekdot 4: Hukuman
Di pagi hari yang cerah, di sebuah ruang kelas, sedang berlangsung proses pembelajaran. Karena kondisinya santai, guru kelas bercakap-cakap dengan salah satu siswa.
"Bu, Ibu Guru! Mau bertanya, Bu!" kata seorang siswa bernama Meta.
"Ya, silahkan, mau bertanya apa, Ta?" jawab Bu Guru.
"Bu Guru, sebenarnya boleh tidak, seseorang dihukum karena perbuatan yang belum dia lakukan?" tanya Meta.
"Jelas tidak boleh, ya. Seseorang baru boleh dihukum saat dia terbukti bersalah," terang Bu Guru.
"Syukurlah Bu, jadi saya bebas hukuman, ya Bu? Soalnya saya belum mengerjakan PR," sahut Meta.
"Hahahahaha, dasar!" gelak Bu Guru dan siswa-siswa kelas.
Contoh Teks Anekdot 5: Mimpi
Tiga orang musafir dalam perjalanan jauh kelelahan. Mereka bersama-sama melanjutkan perjalanan.
Setelah berhari-hari, mereka menyadari bahwa makanan yang tersisa hanya satu helai roti dan seteguk air di kendi. Mereka bertengkar soal siapa yang berhak makan dan minum sisa perbekalan tersebut.
Malam tiba. Seseorang dari musafir mengusulkan agar semuanya tidur.
"Saat bangun besok, kita ceritakan mimpi kita. Orang yang punya mimpi paling menakjubkan, berhak atas bekal ini," katanya.
Pagi berikutnya, mereka bangun.
"Aku mimpi begini, berada di tempat yang indah dan tenang, berjumpa dengan orang bijaksana. Ia bilang bahwa aku berhak atas makanan kita karena kehidupan masa lalu dan masa depanku berharga," kata musafir pertama.
"Aneh sekali," kata musafir kedua. "Di mimpiku, aku melihat orang serba tahu, ia bilang aku berhak atas makanan itu karena aku lebih berpengetahuan. Aku perlu makan karena ditakdirkan menuntun," tuturnya.
Musafir ketiga berkata," Dalam mimpiku, tidak ada yang kulihat. Aku hanya merasakan kekuatan yang memaksaku bangun, mencari roti dan air, lalu makan di situ juga. Itulah yang kulakukan semalam."
Contoh Teks Anekdot 6: Filsuf
Seorang raja berada dalam satu perahu dengan seorang hamba sahaya asal Persia yang sebelumnya tidak pernah berlayar. Hamba itu merasa sangat takut.
Kondisi ini membuat Raja tidak senang. Kebetulan, di dalam perahu ada seorang filsuf.
"Jika diizinkan, biarkan saya menenangkan hatinya," kata si filsuf.
"Akan sangat terpuji jika usaha Anda berhasil," sahut si Raja.
Filsuf itu lalu menceburkan si hamba ke dalam air. Hamba itu meronta-ronta, lalu segera ditangkap sebelum tenggelam.
Hamba itu lalu didudukkan di pojok buritan. Hatinya kini lebih lega.
Raja merasa heran karena ia tidak mengerti hikmah tindakan si filsuf.
"Kenapa si hamba kini jadi tenang? Kenapa engkau melakukan itu?"
Sebelum ia mengerti penderitaan tenggelam, ia tidak akan tahu bahwa berada di dalam perahu lebih aman," kata si filsuf.
Contoh Teks Anekdot 7: Kebijaksanaan
Seorang darwis ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari Nasruddin. Nasruddin pun bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktik. Si darwis pun menyanggupi.
Malam itu, Nasruddin menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya.
"Mengapa api itu engkau tiup?" tanya sang darwis.
"Agar lebih panas dan lebih besar apinya," sahut Nasruddin.
Setelah api besar, Nasruddin memasak sup. Sup menjadi panas. Ia menuangkan ke dalam dua mangkuk. Nasruddin mengambil mangkuknya dan meniup-niup sup.
"Mengapa sup itu kau tiup?" tanya sang darwis lagi.
"Agar lebih dingin dan enak dimakan," kata Nasruddin.
"Ah aku rasa, aku tidak jadi belajar darimu," ketus sang darwis. "Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu."
Contoh Teks Anekdot 8: Sombong
Seorang ahli tata bahasa yang sombong naik perahu tambang. Ia melihat tukang perahu bersiap melajukan perahu.
"Naik! Berangkat!" seru tukang perahu.
Menganggap seruan tukang perahu tidak jelas, ia berseru pada tukang perahu, "Hei, sudahkah kamu mempelajari tata bahasa?"
"Belum," kata tukang perahu. Ahli bahasa itu berkata lagi, "Kalau begitu, hidupmu sia-sia."
Tukang perahu itu sedih. Angin tiba-tiba bertiup kencang dan terjadi gelombang di danau. Tuka perahu itu berseru pada si ahli bahasa.
"Hei, sudahkah kamu belajar berenang?"
"Belum," jawab si ahli bahasa.
"Kalau begitu, seluruh hidup dan kepandaianmu akan sia-sia," jawab tukang perahu. "Sebentar lagi perahu ini akan tenggelam."
Contoh Teks Anekdot 9: Takhta
Bahlul sering menyembunyikan kecerdasannya di balik kegilaan. Dengan begitu, ia bisa keluar masuk istana Harun Al-Rasyid dengan bebas.
Suatu hari, Bahlul masuk ke istana dan menemukan singgasana raja kosong. Ia langsung mendudukinya.
Menempati tahta raja termasuk kejahatan berat. Para pengawal pun menangkap Bahlul, memaksanya turun dari tahta, dan memukulnya. Jeritan Bahlul lalu terdengar oleh raja yang segera menghampirinya.
"Kasihan! Orang ini gila. Jangan khawatir, cepat hapus air matamu," kata Raja.
Bahlul berkata, " Wahai Raja, bukan karena pukulan aku menangis, tetapi karena kasihan padamu!"
"Kenapa?" tanya Raja heran.
"Wahai Raja, aku cuma duduk di tahtamu sekali, mereka langsung memukulku dengan keras. Kau sudah mendudukinya 20 tahun, pukulan apa yang kau terima? Sungguh sedih aku memikirkannya."
Contoh Teks Anekdot 10: Racun
Ketika masih muda, Abu Nawas sempat bekerja di perusahaan jasa jahit pakaian. Suatu hari, majikannya datang membawa satu kendi madu.
Khawatir madu diminum Abu Nawas, majikannya berbohong dan berkata, "Abu Nawas, kendi ini berisi racun dan saya tidak mau kamu mati meminumnya!"
Sang majikan pun pergi ke luar. Pada saat itu, Abu Nawas menjual sepotong pakaian, lalu menggunakan uangnya untuk membeli roti. Ia lalu menghabiskan madu itu dengan rotinya.
Majikannya pun datang. Ia tersadar satu pakaian hilang dan madu di kendi habis. Ia bertanya pada Abu Nawas.
"Abu! Apa yang sebenarnya terjadi?"
Abu Nawas berpura-pura tewas dan menjawab, "Maaf Tuan, apakah Tuan sudah meninggal seperti saya? Tadi ada yang mencuri pakaian Tuan. Karena saya takut dimarahi, saya putuskan menenggak racun dalam kendi saja."