Biografi Sayuti Melik, Pengetik Naskah Proklamasi Indonesia
Sayuti Melik merupakan salah satu yang sudah tidak asing dalam sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesian. Aktif dalam bidang jurnalistik dan politik Indonesia, beliau dikenal karena bertugas sebagai pengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Tidak hanya itu, Ia juga merupakan salah satu pahlawan nasional yan berjasa dalam Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Untuk mengenal lebih jauh tentang beliau, berikut ini biografi Sayuti Melik serta perannya dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang penting untuk diketahui.
Biografi Sayuti Melik
Sayuti Melik memiliki nama lengkap Mohammad Ibnu Sayuti. Ia lahir di Kadisobo, Rejodani, Sleman, Yogyakarta, pada 25 November 1908.
Sayuti Melik merupakan anak dari Abdul Muin alias Partiprawiro dan Sumilah. Sayuti Melik memulai pendidikannya di Sekolah Onko Loro yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) di Desa Srowolan.
Nasionalisme dalam diri Sayuti Melik didapat dari didikan ayahnya yang saat itu menentang kebijakan Belanda terkait penanaman tembakau di sawah milik mereka.
Biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi berlanjut saat ia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya di Solo.
Pada usia belasan tahun itu, Sayuti sudah tertarik belajar Marxisme yang dianggap sebagai ideologi menentang penjajahan. Sementara itu, Sayuti bertemu dengan Soekarno di Bandung pada tahun 1926.
Selang beberapa waktu, ia dicurigai tergabung dalam kegiatan PKI hingga ditangkap oleh Belanda. Ia ditahan hingga berkali-kali sampai akhirnya bertemu dengan SK Trimurti.
Sepulang dari pembuangannya, Sayuti menikah dengan SK Trimurti yang juga seorang aktivis perempuan pada 19 Juli 1938. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak yakni Moesafir Karma Boediman dan Heru Baskoro.
Mereka kemudian mendirikan Koran Pesat di Semarang. Namun, tulisan mereka yang kerap mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda membuat mereka keluar masuk penjara.
Saat Jepang berkuasa, koran yang didirikan pasangan suami istri ini pun dibredel hingga Trimurti ditangkap oleh tentara Jepang. Akhirnya, dengan bantuan Soekarno, Sayuti dan Trimurti kembali bersatu setelah Pusat Tenaga Rakyat (Putera) didirikan.
Peran Sayuti Melik dalam Proklamasi Kemerdekaan RI
Sayuti Melik adalah salah satu tokoh penting yang terlibat dalam pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Lantas, apa saja peran Sayuti Melik? Berikut di bawah ini beberapa diantaranya:
1. Berada di Sisi Bung Karno
Di masa Jepang menjajah Indonesia, Koran Pesat pun ditutup oleh pemerintahan Jepang, dan istri Sayuti pun ditangkap karena dianggap sebagai komunis.
Setelah didirikannya PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), Trimukti pun dibebaskan atas perintah Soekarno. Sejak saat itu, Sayuti dan Trimurti dapat hidup dengan tenteram dan selalu berada di sisi Soekarno.
2. Menjadi Anggota PPKI
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk 7 Agustus 1945 dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Anggota awalnya adalah 21 orang. Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 orang termasuk didalamnya Sayuti Melik
Sayuti Melik juga termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam penculikan Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945. Penculikan dilakukan dengan tujuan agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang, dan segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
3. Saksi Penyusunan Teks Proklamasi
Sayuti Melik juga diketahui menjadi saksi penyusunan teks proklamasi kemerdekaan di ruang makan rumah Laksamana Maeda.
Sayuti Melik mewakili golongan muda untuk membantu Soekarno menyusun naskah proklamasi. Sedangkan Moh Hatta dibantu oleh Sukarni. Setelah selesai dibuat, Sayuti Melik mengusulkan agar naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.
Pada awalnya, sempat terjadi perdebatan mengenai siapa yang akan menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Soekarno mulanya mengusulkan agar naskah proklamasi ditandatangani oleh semua peserta yang datang, seperti deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat.
Akan tetapi, usulan tersebut ditolak oleh golongan muda yang menginginkan bebas dari pengaruh Jepang. Sayuti Melik pun akhirnya mengusulkan agar Soekarno dan Hatta saja yang menandatangani naskah proklamasi.
Alasan pemilihan Soekarno dan Hatta adalah karena kedua tokoh ini telah diakui sebagai pemimpin rakyat Indonesia. Usulan Sayuti Melik pun disetujui oleh para peserta yang datang, sehingga Soekarno dan Hatta yang menandatangani teks proklamasi atas nama rakyat Indonesia.
4. Mengubah Tiga Kata dalam Naskah Proklamasi
Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetik teks proklamasi yang sudah disusun bersama. Naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dari Soekarno diketik oleh Sayuti Melik dengan alasan agar tidak menimbulkan persepsi yang salah tentang proklamasi. Ditemani BM Diah, Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi di ruang bawah dekat dapur rumah Laksamana Maeda
Dalam proses pengetikan, Sayuti Melik mengubah tiga kata di dalamnya teks proklamasi yang telah disusun sebelumnya. Kata tersebut adalah kata 'tempoh' diganti menjadi 'tempo, 'wakil-wakil bangsa Indonesia' diubah menjadi 'atas nama bangsa Indonesia', dan pengubahan tulisan bulan dan hari.
Sayuti Melik Setelah Kemerdekaan RI
Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Sayuti Melik kemudian masuk menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun, pada tahun 1946, ia ditangkap oleh pemerintah Indonesia sendiri dengan tuduhan terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946.
Peristiwa itu merupakan percobaan kudeta oleh kelompok oposisi pemerintah yang saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Penangkapan tersebut merupakan perintah dari Amir Syarifuddin.
Akhirnya ia dibebaskan setelah dinyatakan tidak bersalah. Ia lalu ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Ambarawa.
Meskipun berkali-kali dipenjara, Sayuti Melik akhirnya bisa bangkit dan terjun dalam dunia politik. Ia memulai karir politiknya saat diangkat sebagai anggota DPR-GR dan anggota MPRS.
Selain terjun ke dunia politik, Sayuti Melik juga tetap menekuni bidang jurnalistik. Ia sempat melakukan kunjungan kerja sebagai wartawan di sejumlah negara.
Sayuti Melik juga mendapat penghargaan Satya Penegak Pers dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pada 23 Desember 1982.
Meskipun dikenal dekat dengan Soekarno, namun setelah kemerdekaan Sayuti menjadi orang yang berani menentang sang presiden. Ia menentang gagasan Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang diajukan Soekarno dan menentang presiden diangkat menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS.
Pada masa orde baru, Sayuti Melik bergabung dengan Partai Golkar dan menjadi anggota MPR/DPR pada tahun 1971 dan 1977.
Sayuti Melik meninggal dunia pada 27 Februari 1989. Ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra (1961) dari Presiden Soekarno dan Bintang Mahaputra Adiprana pada tahun 1973 dari Presiden Soeharto.