Banjir dan Longsor di Bogor: BMKG dan BRIN Ungkap Penyebab Banjir
Hujan deras yang mengguyur sejak Senin sore, 7 Juli 2025, menyebabkan banjir dan longsor di Bogor. Pada pukul 22.16 WIB, Tim Reaksi Cepat BPBD menyampaikan bahwa salah satu wilayah yang terdampak yaitu Kampung Cibugis, Kecamatan Klapanunggal, Bogor. Selain itu, BPBD juga melaporkan kejadian serupa di kawasan Jonggol.
“Curah hujan yang sangat tinggi telah memicu banjir dan longsor di beberapa titik di wilayah timur Bogor,” ungkap BPBD Bogor melalui unggahan di akun Instagramnya pada Senin, 8 Juli 2025.
Banjir dan Longsor di Bogor: 18 Kecamatan Terdampak
Hujan deras memicu banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah wilayah Kabupaten Bogor. Berdasarkan laporan sementara dari Bupati Bogor, Rudy Susmanto, bencana ini memengaruhi 18 kecamatan dan 33 desa atau kelurahan. Akibatnya tiga orang meninggal dunia.
Rudy menyebutkan bahwa wilayah terdampak pertama berada di Kecamatan Megamendung, tepatnya di Desa Cipayung, Desa Cipayung Girang, dan Desa Gadog, seluruhnya berada di kawasan Puncak.
“Bencana longsor mendominasi, dengan 21 titik longsor dan 7 titik banjir,” ujar Rudy dalam pernyataan tertulis pada Minggu, 6 Juli 2025.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bogor melaporkan bahwa banjir turut menggenangi Rumah Sakit Permata di Jonggol. Saat ini, BPBD telah melakukan evakuasi terhadap warga terdampak di kawasan Harmoni 9, Klapanunggal, menggunakan perahu karet.
BMKG dan BRIN Ungkap Penyebab Banjir Bandang dan Longsor di Bogor
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah memperkirakan potensi pertumbuhan awan yang signifikan di wilayah Indonesia, khususnya di bagian selatan dan timur. Hal ini disebabkan oleh melemahnya Monsun Australia, yang meningkatkan kemungkinan terbentuknya awan hujan.
BMKG juga memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi, termasuk hujan lebat di Jakarta, Kota Bogor, dan Kota Depok pada Senin, 7 Juli 2025. BMKG menyebut wilayah Selatan Indonesia masih lembab sehingga memungkinkan terjadi hujan.
Sementara itu, Erma Yulihastin, peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, mengungkapkan bahwa hujan ekstrem di wilayah Jabodetabek dan beberapa daerah lain di Indonesia selatan disebabkan oleh terbentuknya klaster awan kumulonimbus berskala besar, atau Mesoscale Convective Complex (MCC). Fenomena ini menyebabkan curah hujan tinggi yang kemudian memicu banjir dan longsor di berbagai lokasi.
Banjir dan longsor di Bogor menjadi peringatan serius akan dampak cuaca ekstrem yang dipicu oleh kondisi atmosfer yang lembap dan fenomena alam seperti melemahnya Monsun Australia serta terbentuknya awan kumulonimbus berskala besar. Peristiwa ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi, khususnya di wilayah rawan seperti Bogor.

