Bali Kembali Dibuka untuk Turis Asing, Okupansi Hotel Bisa Naik 10%
Pelaku usaha dan restoran menyambut baik kebijakan pemerintah yang akan membuka kembali Bali untuk wisatawan mancanegara (wisman) dari wilayah tertentu mulai 14 Oktober 2021. Pembukaan Bali bagi wisman diharapkan dapat meningkatkan tingkat keterisian atau okupansi hotel yang menurun terdampak pandemi Covid-19.
“Pembukaan Bali ini tentu sesuatu yang sudah kita tunggu-tunggu. Kalau saya prediksikan okupansi hotel di Bali bisa naik 10%. Itu sudah cukup lumayan,” kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran kepada Katadata, Jumat (8/10).
Selama ini okupansi hotel di Bali bergantung pada wisatawan mancanegara. Wisatawan mancanegara berkontribusi sebesar 70% dari tingkat keterisian hotel di Pulau Dewata tersebut.
Selama pandemi dan wisman tidak dizinkan masuk, tingkat keterisian hotel di Bali tidak bisa terdongkrak sampai 30% hanya dengan mengandalkan wisatawan domestik.
Harga sewa kamar hotel (average room rate) juga mengalami penurunan selama pandemi karena demand yang sedikit. “Maka dari itu kami menyambut baik kebijakan ini, meskipun negara-negara yang diperbolehkan datang masih terbatas,” kata dia.
Meski demikian, Maulana mengatakan perlu ada perubahan kebijakan dalam kewajiban karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri. Kebijakan tersebut dinilai menambah beban wisatawan mancanegara dari sisi biaya perjalanan (cost of traveling) sampai durasi tinggal di Bali (length of stay).
Kebijakan wajib karantina saat ini membebani karena selama karantina, para wisatawan tidak diperbolehkan keluar dari kamar dan melakukan aktivitas. Hal ini disebut bisa membuang waktu beriwisata para wisatawan.
Oleh karena itu, PHRI mengusulkan ada karantina hotel atau karantina wilayah, di mana para pendatang yang sedang menjalani karantina tetap bisa melakukan aktivitas wisatanya, atau minimal dapat memanfaatkan fasilitas hotel tempat karantina untuk menghindari rasa bosan.
“Misalnya, sesama orang yang dikarantina boleh menikmati fasilitas hotel," kata Maulana. Sebab, yang dikarantina bukan mereka yang hasil tesnya positif tapi negatif. "Atau mereka yang melakukan karantina wilayah, selama masa karantina bisa dianggap mereka berlibur. Sekarang kan karantinya hanya di kamar, biasanya tingkat kebosanan akan meningkat.”
Lebih lanjut, Maulana menyampaikan bahwa pengusaha hotel dan restoran di Bali sudah siap menyambut kedatangan wisman. Para pelaku usaha sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat sebagaimana anjuran pemerintah, seperti menerapkan penggunaan aplikasi PeduliLindungi, menjaga jarak, imbauan penggunaan masker, tempat cuci tangan, dan lainnya.
Selain itu, seluruh pengelola dan pekerja hotel dan restoran maupun tempat wisata di Bali sudah menerima vaksin dosis lengkap, sehingga dapat menjamin keamanan para wisatawan selama berlibur.
“Kita memang harus siap kapan pun. Jadi tidak ada momen khusus untuk bersiap siap, kalau untuk menyambut tamu kita siap kapan saja,” ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah akan membuka Bali untuk wisatawan mancanegara dari wilayah tertentu mulai 14 Oktober.
Penerbangan yang diperbolehkan masuk ke Pulau Dewata berasal dari Korea Selatan, Tiongkok, Jepang, Abu Dhabi, dan Selandia Baru. Namun turis yang masuk harus memenuhi ketentuan dan persyaratan, seperti karantina dan tes Covid-19.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan