Lo Kheng Hong Jadi Pemegang Saham Terbesar ke-3 di Emiten Sawit Ini
Lo Kheng Hong masuk daftar 20 pemegang saham terbesar emiten sawit, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT). Bahkan investor kawakan yang sering disebut Warren Buffet asal Indonesia itu tak tanggung-tanggung merupakan pemegang saham ke-3 terbesarnya.
Dalam daftar 20 pemegang saham publik teratas Austindo per 31 Desember 2022, Lo Kheng Hong menggenggam 5,11 juta saham ANJT atau 0,15% dan menjadikannya pemegang saham publik ketiga terbesar dari ANJT.
Sementara di urutan pertama ada PT Prudential Life Assurance yang memiliki 82,09 juta saham ANJT atau 2,45%. Lalu Budi Yasa di urutan ke dua dengan kepemilikan 24,42 juta saham atau 0,73%.
Austindo Nusantara Jaya merupakan perusahaan induk yang terlibat, baik secara langsung maupun melalui anak perusahaannya, dalam produksi dan penjualan minyak sawit mentah, inti sawit dan hasil pangan berkelanjutan lainnya serta energi terbarukan.
Terkait kinerja, ANJT membukukan pendapatan US$ 50,87 juta pada kuartal I 2023, anjlok 32,7% dari periode yang sama tahun lalu US$ 75,54 juta.
Manajemen perseroan mengatakan, penurunan pendapatan dikarenakan harga jual rata-rata crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK), serta volume penjualan CPO yang lebih rendah.
Direktur Keuangan Austindo Nusantara Jaya Nopri Pitoy menjelaskan bahwa penurunan produksi CPO dan PK terutama dikarenakan penurunan pembelian buah luar di salah satu perkebunan kami yang diakibatkan oleh pembatasan akses jalan pada ukuran truk pengantar TBS.
“Akan tetapi, sejak April 2023, perusahaan telah meningkatkan kembali pembelian TBS eksternal di perkebunan tersebut. Sementara itu, perkebunan Papua Barat Daya kami mengalami penurunan produksi TBS sebesar 8,1% akibat tandan partenokarpi yang disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi selama tahun 2022 yang mempengaruhi pembentukan buah dan sebagai akibatnya juga mempengaruhi kualitas TBS yang dikirim ke pabrik sehingga turut berkontribusi pada penurunan produksi,” ujarnya.
Alhasil perseroan berbalik jadi mencatatkan rugi periode berjalan US$ 3,91 juta atau Rp 59,65 miliar, dari sebelumnya meraih laba periode berjalan US$ 11,16 juta atau Rp 160,1 miliar pada kuartal I 2022.
Sementara itu, di tengah program penanaman kembali yang cukup massal, perkebunan di Pulau Belitung mencatat total produksi TBS sebesar 54.070 metrik ton (mt), meningkat 26,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 42.797 mt.
Demikian juga perkebunan Sumatera Utara I, yang telah memulai program replanting sejak 2018, memproduksi total TBS sebesar 29.911 mt, meningkat 5,0% di atas total produksi TBS pada pada periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 28.488 mt.
Sementara itu, perkebunan di Papua Barat Daya sudah memasuki periode menghasilkan (young mature) walaupun belum menghasilkan produksi optimal yang dapat menutupi biaya-biaya operasional terkait dan beban penyusutan. Produksi optimal di Papua Barat Daya diperkirakan akan tercapai dalam tiga tahun ke depan.